40. Bunga yang Tumbuh di Bawah Kabut (5)

5.6K 605 70
                                    

Terik sinar matahari menyinari sesosok wajah rupawan yang berpeluh. Di dahinya yang halus, sebuah pita dahi bertengger dengan benar tanpa setitikpun tanda-tanda kelusuhan. Pipi sedikit ternoda debu, dan bibirnya terlihat kering. Pelipis dan rambutnya yang sehitam arang basah oleh keringat yang mengucur, namun sorot matanya menunjukan tekad yang teguh.

Jemarinya terlihat memerah, namun dia berusaha keras untuk tetap fokus pada latihan-nya. Bajunya pun ikut ternoda tanah di sudut-sudut tertentu. Caranya mengayunkan pedang sangat tepat, tegas dan anggun namun tau dimana saat ia harus terlihat ganas. Lan WangJi dan Lan XiChen bahkan sampai tidak bisa berkomentar apa-apa. Mereka terpaku pada sosok kecil yang sibuk berlatih sendiri di lapangan. Gerakan tubuh dan pedangnya sangat selaras, sangat memikat seolah dia memang diciptakan untuk mencintai seni bela diri. Wei WuXian bahkan tidak bisa menahan gumaman kekaguman untuk putranya.

Wajah anak itu seolah bersinar. Alisnya panjang dengan bulu mata yang menjuntai dan tebal, indah namun tidak nampak seperti perempuan. Hidungnya lurus lancip bagaikan pahatan dewa, bibirnya yang sekarang sedikit pucat dengan kulit putih yang begitu bening. Kedua matanya tampak teduh dan tajam secara bersamaan, lembut namun penuh ketegasan. Dia terlihat penuh kasih, namun dingin disaat itu juga, tanpa ekspresi, namun tidak kasar. Cantik, tapi terlihat tampan. Tegas dan acuh dengan sedikit kenakalan yang tersembunyi diantara sudut bibirnya yang jarang sekali menyeringai.

Wajah seperti itu, hanya ada di dalam negeri dongeng yang mana itu adalah gambaran wajah dewa di surga.

Saat matahari mulai meninggi hampir di atas kepala, Lan YiHua barulah mau menurunkan pedangnya. Dia menyarungkan Yunwu dengan cepat, tanpa menunggu lama dia berlari menghambur pada pelukan Wei WuXian. Ia tersenyum dengan senang, begitu pula Wei WuXian yang tertawa menyambutnya. Jubah putih bermotif awan terbungkus diantara bahunya, itu adalah milik Lan WangJi. Dan dia sekarang tampak seperti seorang nyonya terhormat, sementara itu di pangkuan Wei WuXian ada lipatan jubah lain yang lebih kecil.

Wei WuXian menyeka keringat dengan lengan bajunya, dia tidak berhenti tersenyum. "Luar biasa!" ia mengecupi wajah anak itu berkali-kali. Dia juga mendekap Lan YiHua tanpa sebuah keengganan.

"A-Xiao memang sangat hebat. Kamu adalah kebanggaan seorang Wei WuXian!" lanjutnya cepat.

Lan YiHua menghirup bau khas Ibunya dalam-dalam, bibirnya melengkung dengan indah. Ia sangat bersyukur menjadi anak dari orang ini.

Lan XiChen ikut tersenyum, hubungan ini memang terlihat sangat indah. Ia hanya kebetulan lewat, melihat keponakannya berlatih ia menjadi sangat tertarik dan juga merasa sedikit menyesal tidak bisa mengajar anak itu hari ini. "A-Yi, kamu sangat hebat. Shifu bahkan perlu beberapa hari untuk mencapai apa yang kamu raih hari ini, begitu pula dengan Ayahmu. Tapi lihat kamu, hanya memerlukan waktu kurang dari sehari, semuanya bisa kamu kuasai."

Lan YiHua mengangguk sedikit, dia terlihat enggan melepaskan pelukan Wei WuXian. "Terima kasih, shifu."

Lan WangJi menjadi orang terakhir yang berucap, "Luar biasa."

Lan YiHua tersenyum dan membalas dengan sepenuh hati. Dia pergi pada Lan WangJi untuk sekedar memeluknya, "Terima kasih, Ayah."

Lan WangJi meletak-kan dagu di puncak kepalanya dengan ringan, tangan besarnya mengelus punggung sempit yang basah itu. Lan XiChen tersenyum, sekarang dia tau apa arti kebahagiaan yang sesungguhnya. Dia tidak bisa menolong hatinya yang iri, adiknya bahkan sudah berkeluarga tapi dirinya? Sudahlah.

"Kalau begitu, aku pamit dulu. Berlatihlah dengan rajin, A-Yi." Lan XiChen tersenyum, dia mengusap kepala yang terbenam di dada Lan WangJi.

Lan YiHua mendongak, dia mengangguk samar menatap shifu-nya. "Baik."

[END] LOTUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang