©dotorijen
-Taeyong menarik koper terakhir yang dia bawa, sepasang roda kecilnya berputar melindas bebatuan. Di sini, tepat di kaki gunung yang membatas kota dengan sebuah desa. Sepi dan damai.
Pemuda itu berdiri di depan rumah berukuran sedang, tempat yang akan dihuninya mulai dari sekarang. Tampak begitu nyaman dengan eksterior sederhana. Cukup bersih dan masih terlihat kokoh. Suasana di sekitar juga begitu asri dan tenang. Semua yang Taeyong impikan demi ketenangan hidupnya kini tercapai.
"Apakah itu ladang gandum?"
Taeyong melirik yang berbicara, Doyoung. Pria itu menunjuk hamparan kuning cokelat di kejauhan.
"Kurasa."
"Wah! Sepertinya aku akan sering main kesini!"
"Dengan senang hati, sekarang, bisa bantu aku membawa kursi?"
"Siap, kapten!" katanya jenaka. Seperti biasa, tidak ada yang cocok dengan Lee Taeyong selain si pria bermata kelinci.
Wajar, mereka telah menjadi teman baik selama tujuh tahun lebih.
Mata Taeyong menjelajah seisi rumah. Tampak normal saja. Namun agak aneh, karena hampir tak menemukan debu di sana. Bersih, seperti terurus dengan rutin.
"Berapa kamar di sini?" tanya Doyoung.
"Dua kamar, satu dapur, satu kamar mandi."
Bibir si dokter mengerucut, mengangguk. "Lumayan juga."
"Ah! Ada satu ruangan di atap. Tapi masih terkunci, aku akan meminta kuncinya besok, kurasa bisa kupakai untuk gudang."
Taeyong menatap tangga kayunya, meringis. Yang itu seperti tak pernah disentuh, berdebu dan rapuh.
***
"Mn.. Kabar baik, Bu."
"Ibu akan berkunjung di musim dingin."
"Baik, aku akan menunggu. Buatkan aku kue jahe ya."
"Tentu sayang, tidur yang nyenyak."
"Baik Bu, selamat malam."
Setelah melepas rindu dengan sang Ibu, Taeyong kembali menata pakaian di lantai. Satu-satu dia pisahkan, sesuai musim. Dan baru sadar kalau baju musim dinginnya tak cukup tahun ini. Beberapa sudah tipis dan bolong. Harus beli lagi, setidaknya sweater rajut tebal untuk dipakai seharian.
Menghela napas, dia selesai dengan lemari pakaian. Kini waktunya bermanja dengan selimut dan bantal.
Srekk...
Kepalanya terangkat cepat, menatap langit kamar yang baru saja mengeluarkan suara—kalau telinganya tak salah dengar. Sedikit ketakutan, Taeyong berjalan ke dekat jendela. Ingin menutup gorden, namun pemandangan di luar sana terlalu menggiurkan.
Taeyong berdiri di tepian kamar, menghadap jendela. Bola matanya selalu cerah, menatap langit hitam dengan bintang bertabur asal, juga bulan yang menggantung rendah, baru saja keluar mengganti sang surya.
Sungguh, mereka semua tercipta sempurna.
Sesaat dia lupa soal suara tadi. Tidak lagi takut, yang ada dia mengantuk. Padahal baru jam tujuh.
"Ah, kurasa Doyoung juga memberiku cokelat." gumamnya.
Kemudian pergi ke dapur, ingin memastikan kalau kotak cokelat benar ada di kulkas. Sudah terbiasa, Taeyong harus menghangatkan perut dengan susu atau cokelat sebelum tidur.
Namun yang terjadi membuatnya terkejut lebih. Pintu kulkasnya terbuka, padahal dia yakin sekali tadi tertutup rapat. Mana mungkin ada tikus yang mampu membukanya. Benda itu punya berat lebih dari 200 pon. Gila saja!
Lalu menengok ke dalam, lebih mengejutkan lagi karena hanwoo yang dia punya hilang tiga.
-
To be continued...
Hmm... Siapa yang nyuri daging yongie ya? Mana mahal pula 😞
Terima kasih sudah membaca,
Mind to vote and comment?
—Jen
KAMU SEDANG MEMBACA
(✔) Rain Fox
Fanfic[ SELESAI ] Bagaimana rasanya tinggal dan menikah bersama manusia rubah? Lee Taeyong membeli sebuah rumah di pedesaan. Namun tak disangka, ternyata rumah itu masih berpenghuni dan sosok yang tinggal di sana adalah manusia rubah berekor sembilan. - ⚠...