22. Lotus (7)

6.9K 625 41
                                    

Suatu hari, ia akan pergi. Maka nama nya ia kembalikan pada ibunya.

Suatu hari, ia akan mati. Maka, mahkota singgasana akan duduk dipangkuan ayahnya.

Suatu hari, ia akan hilang. Maka yang ia tinggalkan hanya sepenggal ingatan yang usang.

Suatu hari, salju akan berhenti berjatuhan. Ia pergi bersama cerita yang belum usai.

**

Seorang anak lelaki yang mungil tengah duduk dengan kaki yang lurus. Di pangkuan nya ada toples keramik bercorak biru tua yang terus saja menarik perhatian nya. Matanya menatap polos pada hewan berwarna terang yang sedang berenang di sana. Semakin ia berkedip, semakin ia menatap, orang-orang pasti akan menduga bahwa anak kecil itu diambang pilihan antara memasukan tangan nya atau tidak.

Serperti ia tengah ragu, akhirnya ia hanya memegang pinggiran guci itu dengan kedua tangan kecilnya. Menghela napas, lalu memutuskan untuk menatap ikan itu lebih dekat. Hampir terlihat seolah ia akan memasukan kepalanya. Setelah beberapa saat, ia menarik lagi kepala berpita dahi miliknya. Meletakan guci itu di lantai kayu, bocah itu memperbaiki posisi duduknya. Ia memandangi kedua tangan kecil milik nya sebelum termenung sendiri. Seolah ia memikirkan hal yang sangat serius.

Lampion yang indah tergantung di atas kepalanya sedikit bergoyang tertiup angin yang cukup kencang. Diiringi bunyi feng shui yang berdenting nyaring, menciptakan udara dingin yang sedikit misterius. Bocah itu mendongak saat sosok berpakaian hitam memasuki teras tempat ia duduk.

Orang itu berkulit putih, dengan leher yang jenjang serta bulu matanya yang panjang. Bajunya yang setengah digulung dan  sedikit basah tak luput dari pengamatan bocah laki-laki itu. Lelaki dewasa itu menoleh padanya, segera senyum merekah di bibir kemerahan miliknya.

"Apakah kamu menunggu lama? Hm, kamu duduk manis seperti yang aku perintahkan. Aku sangat bangga padamu. Kira-kira, hadiah apa yang kamu inginkan?"

Lelaki dewasa itu, Wei WuXian, dan bocah yang digendong nya adalah Lan YiHua. Lan YiHua tidak banyak berekspresi, tapi ia menunjuk kepada toples yang ada dibawah kaki mereka. Wei WuXian sedikit berpikir, "Apa? Bukan kah aku sudah memberikan ini pada mu? Atau.. Xiao Hua, kamu ingin aku menambahkan satu ikan lagi ke dalam sana?"

Lan YiHua mengangguk. Anak rambut yang jatuh ke dahinya nampak seperti tinta yang mengalir diatas kertas. Wei WuXian tidak bisa menolong dirinya sendiri, dengan gemas ia menciumi kedua pipi tembam itu. "Xiao Hua, bagaimana ini? Aku merasa mungkin sebentar lagi hatiku akan meledak."

Lan YiHua tersenyum, angin yang berhembus dingin beradu dengan keindahan di wajahnya. Riak dingin segera memudar, ia nampak akan mengucapkan sesuatu namun akhirnya ia menutup rapat bibirnya.

Wei WuXian cemberut, berpura-pura kecewa. "Xiao gege, mengapa kamu tidak pernah bicara lagi sekarang? Kamu sudah tumbuh begitu cepat, tapi kamu bahkan tidak ingin berbicara padaku?"

Lan YiHua berkedip, tapi senyuman nya tidak memudar. Jemari tangan nya yang kecil dan putih menunjuk ke depan dimana ada jalan utama menuju ke rumah mereka. Wei WuXian mencermati apa yang ditunjuk oleh anaknya dengan hati-hati. Tapi tidak ada apa-apa selain pohon bambu dan rerumputan serta tumbuhan pagar. Baru saja ia akan bertanya lagi, sosok laki-laki berjubah putih berjalan dengan langkah yang anggun. Sosoknya yang tinggi dengan pita dahi yang sedikit bergerak di belakang tubuhnya membuat orang itu nampak sangat khas. Wei WuXian segera tersenyum lebar.

Ia menarik hidung Lan YiHua dengan main-main, "Xiao Hua, aku tidak tau apakah maksudmu adalah untuk menyuruhku menyambut kedatangan HanGuang-Jun atau kamu menyuruhku memanggilnya gege. Tapi, ayo kita kesana?"

[END] LOTUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang