40

584 110 57
                                    

Tamong dengan santai berjalan menuju salah satu pub langganan dirinya dan Reno sejak mereka mulai bekerja.

Beberapa saat lalu ia mendapat panggilan dari Reno-yang ia yakin sedang mabuk. Tamong sudah biasa mendapat panggilan seperti ini dari Reno. Tapi itu dulu. Terakhir kali ia datang ke pub karena "panggilan mabuk" dari Reno adalah saat Papanya meninggal. Ya, itu sudah lama sekali.

Tamong menepuk pundak lelaki yang sedang duduk sendiri di meja bar. Pria itu tidak menoleh, ia justru meneguk segelas alkohol lagi di tangannya.

"Berantem lo?" Tanya Tamong tanpa basa-basi. Ia sudah hafal jika Reno sudah bersikap begini, pasti ia sedang ada masalah yang menurutnya berat.

Reno menoleh menatap sahabatnya itu dengan tatapan letih, "Pukul gue Mong."

Tamong mendecak, "Enggak, lo nggak mimpi." Balasnya telak. Sudah berapa kali ia pernah memukul Reno karna perintah dari cowok itu sendiri, hanya untuk menyadarkannya ia mimpi atau tidak.

Tatapan Reno melemah, ia memejamkan mata dan menuang alkohol lagi ke gelasnya dan meminumnya dengan sekali tegukan.

"Masalah sama Airin ya?" Tanya Tamong. Ia tau ini tidak mungkin soal pekerjaan karna perusahaan Reno sedang naik-naiknya di industrinya saat ini.

Matanya berkaca-kaca. "Mong.. kok gue bodoh banget ya.. harusnya gue.. ngga melibatkan Binar ke masalah ini.. harusnya gue aja yang ngerasain kecewa. Harusnya gue aja yang ngerasain sakit." Ucap Reno pada Tamong tanpa melihat ke arah lawan bicaranya.

"No.. gue ga ngerti masalahnya apa.. coba lo jelasin dulu, cerita dulu masalahnya apa, biar gue bisa kasih lo feedback yang jelas dan.. ya siapa tau gue bisa bantu."

Reno hanya diam, matanya semakin berkaca-kaca. Tamong adalah sahabat Reno yang paling awet. Hampir separuh umur Reno telah mereka habiskan bersama. Tapi Reno ragu. Ia tidak ingin menceritakan bahwa selama ini ia menyewa Airin untuk menjadi pacarnya. Dimana harga dirinya jika semua orang tau?!

"Airin pergi." Jawab Reno singkat.

"Pergi? Ke?"

"Ngga tau.."

Tamong mengerutkan alisnya, "Lo putus?"

Reno tak langsung menjawab. Bagaimana mungkin ia putus, jika pacaran saja sebenarnya tidak.

"Rumit.. tapi yang jelas dia pergi dan hubungan kita berakhir." Jelas Reno.

Tamong hanya menghela nafas berat.

"Mong.. gue harus gimana?" Kata Reno menatap Tamong dengan matanya yang sudah hampir menangis.

Terakhir kali ia melihat Reno seperti ini adalah saat papanya meninggal. Sebelum itu adalah saat ia tiba-tiba mendapat Binar di rumahnya. Tatapan bingung dan hancur jadi satu.

"Binar nyariin terus, Mong.. dia uda cocok sama Airin. Gue harus gimana?" Ia meneguk kembali minuman alkoholnya.

"Binar sekarang dimana? Ngga lo tinggal sendirian di rumah kan?" Tanya Tamong.

"Di rumah Mami. Dari seminggu kemarin gue titipin sana."

Tamong mengangguk lega mendengar Binar tidak ditinggal sendirian oleh Reno.

"Berarti mami lo udah tau?" Tanya Tamong lagi, dan dibalas anggukan pasrah oleh Reno.

"Hmm.. lo harus gimana? Ya cari lah Airinnya. Kalo emang dia pergi karna kalian abis berantem ya jelasin baik-baik. Minta maaf.."

Reno diam. Bukan karena ia tidak mau mencari Airin. Ia sangat sangat ingin mencari wanita itu. Sampai ke ujung dunia pun akan ia cari jika bisa. Tapi masalahnya Reno bingung.

AIRIN KUSUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang