©dotorijen
-Pemuda Lee itu masih diam, sejak tadi, usai seorang nenek menceritakan sesuatu yang menurutnya tidak masuk akal. Ditatapnya sebuah kartu tarot di meja, ukurannya lebih besar dengan gambar berwarna merah, emas dan perak.
Kejutan lain ia terima hari ini. Nenek yang tempo hari memberinya sekeranjang buah persik bukanlah tetangga yang tak sengaja bertukar sapa dengannya. Taeyong meringis, menggigit pipi dalam. Rasanya ia dipermainkan. Ini konyol.
"Mungkin kalian salah orang." katanya hendak beranjak namun Jaehyun lekas menahannya.
"Tidak, aku tidak salah." kata Jaehyun yakin dan tegas.
Taeyong mendelik, menatap di sudut matanya. "Sinting." dia mengumpat pelan.
Wanita tua yang menurutnya sangat ramah sebelum ia masuk ke dalam permainan ini, membuat Taeyong merasa dilema. Ia menyukai nenek itu setelah lewat satu dekade tidak lagi merasakan kasih sayang seorang nenek. Tapi ia tak suka melihat hubungannya dengan Jaehyun yang terlampau dekat.
Taeyong tak suka dengan Jaehyun, sejauh ini. Pria itu menyebalkan dan aneh pikirnya.
"Nek, bisa nenek jelaskan lagi yang sesungguhnya? Maksudku sudah cukup aku bertemu dengan makhluk seperti ini," Taeyong mengangkat telunjuknya, mengarah tepat ke wajah si pria Jung "lalu tinggal bersamanya dan sekarang aku dituduh sebagai calon pasangan hidupnya?"
Tiga gelas kopi masih mengepul, belum ada yang berkurang isinya sejak obrolan ini dimulai. Jaehyun dan si nenek sudah kehabisan kata menjelaskan semuanya kepada Taeyong namun si manis tetap menolak mentah-mentah.
"Aku akan pindah lagi kalau begitu." celetuknya setelah beberapa saat hanya diam.
"Jangan!" Jaehyun bersuara.
"Kenapa!?"
Si nenek memperhatikan saja, membiarkan dua pemuda di atas kursi lapuknya sedikit berdebat. Ia tak keberatan dan hanya meminum kopi miliknya hingga tandas.
"Manikku ada di dalam tubuhmu, kau tidak akan bisa pergi begitu saja."
Taeyong berjengit, menyentuh beberapa bagian tubuhnya seperti perut. "Apa kau bilang!? Kau beri aku apa!?" katanya lebih lantang.
"Manik, itu seperti nyawaku kau tahu."
"Masa bodoh, akan aku keluarkan sekarang juga!"
Jaehyun menggeleng pelan, tak habis pikir dengan si Lee yang ternyata cukup keras kepala.
"Kau tidak bisa mengeluarkan itu sendiri."
Taeyong menggeram kesal. "Kalau begitu keluarkan!"
"Tidak bisa."
"Oh sial!!"
Si nenek akhirnya menyela perdebatan mereka, meski gemas tapi ia tak bisa membiarkan keduanya terus berdebat keras.
"Nak, mau kau dengarkan aku sebentar?" si nenek berkata.
"Katakan saja nek, akan kudengar." jawabnya patuh.
Jaehyun bermuka masam, Taeyong benar-benar berlaku menyebalkan hanya kepadanya.
"Jaehyun telah membuat kesalahan dan ia harus bertanggung jawab atas hidupmu, maka ia memberimu manik itu."
"Agar kau tak salah paham, kau ingat aku melemparmu sampai kau terluka parah, hari itu aku langsung men-transfer manikku ke dalam tubuhmu. Karena manik itulah kau dapat sembuh dan masih hidup sampai sekarang." Jaehyun menimpali namun Taeyong seperti tuli.
Si nenek melanjutkan. "Manik itu bagai sumber kekuatan dan kehidupan gumiho. Ketika manik itu berpindah dari si pemilik kepada tubuh orang asing dan setelahnya tidak terjadi apa-apa maka orang asing itu diyakini akan menjadi pendamping hidup si pemilik manik. Ini kasusnya terjadi padamu, kau baik-baik saja setelah menerima manik itu."
"Tapi bagaimana jika besok aku mati?" kata Taeyong masih bersikeras.
"Reaksinya satu jam setelah kau menerima manik itu, bodoh." timpal Jaehyun.
"Diam, sinting."
Si nenek tertawa kecil, sungguh gemas dengan pasangan muda di depannya. "Bila kau bukan penerima yang cocok, maka satu jam setelahnya kau akan jatuh sakit dan bila dibiarkan satu hari kau bisa saja mati."
Taeyong memijat dua sisi pelipisnya, pening. Jika memang benar, maka ia tak bisa gegabah.
"Lalu bagaimana jika ada penerima lain yang juga cocok dengan manik ini?"
Jaehyun menyeringai tipis sebelum menyeruput cairan pahit di gelasnya, kemudian bergumam di depan gelas. "Penerima itu hanya satu orang, bodoh."
"Aku tidak bertanya padamu, sinting."
Wanita tua itu berdiri dengan kesusahan, meraih tongkat untuk menopang tubuhnya yang renta. Dia pergi ke dapur.
"Tidak papa sayang, aku tahu Jaehyun itu pria baik-baik, aku merawatnya sejak dia masih remaja." katanya di balik dinding dapur.
Tak lama si nenek kembali dengan satu ranjang buah persik, namun kali ini ia serahkan kepada Jaehyun dan pria itu menerimanya dengan senang hati.
"Anak ini suka sekali dengan buah pantat." ejek si nenek. Kemudian beralih menatap pemuda manis yang masih bertampang muram.
"Tak apa, kau bisa belajar menerimanya. Pelan-pelan saja, aku tahu sesuatu yang baik akan terjadi padamu. Kau tahu, kau itu spesial." lanjut si nenek.
Taeyong menatap heran, apa yang spesial darinya? Tidak ada, dia rasa. Mereka hanya bersitatap namun tak berkata.
Si nenek menilik sesuatu di wajahnya, Taeyong bergerak kaku. Kemudian bibir keriputnya kembali berucap,
"Kau dapat memberinya keturunan."
"APA!!?"
-
To be continued...
Apa kabar?
Babynya mau siapa ntar? Bantu kasih saran ya 😁
Terima kasih sudah membaca.
—Jen
KAMU SEDANG MEMBACA
(✔) Rain Fox
Fanfiction[ SELESAI ] Bagaimana rasanya tinggal dan menikah bersama manusia rubah? Lee Taeyong membeli sebuah rumah di pedesaan. Namun tak disangka, ternyata rumah itu masih berpenghuni dan sosok yang tinggal di sana adalah manusia rubah berekor sembilan. - ⚠...