46. Dibawah Langit yang Menangis (4)

4.6K 611 195
                                    

Hujan mengguyur sebuah wilayah yang damai, setenang Dermaga Teratai. Sayup-sayup angin berhembus dengan dingin, suara tetesan air mengenai dedaunan terdengar merembes melalui celah-celah jendela. Aroma daun teratai yang basah tercium samar, bunganya turut mekar dan basah oleh air yang berjatuhan.

Sosok berpakaian ungu tua tengah berdiri di sebuah pembatas, dia tinggi menjulang dan terlihat angkuh. Mata yang tajam menatap kedepan dengan jemari panjangnya meremas sebuah kertas malang yang kini sudah sangat lusuh. Ia mengeratkan giginya dalam diam.

Jiang Cheng memilih untuk duduk pada akhirnya, namun tatapan matanya masihlah tetap sama. Sekarang dia benar-benar sadar, sejauh apapun Wei WuXian pergi dari kehidupan damainya, ia tetap tidak bisa acuh dengan orang itu. Sebab bagaimana-pun selain Jin Ling, Wei WuXian adalah satu-satunya orang yang tertinggal setelah kejadian pahit beberapa tahun yang lalu. Orang terdekat yang mengerti dirinya lebih daripada orang lain, Jiang Cheng tidak akan berbohong, jauh dalam lubuk hatinya dia masih berharap mereka bisa berjalan bersama-sama.

Kabar tentang kematian putra Lan WangJi sudah menyebar luas di dunia kultivasi. Hal yang masih menjadi perbincangan hangat adalah bagaimana bocah itu bisa meninggal, diamana mayatnya, dan siapa pembunuhnya. Banyak yang berkata bahwa Jenderal Hantu adalah orang yang membunuhnya, itu sebabnya dia begitu depresi sampai nyaris gila. Jiang Cheng tidak ingin percaya, tapi kejadian dimana Wen Ning membunuh suami kakaknya jelas masih mengganggu pikiran miliknya.

Tapi meski begitu, Jiang Cheng mungkin bukan satu-satunya orang yang tidak ingin mempercayai bualan ini. Sebab, dia telah membuat kesimpulan yang salah pada waktu itu, dan dia tidak ingin lagi berdiri berseberangan dengan Wei WuXian. Ia merasa tidak berdaya, tapi apa yang harus dia lakukan?

Beberapa waktu yang lalu, kedamaian Lotus Pier terganggu oleh selembar kertas yang kini tengah digenggam olehnya. Sungguh sial, hanya dengan selembar surat ini, suasana hatinya berubah tidak begitu bagus.

Lelaki bernama Jiang WanYin itu memejamkan matanya sejenak, sungguh, sampai saat ini pun dia belum bisa memutuskan tindakan-nya. Rintik-rintik air semakin jelas berjatuhan karena hujan yang mulai mereda. Jiang Cheng termenung cukup lama, bagaimana jika seandainya dia kembali memilih keputusan yang salah?

Isi surat itu tidak-lah banyak, tidak berisi sesuatu yang layak, menurutnya. Meski begitu dia masih terkejut menerima surat ini, surat yang berisikan ajakan sebuah pengepungan sekaligus meminta Jiang Cheng sebagai saksi kejatuhan hukuman.

Dan orang yang lagi-lagi diincar adalah Wei WuXian!

Pertanggung- jawaban menyangkut kematian Shen Jia Li, dan pembantaian di menara pengawas milik Sekte Bai, semua di jelaskan secara singkat. Namun Jiang Cheng sendiri merasa bingung, semua ini terasa aneh.

Ia tidak lagi bisa mengerti apa yang dipikirkan orang-orang disekitarnya, tidak, mungkin sejak dulu dia memang tidak bisa mengerti. Mungkin sekarang ia hanya satu-satunya orang yang berpikir bahwa semua ini terasa tidak benar. Mungkin kali ini akan lebih banyak orang yang terlibat. Dan sekarang, mungkin telah tiba waktu dimana dia akan merubah keputusan.

**

Jubah sewarna salju itu tersebar di lantai, tatapan mata yang dingin menembus kedalaman hati. Di hadapan tiga puluh tiga senior, berserta Lan QiRen juga Lan XiChen, dia berlutut di samping Wei WuXian yang masih terdiam di sampingnya. Dua telapak tangan miliknya diletakan pada posisi yang benar, posisi yang tampak sangat tenang dan angkuh, namun bola mata sejernih emas itu sesekali melirik ke samping. Dimana sosok yang dia harapkan akan terus bersama hingga Yang Kuasa memutuskan untuk mengambil nyawanya.

Wei WuXian memiliki wajah yang begitu tenang, entah apa yang sedang dipikirkan olehnya, dia terlihat diam dan lebih acuh dari biasanya. Sesekali dia akan membalas lirikan Lan WangJi untuknya, lalu diam-diam menikmati segumpal manisan berbau harum yang meresap kedalam hatinya kala darahnya berdesir dengan malu.

[END] LOTUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang