Bagian 35

3.3K 315 15
                                        

"Jika kalian mau sesuatu dan ingin menjadi sesuatu, jangan hanya bermimpi dan berdoa, tapi berbuatlah, berubahlah dan lakukan saat ini, sekarang juga!"

‐ Ahmad Fuadi

                               ⚓

Termasuk Danu, lima orang tentara dengan pangkat yang berbeda-beda, nampak berkumpul dalam posisi berdiri di depan ruang instalasi tersebut pada sekitar pukul 02.35 waktu dini hari. Setidaknya, pemandangan itu lah yang kusaksikan dari kursi di sudut lorong, dengan sebuah pot besar dengan tanaman hijau berdaun lebar di sisi sebelah kirinya, yang membantuku untuk mengaburkan sedikit kehadiranku yang tak diharapkan disini.

Bersama mas Rayhan yang setia menemaniku di tengah malam seperti ini, dan seorang lelaki yang kira-kira berumur hampir berkepala tiga yang tak kami kenal sebelumnya. Mengatakan bahwa ia tengah menunggu istrinya yang akan melakukan persalinan. Ia sekilas berperawakan lebih pendek jika kulihat dari puncak kepala mas Rayhan. Sedang aku sendiri, mendarat di kursi paling pojok sambil menunggu apa yang akan terjadi pada nasibku selanjutnya, sembari bergerak tidak nyaman.

Aku tak punya hal apapun lagi untuk kukerjakan, dan aku juga sudah tak punya teman lagi untuk aku ajak bicara. Lalu Gina? Ia tetap bergeming di kursi tunggu tepat di muka depan ruangan tersebut. Walau memang, aku yang meminta waktu padanya untuk menyendiri terlebih dahulu agar dapat menjernihkan pikiranku, lalu dengan pasrahnya ia mengangguk menyetujui. Meskipun, ia tetap sekali dua kali melirikku dari ujung sana.

Kutoleh mas Rayhan yang sekarang lebih cenderung nampak seperti orang yang baru saja kembali ke peradaban, ia dengan lelaki yang baru ditemuinya itu, terus saja mencerocos tanpa henti dan mengobrol dengan penuh semangat dan sangat berekspresi, hingga aku lah yang lagi-lagi menjadi korban disini, yaitu—hanya diberi pemandangan punggung oleh dirinya.

Namun kali ini aku tak terlalu mempermasalahkannya, karena aku pun juga tenggelam dalam pikiranku sendiri yang begitu berkelit dan bahkan sudah sekeruh lumpur, dengan wajah datar menyedihkan dan tangan yang juga terbawa suasana, aku sudah merambah untuk memilin jari-jari daun yang berada tepat di samping depan wajahku.

Setelah ini semua selesai, lalu aku bagaimana?

Tapi tunggu dulu, sejak awal, ada atau tidaknya aku di sini, keadaan itu memang tidak diperlukan. Setiap denting detik yang bergerak, aku malah semakin menjadi bayang-bayang dan tak pernah terlihat oleh siapapun. Jikalau dilihat pun, semua orang pasti menganggapku hanya sebatas orang asing yang diajak oleh seorang anak Jenderal untuk menemaninya. Meskipun merasa risih, tetapi posisi itu lah yang membuat mereka tidak pernah mengusik atau mempertanyakanku sampai sekarang. Jadi mau tak mau, aku lah yang memang harus memikirkan kata 'bagaimana' itu, untuk diriku sendiri.

Berselang sekitar lima belas menit kemudian, ayah Gina datang bersama ajudan-ajudannya yang sama seperti sebelumnya. Ia nampak telah mengganti bajunya dengan setelan pakaian seperti warga biasa pada umumnya. Dan jika nanti—sebentar lagi kami berkesempatan untuk berbicara, ku harap ia sadar dengan pakaian apa ia bersuara. Setidak-tidaknya, ia sudah melepaskan simbol bintang itu dari atas pundaknya. Kini berarti, ia sangat tidak berhak untuk membawa ego dan kebanggannya lagi, mengingat kami sudah menggunakan pakaian yang sama.

Aku menunduk begitu aku merasakan atmosfer di detik ini telah berubah seakan menjelma makin tidak bersahabat semenjak kedatangannya. Aku juga sempat menangkap tatapan tidak sukanya mulai dari ia berbelok dan berjalan lurus menghadapku dari ujung lorong disana, yang seakan menusuk dan mengatakan dengan sengaja, bahwa inilah kesempatan terakhirku dan satu-satunya. Entah itu memang benar, atau hanya aku bersama pikiranku.

Kerumunan tentara tadi kembali pada posisi awalnya, setelah selama beberapa detik mereka menahan tangannya di udara untuk disejajarkan dengan alisnya. Kemudian seorang dokter masih dengan pakaian tentaranya yang terbalut oleh jas putih, juga nampak memberikan hormat ketika baru saja keluar dari dalam ruangan tersebut, sesaat setelah mereka melihat ayah Gina telah menunggu di depan pintu.

Satu Alasan [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang