"Adakah yang lebih menggetarkan, dari sepasang pandang yang saling silau, tapi saling mencari?"
- Sam Haidy
⚓
"Sekarang, anak ayah sudah tumbuh menjadi seorang wanita yang sangat cantik dan tegar. Ayah percaya, kamu sudah dapat memilih mana yang terbaik dan tidak untukmu."
"Pelangi yang indah tidak datang dengan mudah. Dan setiap orang di dunia pun, hanya dilahirkan satu kali saja."
"Layaknya kamu. Hanya satu dan tidak akan ada yang menyamaimu, begitu juga dengan dirinya. Maka, beranilah."
"Jangan pernah korbankan kebahagiaanmu untuk seseorang yang sudah tidak dapat mencampuri itu. Jangan kamu pikirkan tentang itu lagi, Nak."
Petir menggelegar kuat memekakkan telinga hingga aku terbangun dengan begitu terkejut serta jantung yang berdegup. Aku menatap sekeliling dengan kaku, kemudian mengerjapkan mata beberapa kali untuk mendapatkan kembali kesadaranku yang belum sepenuhnya terkumpul.
Aku membuang napas panjang yang sebelumnya kuhirup dalam-dalam dengan perlahan demi menetralkan napasku yang masih memburu. "Apa maksudnya?" kataku seraya mengusap kepala dan menyisir rambutku dengan jemari tangan.
Sekali lagi kilatan cahaya mengerikan muncul dalam sekejap, yang diikuti dengan suara gemuruh yang menakutkan dan membuatku sontak menoleh ke arah jendela.
Rupanya sore ini hujan turun sangat deras. Hawa dingin yang terbawa oleh angin, rasanya menusuk dan meresap hingga ke bagian kulit terdalamku hingga membuatku bulu kudukku berdiri. Kuraih remot dan segera mematikan pendingin udara yang sebelumnya sudah kuatur pada suhu terbesar untuk meminimalisir udara yang terlalu dingin, namun nyatanya ini memang terlalu dingin hingga aku sampai-sampai harus mematikannya.
Aku berjalan ke arah jendela, membuka sedikit gorden jendela yang tertutup, lalu mengintip ke luar. Langit sore yang seharusnya menampilkan wujud jingganya, kini telah berubah warna—pucat, gelap, dan suram. Nampaknya hujan pada hari ini memang yang paling deras diantara hujan di bulan-bulan sebelumnya.
Bahkan, pohon bunga kenanga di pojok taman pun ikut terguyur derasnya hujan hingga ranting tipis pohon itu membengkok dan menjadikannya terlihat seperti akan patah.
Kurapatkan gorden biru muda itu kembali. Namun, terdapat bagian yang tersangkut, hingga harus kujinjitkan kakiku untuk segera membenahinya agar tertutup seperti sedia kala.
Aku duduk di tepian kasur sambil merapatkan luaran rajutku yang kugenggam kencang-kencang, lalu sepintas bayangan dua hari yang lalu muncul secara tiba-tiba, dimana Adam mengatakan hal itu dengan sangat jelas. Pada detik itu, harusnya aku merasa menjadi wanita paling beruntung sedunia, namun apa yang kurasakan saat itu, sangat jauh berbanding terbalik. Aku malah menaruh ragu.
Aku terlalu banyak memikirkan hal-hal masa lalu yang sewajarnya sudah bisa aku abaikan, namun nyatanya, aku terus mengaitkan kedua hal itu—ayah dan seragamnya.
Aku menoleh pada jam dinding yang melekat sempurna tepat di atas meja belajarku. Dua jam lagi harusnya kami akan bertemu, namun kini aku hanya bisa menghela napas dalam-dalam dan menikmati cuaca sore ini yang begitu mendebarkan.
Aku berdiri menghadap cermin tanpa melakukan apapun, lalu otakku mulai bergumam, "apa mimpi tadi ada hubungannya dengan apa yang kukhawatirkan sekarang ini?"
"Apa ayah ingin jika aku mengabaikan pengandaian perasaannya dan memutuskan untuk maju dan menerimanya tanpa menengok ke belakang lagi?"
Ayah mungkin tidak mengatakan itu dengan jelas namun aku yakin itu lah maksud yang ingin ia sampaikan dan seharusnya itu sudah menjadi jelas. Dan akan kulakukan seperti apa yang menurutku pantas.
![](https://img.wattpad.com/cover/189363851-288-k203339.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Alasan [HIATUS]
Romance"Apakah sebuah kesalahan jika saya memiliki profesi dengan seragam seperti ini? Saya mencintai negara saya, dan saya berusaha untuk menjaga negara ini seperti apa yang saya lakukan sekarang, bersama seragam ini. Lalu tidak bisa kah saya melakukan ha...