©dotorijen
-"Aku menyiapkan kepiting kecap asin, ibu membawa banyak kemarin."
Taeyong membuka tutup plastik pada kotak besar yang berisi ganjang gejang. Pemberian dari sang ibu yang kemarin berkunjung begitu mendengar kabar tentang kelahiran cucunya yang tinggal menghitung minggu.
Orang tuanya begitu suka membanggakan cucu pertama mereka dimana pun, setiap waktu. Terutama sang ibu, mendengar cucu pertamanya laki-laki ia benar-benar bahagia sampai turun tangis.
"Apa saja masakan istri ku, pasti akan aku habiskan."
Taeyong berdecih pada ucapan Jaehyun barusan. Benar-benar picisan.
Jaehyun menyeruput kopi panas yang tersimpan di meja, masih mengepul asapnya karena baru diseduh menit lalu oleh sang istri. Pagi yang cukup sibuk di hari Selasa karena hari ini adalah jadwal pemeriksaan kandungan Taeyong di pertengahan trimester ketiga.
Dari jauh hari mereka telah menyiapkan segala keperluan untuk persalinan, Jaehyun siaga 24 jam dan merasa cemas setiap waktu padahal Taeyong sendiri tak terlalu memikirkan itu.
"Aku bisa pergi bersama Doyoung kalau kau harus datang ke klinik hari ini."
"Dan kau pikir Doyoung tidak lebih sibuk dariku?"
Taeyong berkedip, benar juga, dia baru ingat dengan jadwal Doyoung yang lebih padat. Apalagi dari seminggu yang lalu ada kabar dimana korban virus yang sedang menginfeksi bumi saat ini terus bertambah. Taeyong merasa prihatin setiap kali menonton berita, betapa menyedihkan nasib manusia sekarang.
Jaehyun bangkit dari kursi, membawa cangkir kosongnya untuk disimpan ke dalam sink. Kemudian berdiri di samping Taeyong, melihat pemuda manis itu dengan sarung tangan pink sedang memindahkan kepiting yang direndam kecap asin ke dalam piring.
"Dengan jumlah sebanyak ini, bisa untuk makan dua hari." ucap Taeyong.
Jaehyun berpindah ke belakang tubuhnya, kedua tangannya terangkat untuk memijat pundak Taeyong perlahan.
"Jangan keluar rumah bila tak perlu, kalau pun harus kau izin dulu padaku."
Taeyong menggeliat, pijatan Jaehyun biarpun tak bertenaga tetap saja terasa kuat.
"Baik, kapten."
Jaehyun terkekeh, pijatan itu diakhiri dengan kecupan di pipi.
***
Mereka selesai melakukan pemeriksaan, keluar dari rumah sakit rasanya Taeyong dapat bernapas lega. Jalur yang biasa dilewati orang banyak kini ditutup dan tak sembarang orang yang dapat masuk. Jaehyun bilang memang setiap rumah sakit saat ini mulai memperketat keamanan dan membatasi jumlah pembesuk.
"Bagaimana dengan klinik Jae? Kau tidak hanya bertemu dengan manusia tapi juga binatang." Taeyong mengikuti Jaehyun ke dekat parkiran, satu tangannya dituntun, ia dapat melihat perbedaan ukuran tangan mereka yang begitu kontras.
"Kau tidak perlu khawatir, klinik juga membatasi jumlah pasien di dalam. Kemarin kami baru saja mengurangi tempat duduk di lobi."
Taeyong masuk ke dalam begitu pintu mobil dibuka, gerakannya masih terbatas dan perlu upaya lebih hanya untuk menunduk dan menjatuhkan diri di atas kursi penumpang.
Pintu mobil terutup, Jaehyun menyusul masuk ke dalam. Mereka berniat langsung pulang ke rumah namun rupanya Taeyong ingin mampir ke toko buku sebentar.
-
Begitu memasuki toko mereka disambut ramah oleh kasir yang berjaga di dekat pintu. Laki-laki seusia anak SMA, wajahnya imut dengan kaca mata bening dan rambut pirang. Dalam sekilas pandang Taeyong membaca name tag di dadanya, bertuliskan Dong Sicheng.
"Ini toko buku milik temanku."
Jaehyun mengikuti langkah Taeyong menelusuri rak buku.
"Dan aku tidak tahu teman pemilik toko buku itu. Apa dia seorang pria? Ah, itu tidak penting. Sejak kapan kau punya teman baru? Kau mengenalnya di mana? Internet?"
Taeyong tertawa kecil mendengar cercaan Jaehyun mengenai teman barunya, ia memang cukup dekat dengan si pemilik toko buku ini tapi itu dulu, sewaktu SMA. Mereka baru bertemu kembali beberapa minggu lalu dan ini adalah kunjungan kedua Taeyong ke toko buku miliknya.
"Dia teman SMA ku Jae, namanya Nakamoto Yuta." jelas Taeyong dijawab anggukan kecil oleh Jaehyun.
Mereka berhenti di tengah-tengah rak besar, bagian buku Novel dari para penulis lokal. Dengan wajah berseri, Taeyong menatap deretan buku di depan, membaca setiap judul ceritanya.
Jari telunjuknya terangkat, bergerak lambat dari kiri ke kanan. "Tunggu sebentar lagi, bukuku akan berada di sini." ucapnya.
"Jadi kau datang ke sini hanya untuk pamer padaku?"
"Uhum," ia mengangguk cepat.
Jaehyun menanggapi itu dengan cengiran, sifat jahil Taeyong yang tak pernah hilang dan selalu membuatnya gemas.
Tangan kokohnya terjulur ke depan, sedikit menggebrak rak buku dengan kedua tangan. Pria yang lebih jangkung memapas jarak sementara orang yang terperangkap di antara tubuh besar dan rak buku itu hanya diam.
Waktu seakan berhenti. Dunia membisu.
Permata hitam itu mengunci kelabunya dengan telak. Bibir merah yang menjerat hasratnya setiap kali memandang. Kalau saja ada kata yang lebih tinggi dari indah mungkin kata itu lebih pantas untuk menyanjungnya.
"Aku mencintaimu."
Taeyong bungkam dengan satu kalimat itu, namun tak dipungkiri hatinya selalu berhasil dibuat berdebar tanpa henti.
Jaehyun mulai menjamah bibirnya, menyesap dan mengulum lembut tanpa menggebu. Seluruh perasaan tersampaikan dengan manis lewat ciuman itu.
"Aku juga mencintaimu, Jaehyun...
suamiku."
-
To be continued...
Hiiiiyyy merinding~
Terima kasih sudah membaca ❤
—Jen
KAMU SEDANG MEMBACA
(✔) Rain Fox
Fanfic[ SELESAI ] Bagaimana rasanya tinggal dan menikah bersama manusia rubah? Lee Taeyong membeli sebuah rumah di pedesaan. Namun tak disangka, ternyata rumah itu masih berpenghuni dan sosok yang tinggal di sana adalah manusia rubah berekor sembilan. - ⚠...