41 bahagia yang menanti

7.6K 631 86
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ana kembali, membawa cerita Andra dan Zaida.

Maaf bngt nggak bisa update beberapa hari belakangan. Ana sempat down bngt kemaren dan kondisi fisik dan batin yang sedikit memburuk. Tapi alhamdulillah sekarang udah lumayan mendingan.

Maaf part ini, ngga terlalu uwuw, atau cuma segitu aja. Ana lagi ngga bisa mikir u cuma sedih. Maaf.

HAPPY READING.

Langit biru nan cerah, menaungi seluruh permukaan bumi. Awan putih sebagai penghiasnya. Cantik untuk di pandang makhluk di bawahnya. Hari masih sedikit pagi, sehingga terik matahari tidak terlalu menyengatkan cahayanya pada bumi.

Seorang perempuan bercadar, menghirup udara pagi ini dengan dalam. Dia menikmati setiap hembusan angin yang menyapa, angin itu berasal dari kaca mobil yang di biarkan terbuka.

Zaida tersenyum di balik cadarnya. "Alhamdulillah, masih Allah berikan kesempatan untuk bernafas hari ini," ucapnya. Zaida memejamkan matanya.

Pergerakan yang Zaida tunjukkan, tidak lepas dari pengamatan seorang laki-laki yang duduk di sebelahnya. Andra tersenyum simpul melihat tingkah Zaida yang begitu menggemaskan baginya. Tapi senyum itu perlahan pudar, saat mengingat kejadian pagi tadi, sang penelepon menghancurkan suasana saja. Untung yang menelpon itu adalah Dira-mama Andra, kalau tidak, uh entahlah apa yang akan di perbuat Andra.

Zaida menoleh pada laki-laki di sampingnya. Sejak kejadian telepon pagi tadi, Andra jadi tidak banyak bicara. Tapi bukan, itu bukan salah telpon itu, Zaida harus sadar dan ingat bahwa suaminya itu memang sangat pelit dalam mengeluarkan suaranya.

Zaida menghela nafas. Ia menyerong kan posisi duduknya menghadap Andra. Tanpa peduli dengan kehadiran sopir di depan sana, Zaida menepuk pelan paha suaminya itu untuk memberi kode supaya suaminya untuk menoleh padanya. Itu berhasil, Andra menoleh, ia menaikan satu alisnya.

"Aku tidak akan pergi. Masih banyak waktu yang kita punya. Jadi, ayo senyum." Zaida menarik kedua sudut bibir Andra. Sebenarnya, Zaida malu mengatakan itu, tapi tidak apa, demi menghibur suaminya.

Andra tidak tahan untuk tidak tersenyum, melihat tingkah istrinya itu. Andra mengangguk. Ia memperbaiki posisi duduk Zaida, setelah di rasa nyaman, ia menyenderkan kepalanya pada bahu Zaida. Jangan lupa, tangannya juga ikut merangkul pinggang Zaida dari samping.

"Ih mas, lepas. Nggak enak ama pak supirnya." Zaida mencubit pelan pinggang Andra.

Pak supir yang mendengar ucapan Zaida, terkekeh geli. "Tidak apa atuh non, pan pengaten baru. Masih anget-anget nya," ujar sopir itu menggoda, di akhiri kekehan.

"Tuh, dengerin," timpal Andra pula.

Zaida tertunduk malu. Ia meraba pipinya dari balik kain cadarnya. Ia bisa merasakan sekujur wajahnya memanas, dan bisa di pastikan memerah seperti kepiting rebus.

Andra mengacak-acak ubun-ubun kepala Zaida di balik kimar, lalu mengecup pelan di sana. Zaida makin tertunduk malu dibuatnya. Namun kali ini pada dada bidang Andra.

                            🕊🕊🕊

Andra dan Zaida, sudah sampai di kediaman keluarga Arslania. Rumahnya tidak kalah besar dengan rumah kediaman keluarga RAZ. Tapi jika di tanya mana yang lebih lengkap fasilitasnya, maka kediaman keluarga RAZ lah jawabannya. Namun itu tidaklah penting bagi Zaida, yang penting adalah kedamaian didalamnya.

Andra turun dari mobil, di susul Zaida di belakangnya. Andra merenggangkan otot-otot tubuhnya. Perjalanan dari hotel ke sini tidak memakan waktu yang lama, hanya 30 menit saja. Tapi itu cukup menguras tenaga Andra. Ia mengantuk, dan lelah, karena semalam ia tidak memiliki waktu untuk istirahat. Untungnya sekarang mereka sudah berada di rumah, jadi Andra bisa menyelamatkan jantungnya berdegup kencang saat bersama Zaida. Ia akan tidur di kamar tamu sebentar nanti.

Halal Dan Haram Bagimu {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang