41

522 101 44
                                    

Tidak pernah dalam seumur hidupnya Reno merasakan kekosongan dan kehampaan dalam dirinya. Ini lebih dari sekedar perasaan kesepian yang ia rasakan beberapa bulan lalu sebelum perempuan itu datang. Kini seolah ada lubang besar dalam hatinya yang menganga karena luka.

Perih. Tapi tak terlihat.

Tak ada bekas luka. Tapi terasa lebih menyayat dibanding tergores pisau.

6 bulan sudah Airin resmi pergi dari hidupnya. Tak meninggalkan jejak apapun selain kenangan singkat yang amat manis bagi keluarga kecil Reno.

Tiap malam Reno selalu berkata pada dirinya. Menguatkan hatinya. Bahwa sebelum Airin datang ke hidupnya, ia baik-baik saja. Maka seharusnya ia bisa tetap baik-baik saja saat perempuan itu kini tak lagi hadir di hidupnya.

Apapun dan Berapa kalipun itu, kehilangan selalu menyakitkan.

Termasuk merasa kehilangan perempuan yang secara sadar ia sewa sebagai pendampingnya selama 2 bulan.

Di satu waktu Reno merasa rindu yang teramat dalam pada sosok itu. Bertanya bagaimana kabarnya, resep baru apa yang ingin ia coba, series apa yang sedang ia tonton, lagu apa yang sedang ia nyanyikan ketika sedang terjebak macet di dalam mobil, atau bahkan sekedar bertanya apakah dia masih hidup?

Tapi di lain waktu, Reno dan kebiasaannya dalam menyalahkan dirinya kembali. Ia merutuki kebodohannya karna jatuh cinta pada orang yang tak pasti. Karna bertemu dengan Airin dengan cara yang baginya salah. Juga karna membawa perempuan yang kini meninggalkannya itu singgah sebentar mewarnai harinya, juga hari anaknya.

.

Binar masih sering bertanya pada Reno. Gadis kecil itu sama rindunya pada Airin.

"Pa.. kita ke rumahnya Tante Airin yuk?" Ajak Binar sesekali.

"Pa, Binar ga bisa ngerjain PR yang ini.. kalo ada Tante Airin PRnya pasti cepet selesai soalnya Tante Airin pinter."

"Pa, Tante Airin kangen nggak ya sama Binar.. soalnya Binar kangen banget."

"Pa, kalo ke Disneylandnya nggak jadi tapi diganti buat ke Australia ke Tante Airin boleh nggak?"

Pertanyaan-pertanyaan dari Binar tentang Airin selalu sukses membuat nilai Reno dalam mengarang cerita bertambah. Bagaimana tidak? Satu waktu ia akan bilang Airin begini, lain waktu ia akan bilang Airin begitu. Hingga ujungnya ia bilang Airin sibuk bekerja di luar negeri. Agar tak ada lagi alasan dekat yang membuat ia bisa membawa perempuan itu kembali.

Binar kini sudah masuk SD kelas 1. Dan hal itu semakin tidak mudah bagi Reno. Anaknya semakin besar, dan perlahan semakin mengerti akan hal-hal di sekitarnya.

Pernah saat itu hari pertama Binar masuk sekolah. Dan ia dengan seragam putih merah dan ransel barunya tidak mau beranjak dari sofa padahal jam sudah menunjukkan hampir pukul tujuh pagi.

"Nggak mau! Binar mau nungguin Tante Airin pokonya Binar mau berangkat sama Tante Airin juga!" Ucapnya dengan kedua tangan bersendekap.

"Biiii, kan Papa udah bilang Tante Airinnya lagi sibuk. Lagi jauh di luar negeri jadi ga bisa anterin Binar. Tadi Tante Airin nelfon kok katanya titip salam buat Binar suruh belajar yang rajin dan semangat di sekolah." Kata Reno alasan.

"Mana? Binar juga mau telfon sama Tante Airin."

Reno menghela nafas berat, mengeluarkan ponselnya dan menekan tombol panggil pada kontak Airin. Suara operator yang sudah ribuan kali Reno dengar kini kembali memenuhi telinganya.

"Lagi kerja Bi, ngga diangkat."

Binar mendecak kesal, matanya berkaca-kaca.

Reno mendekat menyejajari tinggi putrinya.

AIRIN KUSUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang