Ke-Lima

58 12 11
                                    

•~Entah mengapa seseorang selalu menyimpulkan orang lain, hanya dari penampilan saja~•


Erika memgecilkan pupil matanya karena silau matahari. Ia mulai memundurkan langkahnya mencari tempat kosong namun terhalang oleh tubuh sedikit tinggi darinya.

"Aww"

Gadis itu merengek kemudian, mengakat kaki kanannya dengan menekuk wajahnya karena aku baru saja menginjaknya.

"Lo bisa gak sih jalan tuh pake mata! "

Aku berusaha menenangkannya, barangkali hanya aku dan dirinya saja sekarang disini. "Ma-af gue gak sengaja"

"Prank!!! " teriaknya begitu sangat nyaring ditelinga Erika.

Gila... Mungkin dari sekian ratus meter pun akan terasa begitu menyaring

"Haha... Santai aja sloww men slow! " pekiknya dengan girang.

Ini cewek emang punya sindrom atau enggak sih? Batin Erika berusaha sabar.

Tubuhnya yang tinggi, kulitnya yang mulus meski esotis, baju tak rapih, rok ammat pendek, dan bahkan kedua ujungnya digulung sangatlah tak menandakan ia seperti seorang murid.

Namun, wajahnya lah yang menjadi acuan. Gadis itu sangatlah cantik, hanya saja keadaannya yang menjadi sumber negatif. Rambut yang di ikat secara asal wajah yang selalu girang walau terlihat galak tak mampu oranglain tebak bagaimana kepribadiannya.

"Hellow!! Lo masih bisa ngomongkan? "

Erika membuang nafasnya kasar, tidak apalah bertemu spesies langka sepertinya. "Iya. Soal tadi lo becanda?"

Gadis itu mengangguk setuju, tangannya sedikit menaikan anak rambutnya yang mulai berantakan

"Oh ya hampir lupa. Lo murid asli sini kan? Bisa anter gue ke ruangan kepsek? "

Lamunan Erika dibuatnya ambyar, ia terus saja merangkulnya kedalam dekapannya seperti sudah berkawan lama saja. Argh... Mengapa harus bertemu...

"Ini" aku menunjukan ruangan kepsek yang tertutup rapat. Sepertinya ia mengamati dari atas hingga bawah kearah Erika.

"Gue Fanya Antarisko. Lo bisa panggil gue Fanya" Fanya ya ya gadis brutal itu mengulurkan tangannya dan Erika hanya bisa membalasnya.

"Erika. Gue kelas A"

"Oh ya ya. Semoga gue sekelas ya sama lo, gue pindahan. Kalo gitu gue masuk bye"

Erika hanya bisa menelan salivanya pahit mendengar bahwa pemikirannya tadi benar. Dan bahkan, ia bersemoga di kelaskan dengan dirinya. Apa nasibnya nanti

Dikelas Erika masih mengoreksi hasil kerja Griyyan, ternyata cowok cuek dan polos seperti Griyyan mempunyai kemampuan yang beda dari murid lain. 

"Ngapain juga mikirin si Bisma" ucap Erika setengah berbisik. Griyyan masih sibuk dengan pensil dan penggarisnya diatas buku. Entahlah ia membuat peta konsep seperti apa

"Lo buat apaan sih? Gabut banget ya sampe gitu gituan. Gue mau-"

"Lo kalo gak tahu apa apa gak usah komplen"

Griyyan masih dengan Griyyan, wajah polos otak pinter namun dingin. Erika hanya diam saja, melihat beberapa orang yang terus berlalu lalang.

"Ka, lo ada tipX gak? " Erika tak menoleh, moodnya sudah hilang karena Griyyan

"Di warung"

"Do, ada tpX gak? "

"Oh anakku, tentu adalah. Di dompetku selalu tersimpan komplit" celoteh Edo membuka tas nya mencari kotak pensil. Aku memberikan tipX ku pada Griyyan, namun benda mati itu malah ia singkirkan dan membawa milik Edo

"Thanks ya do" Griyyan menyerahkan kembali tipX nya pada Edo, Erika yang berada di sampingnya hanya bisa menarik nafas kasar bersabar.

Wajahnya masih ia tundukan pada peta konsep yang dibuatnya, namun tatapan Griyyan beralih pada seorang gadis beserta guru yang masuk kedalam kelasnya.

"Loh? Fanya? " tanya Erika sendiri

Suara gerumuh mulai terdengar jelas saat beberapa gerombolan siswa siswi memasuki area kelas. Alih suara terganti dengan bu Asih selaku guru BK.

"Maaf ya ganggu sebelumnya. Ibu dengan guri lainnya sudah setuju kalo kelas A akan kedatangan murid baru"

"Silahkan perkenalkan namamu nak" perintah bu Asih selanjutnya

Fanya sibuk dengan tangannya yang terus melipat lipatkan bajunya yang terus keluar. Bahkan rok nya pun yang sangat mengatung itu sedikit ia turunkan

"Em.. Gue Fanya-"

"Maaf Fanya. Sebaiknya kamu lebih sopan berbicaranya"

Fanya mendelik membenarkan sebelah tasnya yang akan melorot dari bahu kecilnya. "Saya Fanya Antarisko. Terimakasih, saya boleh duduk kan bu? "

Bu Asih menggeleng melihat sikap Fanya yang sangatlah tidak ada wnita wanitnya.

Fanya berjalan kearah sudut sebelah kiri, ia melihat Erika yang memopang dagunya duduk bersama Griyyan yang serius dengan ponselnya.

"Eh lo! "

Griyyan yang merasa itu menunjukan pada dirinya langsung mendongakkan kepalanya menatap Fanya dari atas hingga bawah.

"Lo minggir dong. Gue mau duduk disitu"

"Apa hak lo ngusir gue? Lo anak baru bisa cari tempat lain"

"Lo juga dulu gak mau duduk disitu kan? Yauda sih ngalah aja jadi cowok"

Griyyan mengepalkan tangannya ingin menonjok. Sayang, Fanya hanyalah seorang gadis sama seperti teman bangkunya, Erika.

Griyyan beranjak dari duduknya, mengambil ransel juga buku bukunya diatas meja dengan kasar. "Minggir! "

Fanya terkekeh melihat cowok itu kesal, pasalnya hobi Fanya ya cari masalah.

Erika masih menganga dengan keadaan, jika diberi pilihan Erika lebih baik memilih Griyyan. Hehehe

"Eh-Hai"

"Gue masih ngomong loh sama lo Erik"

Erika memalingkan wajahnya begitu tepat Fanya duduk dengan mengangkat sebelah kakinya.

"Lo-kenapa bisa disini? "

"Gue suruh milih kelas. Yauda gue mau kesini, ketemu sama lo Rik"

Erika hanya memangut mangutkan wajahnya paham, ia kembali pada papan tulis yang sedang memberikan tulisan oleh Edo. Entahlah ia memang lebih senang mencoret coreti papan yang baru saja di hapus

ERIKA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang