"Kau akan berhasil dalam setiap pelajaran, dan kau harus percaya akan berhasil, dan berhasillah kau; anggap semua pelajaran mudah; jangan takut pada pelajaran apapun, karena ketakutan itu sendiri kebodohan awal yang membodohkan semuanya."
- Pramoedya Ananta Toer
⚓
Disinilah aku sekarang. Setelah beribu kali Gina memohon dan meminta maaf, semenjak satu minggu kemarin, akhirnya hatiku melunak juga.
Ya, aku bahkan sudah pasrah. Aku juga sudah ikhlas, atau mencoba ikhlas lebih tepatnya. Dan aku juga selalu teringat dengan perkataan mas Rayhan, jika Ia memang milikku, Ia akan kembali lagi kepadaku. Tentunya dengan jalan yang sudah Tuhan tentukan.
Aku dan Gina menunggu di pelabuhan sore ini. Entah bagaimana caranya, mereka telah membuat janji untuk bertemu. Dan mengingat hal itu, benar-benar membuatku muak. Anak ini bahkan sama sekali tak pernah menawariku kontaknya, astaga.
Ia terus berusaha untuk mengajakku berbicara, tapi lagi-lagi aku tetap tak bisa menghilangkan kekesalan di dasar hatiku. Jadi aku hanya menjawab sekenanya. Tapi sikap cuek dan masa bodohku terhadapnya, tetap tidak Ia hiraukan. Nyatanya, Ia tetap mencerocos dan terus berbicara apapun tanpa ku perdulikan.
"Ini mau ngapain sih? Mending pulang aja deh, lagian juga udah hampir maghrib." Ujarku gelisah.
"Eh-eh bentar. Tunggu bentar lagi. Please, bentar lagi ya, Rin."
Aku menghela napas lalu membuang wajah.
"Nah! Itu! Itu boat-nya!" Ia berdiri dengan penuh percaya diri serta dihiasi dengan wajah yang sumringah. Alhasil, aku juga ikut berdiri, melipat tanganku di antara dada dan perut, lalu menatapnya lekat dari kejauhan yang lambat laun, mereka tampak semakin dekat.
"Kok tumben ya laju banget, seakan dia tau gitu, kalo udah ada yang nungguin dia," Gina tersenyum tulus, yang membuatku seketika mengerti siapa orang yang tengah Ia gumamkan. Ia terus saja memandang dan menghadap kepada entah apa itu namanya, yang terlihat seperti motorboat atau apapun itu yang diatasnya telah terisi oleh empat orang, dengan satu orang yang, terbaring?
Dua orang tersebut nampak berjongkok entah sedang melakukan apa, tapi posisinya sangat mepet dengan satu orang yang terbaring itu. Apa Ia pingsan, sedang dibangunkan, atau apa?
Tanpa sadar, perlahan demi perlahan, Gina mulai berjalan maju dan beberapa langkah lebih dekat dari pinggir laut itu. Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi sebelum aku benar-benar bisa mencerna semuanya, Gina kemudian berteriak kencang ke arah mereka, "ABAAANGGG!!!" dengan air mukanya yang memucat lalu gerakan tangannya yang spontan menutup mulutnya seperti tak percaya.
Aku masih mematung di belakang sini. Sampai akhirnya mereka benar-benar sampai, lalu berusaha menggotong satu orang tersebut yang sudah nampak tak sadarkan diri dengan lukanya yang berdarah di bagian entahlah, punggungnya? Sehingga entah bagaimana caranya, ambulance TNI AL telah sampai dan beberapa dari mereka nampak berlari lalu membawanya dalam posisi tengkurap.
Gina tampak meraung dan berlari mendekatinya. Posisinya cukup jauh disana, namun suaranya yang nampak sangat sedih dan terkejut, membuatku masih bisa menangkap kalimat apa yang sedang Ia lontarkan.
"Pak, abang saya kenapa? Dia kenapa?" Ia terus menangis tersedu-sedu ditambah dengan wajah yang memerah.
Memangnya ada apa dengan Adam?
Aku mungkin juga sama terkejutnya dengan Gina, hanya saja saat ini aku benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi disini. Apa Ia terluka parah? Apa Ia hanya pingsan biasa? Atau seperti apa?

KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Alasan [HIATUS]
Roman d'amour"Apakah sebuah kesalahan jika saya memiliki profesi dengan seragam seperti ini? Saya mencintai negara saya, dan saya berusaha untuk menjaga negara ini seperti apa yang saya lakukan sekarang, bersama seragam ini. Lalu tidak bisa kah saya melakukan ha...