"Cinta adalah perbuatan. Kata-kata dan tulisan indah hanyalah omong kosong."
- Tere Liye
⚓
Aku menautkan kedua alisku pertanda heran. Aku benar-benar merasa risih dengan kehadiran wanita yang jika kutelisik dari ujung rambut hingga ujung kakinya, aku menilai bahwa diriku masih tetap lebih 'cantik' daripada wanita perusak suasana di seberangku ini, meskipun aku tak memakai make-up sekalipun. Aku terus saja menganalisanya, hingga akhirnya aku menyudahi tatapanku ini tepat sedetik sebelum tatapanku akan berserobok dengan wanita centil itu.
Sebenarnya, siapa yang jadi bintang wanita utamanya disini? Mengapa aku malah merasa, bahwa aku lah yang terabaikan disini?, sedang mereka berdua nampak asyik mencolek-colek kue yang bahkan sang empunya belum cicipi?
"Ehem," aku mendehem cukup keras. Kemudian sesaat setelah itu, Bagas langsung tersadar dan mengalihkan perhatiannya kembali padaku. Sedangkan wanita itu tetap mempertahankan posisi santai mengabaikannya sejak tadi.
Ia menaruh handphone-nya di atas meja, "Oh iya...Rin, happy anniv ya. Semoga kita baik-baik terus sampai nanti." Ia berujar sambil tersenyum, lalu tangan kanannya menepuk-nepuk tangan kiriku yang terulur di meja. Setelah itu, ia terlihat memberikan pisau kue kepadaku.
Permisi, Apa Ia baru saja berharap semoga kami berdua baik-baik saja, sedangkan tengah terduduk seorang wanita yang tidak kuketahui asal-usulnya sambil menggelayut manja dengan terus mengarahkan kamera hp-nya kepada wajah mereka berdua di depanku, dan Bagas dengan sukarela menanggapinya?!
Apa Ia sadar saat mengatakannya? Wah, aku bisa gila!
Aku mengangguk sambil melempar wajah ke arah kue, "hmm...semoga." sahutku singkat.
Kami terdiam. Dan mulutku yang memang sudah teramat gatal sedari tadi, memuntahkan pertanyaan ini pada akhirnya, "Hmm...Gas, itu siapa?" kataku sambil menunjuknya dengan daguku. Kemudian, wanita tadi melirik dan Ia juga memberikan tatapan seperti tak suka saat aku mengajukan pertanyaan tadi.
"Oh! Iya maaf. Kenalin Rin, ini Audrey," Ia menjeda kalimatnya, juga terlihat seperti menimang-nimang sesuatu, "temanku."
Aku mengangkat kedua alisku sembari memelototinya tak percaya, lalu berdehem sekali lagi, "Sorry, tapi...kenapa ada dia?" setelah mendengarnya, wanita gila itu melirikku dengan tatapan tajam.
Tapi masa bodoh! Aku sudah tak perduli. Aku benar-benar tak perduli dengan apapun penilaian yang akan wanita itu berikan kepadaku. Kini aku menunjukkan lagi sisi blak-blakan itu di diriku. Dan ya, aku memang ketus dan terdapat sedikit guratan judes di kedua mataku. Tapi terkadang, aku malah merasa bangga. Dengan digaris bawahi, aku akan menampakkannya hanya apabila aku sudah terusik.
"Sekedar teman, atau...lebih dari teman?" Aku melirik si kampret itu sepintas, kemudian Ia membuang tatapan licik ke arah Bagas, menaruh harapan besar. Seakan-akan Bagas akan mengatakan status mereka yang sebenarnya.
Benar-benar tak tahu diri wanita ini. Apa Ia tak punya malu? Datang ke acara perayaan pribadi seseorang hanya dengan persetujuan satu pihak? Apa Ia benar-benar tak punya rasa 'tidak enak' atau bagaimana, sih?
"Hmm...E-gini Rin, dia orang baru, dia juga belum kenal siapa-siapa disini. Tadi dia bilang bosan di rumahnya, jadi e-aku ajak dia kesini." tukasnya terbata-bata.
Aku melipat bibir sambil mengangguk-angguk pura-pura percaya, lalu aku mencoba untuk memancing dirinya, "baru lahir, apa baru jadian?" Ucapku dengan memiringkan kepala.
Ia sontak terdiam kikuk.
Ah, Bagas. Apa kau lupa pendidikan apa yang sedang wanitamu tempuh saat ini? Dustamu sangat kentara sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Alasan [HIATUS]
Romance"Apakah sebuah kesalahan jika saya memiliki profesi dengan seragam seperti ini? Saya mencintai negara saya, dan saya berusaha untuk menjaga negara ini seperti apa yang saya lakukan sekarang, bersama seragam ini. Lalu tidak bisa kah saya melakukan ha...