Andra berdiri tidak jauh dari laki-laki yang saat ini tengah sibuk mengangkat barbel, di atas king size nya. Andra mendengus kesal, pasalnya saat ini ia ada di kamar Ares, tapi sepertinya sang kakak sedang sibuk. Bahkan untuk menoleh pun Ares tidak, pada Andra. Apa Ares terlalu fokus, sehingga tidak menyadari kehadiran Andra. Tapi tidak mungkin, kakanya itu adalah manusia yang memiliki kepekaan yang tinggi.
Andra bersedekap dada, lalu bersender pada dinding yang bercat abu-abu. "Ehkmm!" Andra berdeham keras, yang mampu membuat Ares mendongak.
"Andra," ucap Ares setengah ternganga, sampai tidak fokus dengan barbel di tangannya, dan melepaskan genggamannya, alhasil benda berat itu menimpa kakinya.
"Aaggrrr!!" pekik Ares, lalu meloncat-loncat seraya memegang kakinya yang tertimpa tadi.
Andra menahan bibirnya supaya tidak tertawa, melihat tingkah kakanya itu yang amat lucu baginya. Memang benar, melihat saudara sendiri menderita memberikan kita kepuasan, saudara luknatun. Namun, jangan di contoh kata-kata itu.
Beberapa saat kemudian, setelah Ares berhasil menetralisir rasa sakit di kakinya, ia kembali melirik ke arah Andra yang masih bersedekap dada di dinding.
"Sejak kapan kamu di sana?" tanya Ares.
"Tadi," jawab Andra, ia mendekat ke arah Ares, ralat ternyata Andra hanya lewat di depan Ares, dan melanjutkan langkahnya menuju sofa yang berada tidak jauh dari Ares berada.
Ares menjadi cengo di buatnya, apalagi saat Andra dengan begitu santainya menjatuhkan bokongnya pada sofa empuk milik Ares.
Ares ikut duduk di sebelah Andra, tentu dengan tatapan yang masih tidak percaya. Dulu, Andra tidak akan pernah sudih berada di kamarnya, bahkan jika perlu sesuatu Ares lah yang datang ke kamar Andra, itupun hanya sebatas pintu.
Andra mengedarkan pandangannya, mengamati setiap sudut kamar kakanya, tidak terlalu jauh beda dengan kamarnya, mereka memiliki selera warna yang sama, yaitu abu-abu dan hitam. Tidak banyak barang di kamar Ares, hanya ada televisi, rak buku, dan meja belajar. Jika ingin bertanya, di mana baju-bajunya? Jadi di setiap kamar di rumah Andra, itu memiliki lemari yang langsung ada di dekat ruangan kamar mandi, walk in closed. Sebelum benar-benar masuk ke kamar mandi, itu akan melewati lemari besar terlebih dahulu.
"Ini seriusan Andra?" tanya Ares, meraba-raba wajah Andra, membuat sang empu menjadi risih. "Kela, ini benaran Andra? Bukan mimpi?"
"Hm." Andra menjauhkan tangan Ares dari wajahnya.
"Ih masih cuek," kata Ares.
Ares menyandarkan punggungnya pada punggung sofa. "Aya naon dateng ke kamar aa Ares yang tamvan ini?"
Andra menyunggingkan senyum kecut. "PD-nya masih aja kek dulu," guman Andra.
"Kela, ini teh beneran Andra? Adek kecil aku?"
"Hm."
Ares mendengus kasar, Andra masih saja irit bicara padanya. Suasana hening beberapa saat, sampai Andra bersuara memecah keheningan.
"Em, bang, gue mau bicara serius," ungkap Andra, agak sedikit canggung.
Mata Ares berkaca-kaca, saat Andra memanggilnya dengan sebutan 'abang' sudah lama sekali panggilan itu tidak pernah lagi di lontarkan Andra untuknya.
Puk.. Puk...
Ares menepuk-nepuk pipinya dengan sedikit kasar. "Ini buka mimpi kan? Kalau ini mimpi biarkan seperti ini saja," ucap Ares, dengan nada getir.
"Ini bukan mimpi," kata Andra.
"Sumpah! Demi apa? Kamu manggil aku abang lagi!" lontar Ares begitu bahagia. Rasanya ia terbang di atas awan, tapi sebelum itu sudah terlebih dahulu dijatuhkan Andra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halal Dan Haram Bagimu {END}
De TodoBertemu kembali dengan mantan yang sudah merenggut kehormatan Zaida, pertemuan berlatar belakang pondok pesantren. Di mana, Zaida menjadi ustadzah, sedangkan sang mantan adalah muridnya. Berkisahkan, seorang mantan badgirl yang ditakdirkan masuk pe...