prolog

30K 1.5K 17
                                    

Semoga suka 😁

Pondok Pesantren Al-Assad.

"Maaf, saya tidak bisa menerima lamaran ini," ucap seorang perempuan bercadar. Ho, ayolah kata-kata ini sudah sering terlontarkan oleh bibir di balik cadar gadis yang bernama 'RACHEL ALESHA ZAIDA'. Yang biasa dipanggil ZAIDA.

Kata-kata itu akan keluar di saat ia akan dipinang oleh seorang laki-laki, seperti yang terjadi sekarang ini. Sebagai kata halus untuk sebuah penolakan.

"Jikalau nak Zaida menolak lamaran Taufik anak kami, kami tidak akan memaksa," ucap Toni ayah dari Taufik, dengan nada yang sedikit kecewa.

Taufik adalah orang yang beberapa waktu lalu menyampaikan maksudnya datang, untuk meminang Zaida untuk menjadi istrinya.

"Sekali lagi saya minta maaf," ucap Zaida, menunduk.

Zaida ada rasa bersalah tercipta di relung hatinya, tapi mau bagaimana pernikahan dan komitmen dengan pasangan bukanlah hal yang bisa dipaksakan.

"Iya tidak apa-apa." Akhirnya suara Taufik terdengar, setelah sedari tadi hanya diam. Raut wajahnya tetap tenang, walaupun di dalam hatinya cenat-cenut, tak karuan.

Taufik menunduk, tidak berani mendongakkan kepala melihat ke arah Zaida di hadapannya.

Zaida mengarahkan pandangannya pada sosok wanita yang duduk di samping.  Hana–bunda Zaida. Terlihat goresan kecewa pada raut wajah Hana. Namun setelah itu wanita paruh baya itu tersenyum.

"Bun," lirih Zaida. Ia merasa tidak enak hati, ini sudah sekian kali ia menolak seorang laki-laki yang dikenalkan oleh bundanya.

Hana yang mendengar Zaida memanggilnya langsung merespon. Hana menatap Zaida, ia tersenyum menenangkan. "Bunda nggak pa-pa."

                             ***

"Ya Allah, engkaulah sebaiknya perencana. Hamba mohon kepadamu tuntunlah hamba di jalan engkau, berkahilah setiap jalanku." Untaian kalimat doa Zaida begitu tulus terucap.

Ya Allah, sesungguhnya hamba tidak tega menolak pinangan mas Taufik, tapi walaupun hamba ingin menerimanya, namun hati menolak keras. Ya Allah, mungkin mas taufik bukalah jodoh yang sudah kau tetapkan. Di manapun jodoh hamba tolong pertemukan kami." Setelah mengungkapkan seluruh perasaannya, Zaida mengusap wajahnya.

Wanita itu yakin, jodoh itu pasti sudah ditetapkan oleh yang maha Kuasa, hanya saja cara dan waktu mereka dipertemukan berbeda-beda.

Zaida sangat takut dengan sebuah kalimat, 'jodoh adalah cerminan diri', maka Zaida bersumpah dia tidak akan pernah menikah. Ya, sebegitu buruk dirinya yang dia rasa.

Zaida tidak ingin memiliki laki-laki yang sama buruknya dengan dirinya, masa lalu yang kelam, mental yang lemah, kerapuhan diri yang membeban. Sungguh, Zaida katakan dia tidak ingin berjodoh dengan cerminan diri.

Namun, pada dasarnya Zaida sudah mulai memperbaiki diri untuk bisa lebih baik dari masa lalu. Perasaan bersalah tetaplah ada di hati wanita itu.

                              ***

“Jangan pernah biarkan kesedihan di masa lalu membuatmu takut tuk menerima seseorang yang baru.”

                             ~~N~~
Assalamu'alaikum,

Author nggak dapat feel-nya nih waktu nulis prolog, jadi maaf kalo kurang srek.

Tapi walaupun prolog nya, kayak gitu, InsyaAllah saya akan berusaha untuk bab berikutnya akan lebih menarik.

Semoga suka 😁

Halal Dan Haram Bagimu {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang