31. Sebuah Belenggu (6)

5.7K 598 81
                                    

Seorang anak kecil duduk dibawah pohon herbal peony. Dia menunduk, menggigit kue kukus yang sudah mengeras. Ia berpakaian hitam, itu jelas dulunya adalah kain yang sangat mahal. Namun jika diperhatikan, maka pakaian itu sekarang bukanlah pakaian yang bagus lagi. Berlubang, kotor, dan memiliki jejak darah mengering.

Kulitnya merupakan kulit yang begitu indah, menarik, dan putih seperti batu giok. Namun sayangnya semua itu tertutup oleh debu, luka goresan, dan lebam yang menyakitkan. Wajahnya tampan, dan sangat memikat meski sudut bibirnya terluka, dan sebuah lebam keunguan di pipi kanan nya. Bola matanya jernih, rambut hitamnya diikat tinggi. Bibir nya tipis dan pucat, dia berkedip dengan bulu mata yang panjang.

Jari-jarinya yang kurus dan pucat menepuk debu di sepatu botnya yang usang. Lalu tangannya meraba perban di kepalanya yang kecil. Tidak ada jejak air mata, tidak ada jejak kesedihan. Namun siapa yang bisa menjamin bahwa dia tidak merasakan semua itu?

**

Dia sedikit menyeret kakinya yang patah, ia meringis saat menjauhi sebuah pasar yang ramai. Sudut bibirnya berdarah, dan perban dikepalanya kembali basah.

Setelah dirasanya cukup jauh, dia kembali duduk di bawah pohon. Namun segerombolan pria kekar, datang untuk memukulinya-lagi. Dan itu adalah kejadian yang dilaluinya sehari-hari. Dan mungkin sekarang tulang rusuknya patah. Saat mereka berlalu pergi, dia terbaring begitu saja dengan mata terpejam. Ia masih bisa mendengar tawa mereka yang menyebalkan.

"Hahaha..anak sialan itu sangat tidak tau diri! Dia berharap ayahnya akan memberi belas kasihan? Sunggguh konyol!"

"Saudaranya sangat berbakat, tapi lihat dia! Bahkan dia tidak mampu mengayunkan tinjunya!"

"Hei, hei, apa tidak apa kita memukulinya setiap hari seperti itu?"

"Apa yang kamu katakan? Buktinya kita masih baik-baik saja sampai sekarang. Semakin dia menderita, semakin Yang Mulia Raja akan bahagia!"

"Memiliki anak seperti dia? Jelas tidak ada yang mau. Dia sangat tidak berguna."

"Dia hanya lalat di keluarganya. Yang Mulia jelas tidak akan mengakui dirinya."

"Hahaha..menjijikan!"

Anak kecil itu membuka matanya yang indah, suaranya serak saat dia berbisik pada angin. "Ayah, apa salahku?"

**

Dia tidur dibawah pohon bunga peony seperti biasa selama dua hari. Ia sudah terbiasa menahan lapar, dan haus. Dia ingin mati, tapi ternyata orang susah sepertinya memiliki banyak nyawa.

Suatu hari ia menyeret tubuh penuh lukanya menuju ke hutan terdekat. Dia kemudian duduk dan menumbuk dedaunan liar untuk dia oleskan pada luka-lukanya. Lalu tertidur lagi setelah minum air sungai sepuasnya.

Keesokan paginya dia kembali terbangun, lalu menyeret tubuhnya menuju sungai. Dia memandang dirinya yang begitu kotor. Setelah beberapa pertimbangan, dia mandi dan mencuci pakaian miliknya. Kulitnya putih bersih, meski menyimpan banyak luka.

Dia duduk di pinggir sungai selama beberapa saat sambil menunggu bajunya kering. Setelah dia memakai pakaiannya, dia pergi untuk mencari buah guna mengganjal perutnya.

**

"Sialan! Jangan menghalangi jalanku!"

BAM!

Tubuhnya terlempar ke tanah untuk kesekian kalinya. Dia batuk darah, mungkin tulang rusuknya bertambah buruk. Padahal, dia hanya pergi ke pasar untuk mencari kentang setengah busuk yang dibuang. Dia ingin menanamnya di suatu tempat. Tapi dia bertemu dengan orang-orang milik ayahnya.

[END] LOTUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang