RF.07

32.9K 5.7K 700
                                    

©dotorijen
-

"Keluarkan!"

"Tidak."

Taeyong menggeram, mengacak gemas surai hitam berantakan miliknya. Dia kacau, masih susah payah membujuk si keras kepala Jung. Oh Lee, kalian sama saja.

"Kita belum mencobanya, kalau aku sekarat kau bisa memasukkannya lagi. Mudah kan?" Taeyong berkata.

Jaehyun kembali menutup lembar koran di tangan meski belum sempat ia baca. Masih tenang menghadapi si manis yang tetap mendumal sejak pagi—bahkan malam hari sebelum kepalanya terjatuh ke atas bantal bulu angsa kesayangan. Dengan keras meminta Jaehyun untuk mengeluarkan maniknya.

Tapi tetap tidak dikabulkannya. Masa bodoh.

Jaehyun melepas kaca mata, melirik meja kosong di depan, dia lupa membuat kopi.

"Bisa buatkan aku kopi?"

Tentu saja yang ia dapat hanya penolakan mentah. Si manis memekik dengan tinjuan-tinjuan ke udara bersama kakinya yang ikut bergerak, benar-benar kekanakan.

"Hey Jung, jangan mengabaikanku."

"Aku tidak."

"Kau dengar apa kataku barusan? Keluarkan manikmu!!"

Jaehyun menggeser sedikit, mendekat namun tetap memberi jarak. Pemuda di depannya membuang muka, melihat apa saja benda mati selain dirinya.

"Wajahmu memerah. Kau malu?" kata Jaehyun, menyeringai samar.

Si manis mendelik, mata bulatnya menyorot bengis. "Tidak!! Untuk apa, sinting."

Jaehyun menahan senyum. Menarik tubuh kelewat bongsornya untuk bersandar pada kursi, menggosok bawah hidungnya dengan ekspresi tetap.

"Tidak semudah itu, Lee." katanya, tidak memperhatikan raut wajah si manis di samping sana yang semakin menggelap muram.

"Apa tidak ada cara lain untuk mengeluarkan manik atau apapun itu?"

"Tidak ada."

Taeyong belum mau mengalah. Dia takkan menyerah, mungkin harus melakukan cara ini supaya berhasil. Biasanya mudah saja jika dilakukan kepada Doyoung atau mamah papahnya.

"Jaehyunah.... lakukan saja~ eung?"

Jaehyun melihat di sudut matanya, melotot. Tidak, dia tidak boleh jatuh hanya karena mata bulat jernih yang berbinar tidak biasa. Cantik. Jujur saja hatinya berdenyut dan itu agak menyenangkan, belum lagi bibir merah yang melengkung jatuh dengan bagian bawah maju ke depan. Cemberut.

Oh tidak! Lee Taeyong terlalu imut.

"Kita coba saja~ eung eung?"

"Ya Tuhan..." Jaehyun menunduk, menggeram rendah. Sial, rupanya dia kalah.

Pagi itu silau, mata Taeyong menyipit saat bertubrukan dengan matahari yang mengintip. Kasur putih yang ia tata rapih kini berantakan lagi. Taeyong tersentak saat Jaehyun menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang.

Taeyong tidak menolak ketika Jaehyun membawanya ke dalam gendongan. Walau berkali-kali Jaehyun peringatkan kalau prosesnya akan terasa amat sangat sakit, tapi dia tetap tak mau peduli. Hanya ragu sesaat ketika melewati pintu kamar.

"K-kenapa pula harus disini?" Taeyong mencicit.

"Bagaimanapun, kau akan jatuh pingsan. Jadi lebih aman jika kita lakukan disini." jawab orang yang kini telah mengukung penuh dirinya.

Jaehyun mencengkram lembut tangan si pemuda Lee, getaran halus dia rasakan. Segaris senyum terpatri ditemani lesung pipi, dia menatap hangat wajah kaku di bawahnya. Taeyong terlihat sangat tegang, padahal sebelumnya dia sendiri yang menantang.

"Rileks." kata Jaehyun.

"A-aku rileks."

"Lihat aku."

Taeyong memutar kepalanya, mengerjap sebelum mata itu terkunci sepenuhnya pada sepasang iris kelabu. Indah, bagaimana bisa terlihat seperti langit mendung. Taeyong tenggelam sesaat sebelum suara Jaehyun kembali menyambar akal sehatnya.

"Sekarang buka mulutmu."

Taeyong melotot, namun suara Jaehyun kembali menyahut.

"Aku memasukkan manik itu lewat mulutmu, sekarang kita keluarkan dengan cara yang sama. Jangan berpikiran cabul dulu."

Jaehyun menekan lutut Taeyong sebelum pemuda itu lekas menendangnya sambil memaki. Merah merata di kulit wajah hingga lehernya, Jaehyun menelan ludah susah payah, Taeyong sedang tersipu juga rupanya.

"Masih bisa kita lanjutkan? Kalau tidak, tidak papa." Jaehyun berujar pelan.

Taeyong menggeleng cepat, menolak. Dia berkata meski serak. "Lanjutkan." lalu membuka belah bibirnya perlahan.

Jaehyun memiringkan kepala, bergerak lambat mengikis jarak. Sampai kedua bibir itu nyaris bersentuhan, dia berhenti, menunggu sampai timbul cahaya putih di antara celah bibir mereka.

Cengkraman Jaehyun mengetat seiring kuatnya pemuda itu berontak dan mengenjang hebat. Seluruh otot di tubuhnya berkontraksi, begitu juga dengan urat-urat di sekitar wajah, sampai bola mata itu tenggelam dan menumpahkan banyak air mata. Jaehyun berhenti, menjauhkan bibir keduanya.

Sesak dirasa, sesuatu seperti menghimpit paru-paru dan meremas jantungnya. Sakit luar biasa.

"Kau... takkan sanggup." Jaehyun terengah, bulir peluh mengalir lambat di pelipis kiri dan kanan.

"Itu belum apa-apa..... Akan lebih sakit rasanya... Kalau sampai manik itu terlepas dari tubuhmu...." Jaehyun melirik Taeyong yang tak sanggup bersuara. "Rasanya seperti sedang meregang nyawa."

Taeyong meringkuk ke samping, meremas baju di dadanya kuat. Tadi itu sakit bukan main.

"Maaf... beginilah jadinya. Kita sudah terikat." Jaehyun berucap lirih.

Ia memandang punggung sempit di sampingnya yang menggigil. Menyentuh pundak itu hati-hati seolah sanggup rapuh kapan saja.

"Hey, aku akan bertanggung jawab atas semuanya."

Taeyong terdiam, sakitnya masih tersisa. Belum membaik.

"Istirahat, kita bicarakan ini nanti. Siapkan tenagamu untuk memukulku. Sepuasmu, lakukan saja."

Jaehyun mengusap punggungnya sebentar, lalu beranjak dengan perlahan. Taeyong bersuara lirih.

"Bisa kau peluk aku?"

"Ya?"

"Peluk aku, Jaehyun." Taeyong memejamkan mata, tiga kata yang menyakitkan. Bicara saja susah.

Jaehyun sedikit banyak hanya mengangkat alis, namun tak menolak. Ia menurut saja, lekas naik ke atas ranjang, lalu memeluk si manis yang masih kesakitan.

"Maaf, sungguh."

-

To be continued...

A-yoooo wassup!

Streaming Kick it ya! Yongie garang-garangan nih, tapi masih kalah jauh sama domnya. Hehe

Terima kasih sudah membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terima kasih sudah membaca.
Best regards,
—Jen

(✔) Rain FoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang