Bagian 24

3.7K 269 18
                                    

"Kenapa harus sakit hati? Kau ditakdirkan untuk melakukan itu. Kau telah melengkapi jalan cerita, menunaikan takdir langit. Aku tidak pernah sakit hati."

- Tere Liye

                                  ⚓

"Kamu itu bego banget tau gak!," aku menunduk menahan air mata. Sedangkan Mas Rayhan memaki-maki diriku sejak Bagas baru saja kembali.

Ia membuang wajah, kemudian berbalik arah untuk menatapku lagi, "jangan demi orang lain, kamu jadi ngorbanin dirimu sendiri, Rin. Mama mungkin nggak tau gimana Bagas, tapi kamu bisa minta tolong sama aku kan?! Seandainya kamu gak bego udah jawab duluan!." Aku semakin terisak mendengarnya, air mataku pun juga semakin mengucur deras.

Iya. Aku menerimanya. Aku menerima Bagas, demi mama.

Namun tak serta-merta aku menerimanya demi mama, aku juga sempat berpikir dan menaruh harap, bahwa Bagas akan berubah dan kembali seperti sedia kala, seperti dulu, seperti yang aku suka.

Dan semoga, Bagas bisa membantuku mengalihkan pikiranku darinya.

Dari Adam.

Kemudian mas Rayhan berjongkok di hadapanku yang tengah terduduk di tepi kasur. Ia menatapku dengan lembut, "Padahal kamu suka kan, sama dia? Sama tentara itu?." Aku mengangkat kepala terkejut, tapi aku tak menjawab, aku hanya sibuk menyeka air mataku.

"Sudah kuduga." Ia berdiri. Lalu berjalan menuju pintu.

"Kamu lagi buta aja sekarang. Setelah nanti kamu bisa melihat, kamu bakal bener-bener nyesel nanti."

Ia beranjak pergi, namun tangannya masih tertahan. Dengan singkat Ia berbalik, "Kamu udah menyia-nyiakan bulan, di saat kamu terlalu sibuk menghitung bintang."

"Selamat menempuh hidup baru, nikmati pilihanmu!"

Dia berjalan pergi meninggalkan kamarku dengan tergesa, sambil membanting pintu juga dengan kasarnya. Serta kalimat-kalimat yang baru saja Ia lontarkan, sudah sangat cukup untuk menyadarkanku atas apa yang telah kuperbuat. Aku sudah terpuruk di sisi kanan dan kiri.

Aku harus apa? Aku harus bagaimana?

Mau tak mau, aku harus menjalaninya, kan? Karena benar, ini memang pilihanku sendiri. Dan sekali lagi, yang dikatakan Mas Rayhan memang benar, semuanya, segalanya, memang sangat benar.

Aku terlalu lemah untuk mengatakan 'tidak' di depan mama. Aku terlalu takut jika di saat aku mengatakan 'tidak', mama akan sedih dan kecewa dengan keputusanku.

Aku terlalu lemah dan takut.

Tapi siapa yang tau bagaimana Bagas ke depannya? Siapa yang menduga, jika nanti Bagas lah yang ternyata mampu membantuku terlepas dari segala kebencian pada apa yang aku yakini?

Tin...tin...

Aku menoleh ke arah pintu yang tertutup. Cepat sekali, pikirku. Ini bahkan masih dua jam lagi untuk kelas pertama hari ini.

Aku menghela napas. Ya, sudah satu bulan aku menjalaninya. Dan Bagas juga yang selalu datang dan pergi untuk menjemput dan mengantarkanku, dan selalu saja tepat waktu. Bahkan jika kelas kami berbeda jam, Ia tetap datang untuk menjemputku, entah bagaimana caranya, Ia memang datang dan sudah datang. Aku juga tak terlalu memikirkan bagaimana caranya Ia bisa sampai kesini, dengan senyum cerah dari balik pintu mobilnya setiap hari.

Apa Ia benar-benar sudah berubah?

Aku selalu mencoba dan berusaha sedikit demi sedikit, perlahan demi perlahan, untuk mulai membuka hatiku, kepada seseorang yang telah kuterima sekarang ini.

Tapi itulah bagian tersulitnya. Ketika dirimu sudah mulai mencintai seseorang, tetapi disaat itu pula kau juga harus mulai melupakannya. Demi seseorang yang karenanya, kau terpaksa untuk mencintainya.

Maafkan aku.

Aku memakai pakaian simple, kemudian menenteng tasku, lalu bergegas turun. Untung saja aku selalu mandi sebelum menunaikan shalat subuhku, dan aku juga bisa diandalkan untuk bersiap dengan cepat.

"Cepet banget, Gas." Ujarku sambil menutup pintu mobilnya.

Ia tersenyum, "kamu lupa hari ini kita udah satu bulan?," sesekali Ia menengok ke arahku.

Astaga. Aku melupakannya, "Oh...iya. Eh...aku terlalu banyak tugas kayanya." Jawabku, dengan tidak bahagia.

Tak lama kemudian, kami berhenti di salah satu cafe yang cukup hits di kalangan anak muda terutama mahasiswa seperti kami.

Aku menengok ke arah lantai atasnya. Namun, sedetik setelah itu, Bagas mengalangi pandanganku dengan kedua tangannya, kemudian Ia menarik dan menghadapkan wajahku ke hadapannya dengan kedua tangannya, "eits...liat aku aja, jangan liat yang lain."

Ck! Bodoh! Pikirku. Aku sudah melihatnya, dan aku langsung mengerti. Kau tak bisa membuatku terkejut oleh surprisemu itu, Gas. Apa kau tidak bisa berpikir? Atau, apa kau tidak mempunyai inisiatif untuk menutup mataku ini?

Ia menyewa dan mendekor lantai atas seperti dulu lagi. Dan aku benci lagi. Aku tak suka sesuatu yang berlebihan seperti ini, astaga.

Kami menaiki tangga ke lantai atas. Namun, sesaat setelah kami tiba, bukannya tersanjung, aku malah dibuat heran. Ada dua orang pelayan cafe tersebut di sisi kiriku yang kemudian mengulurkan sebuah buket berukuran sedang dengan dihiasi bunga mawar berwarna biru.

"Makasih...," ujarku sambil tersenyum dengan penuh keheranan. Karena sekali lagi, aku hanya merayakan anniversary yang pertama dan bukannya merayakan anniversary ke-5 tahun atau gladi bersih untuk merayakan resepsi pernikahan.

Aku menerima buket tersebut dengan lembut. Lalu setelah kedua pelayan tersebut berlalu, Bagas mengarahkanku untuk menuju ke kursi paling ujung, yang di mejanya sudah nampak kue besar berwarna putih yang elegan dengan berbagai macam buah-buahan di atasnya.
Aku menjadi sedikit tersanjung, rupanya Ia tahu kue kesukaanku.

Namun bukan itu yang menjadi fokusku saat ini. Melainkan, seorang wanita dengan dress berwarna putih selutut yang tengah menunggu di belakang kue tersebut sambil berdiri dan tersenyum ke arah kami. Ralat, ke arah Bagas. Itulah yang kembali membuatku menatap Bagas dengan heran untuk yang kesekian kalinya.

Karena seingatku, Bagas tak mempunyai kakak atau adik, dan itulah yang menjadikannya sebagai anak tunggal di keluarganya. Ia juga tak pernah menjelaskan bahwa Ia punya saudara jauh atau sepupu perempuan padaku sebelumnya. Lalu, siapa wanita itu?

•••

Mau minta pendapat kalian dong. Menurut kalian, setiap chapterku ini kurang panjang apa nggak?

Satu Alasan [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang