RF.21

24.6K 3.8K 186
                                        

©dotorijen
-

Sebenarnya ini bukan kali pertama Jaehyun membawa pulang sebuah hadiah dari seseorang. Ia selalu mendapatkan hadiah sebagai tanda terima kasih, setidaknya pakaian sampai jam tangan merek ternama Jaehyun dapatkan. Meski banyak terselip niat lain di balik itu semua, dokter itu tak mau menggubrisnya.

Mereka pulang ke rumah bersama, tadi Taeyong sempat tertidur pulas di ruangan ketika Jaehyun kembali bertugas. Selama perjalanan pulang pun, si manis terlihat menguap beberapa kali.

"Kau ingin mampir ke suatu tempat? Membeli sesuatu?" tawar Jaehyun ketika mereka sudah berada di tengah perjalanan menuju desa.

Taeyong membuka mata, melihat keluar kaca untuk mengetahui lokasi di mana mereka berhenti. "Langsung pulang, aku mengantuk."

Jaehyun menurut saja dengan langsung menginjak pedal gas begitu lampu hijau menyala. Mobil hitam itu kembali melaju meninggalkan jalan raya yang diapit gedung-gedung bisnis perkotaan menuju daerah yang lebih hijau.

***

Suasana asri yang sudah akrab bagi Taeyong, membuatnya betah tinggal lama di desa. Meski menyimpan banyak misteri sebelum kehadirannya, namun tampak tak mengancam asalkan ia mau menghargai adat dan tradisi di sana. Hidupnya akan aman dan damai saja seperti biasa.

Namun satu hal, ia tak menemukan kebiasaan itu di dalam rumahnya sendiri karena Jaehyun seperti tak peduli akan dupa, anjing, atau peringatan malam gerhana.

Pria itu sedang duduk di ruang tengah setelah membersihkan diri dan memakai piyama hitamnya. Menatap lurus ke acara televisi dengan segelas cangkir kopi panas di tangan. Taeyong tidak ingin mengganggu waktu istirahat Jaehyun namun ini adalah satu-satunya kesempatan yang ada.

"Jaehyun aku ingin duduk di sampingmu." Taeyong berdiri di depan dengan piyama putih bermotif hati merah muda. Tangannya yang nyaris tenggelam oleh lengan baju menunjuk tempat kosong di sebelah Jaehyun.

Melihatnya membuat Jaehyun gemas dan segera menarik tangan sang istri untuk menjatuhkan diri di sampingnya.

"Tentu, sayang. Kau ingin segelas kopi?" Jaehyun mengangkat cangkir kopinya.

Taeyong menggeleng. "Tidak, aku akan meminum susu saja nanti."

Jaehyun mengangguk lalu meraih pinggang Taeyong dan membiarkan lengan itu melingkar kokoh di sana. Tidak ada jarak karena tubuh mereka berhimpitan, Taeyong sendiri menyandarkan kepalanya di dada bidang sang suami dengan satu tangan sebagai tumpuan dan tangan lainnya berada di atas paha si pria.

"Aku sangat mendambakan saat-saat seperti ini." Jaehyun berucap setelah menelan cairan pahit yang tersisa di mulutnya.

"Aku juga."

Taeyong sedikit menengadah, ia langsung bertemu dengan mata kelabu milik Jaehyun. Dua pasang iris berbeda warna itu saling mengikat seiring terkikisnya jarak yang akhirnya membawa mereka ke dalam satu cumbuan.

Taeyong dapat mengecap rasa manis dan pahit di mulut Jaehyun, aroma kopi masih kuat tercium selama bibir mereka menyatu. Jaehyun menyesap dan mengulum bibir bawahnya kuat, sesekali menarik dan menggigit pelan sampai si empunya melenguh tanda dirinya mabuk.

Tepukan di dada membuat Jaehyun berhenti, sedikit tak terima namun ia mengakhirinya dengan kecupan manis di bibir pasangannya.

"Jaehyun, aku ingin bertanya." Taeyong beralih merangkul leher si pria dan sedikit bergelayut di sana.

Jaehyun menatap mata bulat itu dengan sepasang mendungnya.

"Kau tahu, aku sering melihat orang-orang membakar dupa dan melakukan sesuatu seperti ritual saat malam gerhana. Apa kita harus melakukannya juga? Memangnya untuk apa? Apa itu salah satu tradisi di sini?"

Taeyong mengerjap, akalnya lumayan cerdik untuk mencerca Jaehyun dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu seolah ia benar-benar ingin tahu tanpa menaruh curiga. Namun Jaehyun tak kunjung menjawab.

Taeyong menelan ludah ketika mendapati mendung di depannya semakin gelap.

"Aku akan memberitahumu," pria itu mengusap kepala Taeyong dengan seulas senyum tipis "tapi nanti, sayang."

Meski kecewa tapi Taeyong tak bisa memaksa, ia tak mau merusak suasana intim mereka hanya karena rasa penasaran dan curiga yang tak seharusnya.

"Baiklah!"

Taeyong kembali berlaku manis dengan mencium bibir Jaehyun berkali-kali sampai pria itu tertawa geli, lalu memeluk tubuh besarnya dan terlelap di dalam pelukan.

***

Terakhir kali Jaehyun mengunjungi toko buah itu adalah dua bulan yang lalu, sebelum ia bertemu dan menikah dengan Taeyong. Karena sekarang bagian berbelanja bukan lagi tugasnya, sang istri selalu siaga memenuhi kebutuhan dapur mereka.

Jaehyun mengenal baik si pemilik toko, Moon Taeil, begitu pun sebaliknya. Pria itu tak banyak bicara, tertutup kepada orang asing dan sangat realistis. Walau begitu, pria 29 tahun itu telah menerima kehadiran Jaehyun sebagai sisi lain dari desa ini.

Taeil terlihat baru selesai memajang apel hijau di satu rak khusus. Tampak tak terusik dengan kedatangan Jaehyun yang memang tiba-tiba, namun tak menolak juga.

"Kau menginginkan semangka?" Taeil bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari apel-apel segar di dalam rak.

"Tidak, kau memberiku semangka lewat pemuda mata kelinci itu."

Taeil menoleh menyadari sesuatu. "Dia memberinya kepadamu?" keningnya berkerut.

"Ya, Doyoung tidak suka semangka."

Taeil menyimpan apel terakhir dengan pikiran penuh. "Lalu kenapa dia menerimanya?"

"Mungkin dia menyukaimu."

"Ya?"

"Aku tidak suka mengulang kalimat yang sama."

Taeil menghela napas, dia sudah terbiasa dengan perangai Jaehyun. Anak itu sangat menyebalkan, andai Taeil habis kesabaran mungkin satu apel sudah melayang ke wajahnya.

"Lupakan soal kisah cintamu. Aku ingin bertanya sesuatu." Jaehyun masuk ke dalam toko, tidak membiarkan dirinya terlihat oleh orang lain di luar sana.

"Ada apa?" Taeil menaruh keranjang buah yang telah kosong sebelum menyimak lebih lanjut kawan lamanya.

"Sejauh apa kau memberitahu Taeyong tentang itu?"

-

To be continued...

Let's play the game.

Terima kasih sudah membaca.
—Jen

(✔) Rain FoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang