©dotorijen
-Satu bulan. Benar tidak terjadi apa-apa, Taeyong masih melakukan segala aktivitas dengan normal. Bahkan, staminanya terasa berkali lipat, dia tidak mudah lelah. Pernah tempo hari jarinya teriris jerami sewaktu ia membantu si nenek mengumpulkan buah persik di pelataran dan luka itu sembuh dua jam kemudian.
Taeyong bertanya kenapa demikian dan Jaehyun hanya menjawab kalau itu efek lain dari maniknya.
"Jadi kalau aku tertabrak mobil sampai terpental dan berguling pun, aku akan tetap hidup?"
Saat itu Jaehyun hanya mampu tertawa, betapa polos teman barunya ini. Dia gemas.
"Jawab!"
Jaehyun mencubit pipi si pemuda manis lalu menariknya pelan. "Iyaaa, kecuali jantungmu tertusuk dan kepalamu pecah."
Jaehyun tersenyum saja mengingatnya, lalu melipat koran pagi yang baru selesai dia baca.
Ujung bibirnya tertarik lebih lebar kala mendapat secangkir kopi hangat tersaji di meja. Bukan ia yang membuat, seseorang yang manis suka rela menyeduh serbuk pahit itu untuknya.
"Lee, kau sedang sibuk?"
"Hari ini tidak, kenapa?"
Entah kapan, tapi Jaehyun sudah berdiri di belakang Taeyong dengan piyama mocca dan sandal bulunya. Masih membolak-balik lembaran daging mentah di atas teplon dan bersiul asal.
Pagi yang cerah rupanya.
Jaehyun mencium aroma bacon, telur ceplok, dan tomat panggang. Di sisi penggorengan terdapat dua piring dengan masing-masing satu toast. Alisnya terangkat. Kebiasaan barunya kali ini.
"English breakfast?"
Pemuda di depannya terkesiap, mengangkat spatula yang membawa telur ceploknya hingga jatuh. Untung bagian kuningnya tidak hancur.
"Astaga Jaehyun!"
Yang dibentak tersenyum lebar, menyebalkan. "Kau terkejut?"
"Ya dan hampir saja memindahkan telur ini ke wajahmu!"
Jaehyun berjalan di belakang, mengekori Taeyong seperti anak anjing. "Aku jadi lebih sering memakan ini sejak bersamamu, apa kau begitu menyukainya?"
Taeyong meliriknya, menjawab ringan. "Karena ini cepat dan mudah."
"Kenapa? Apa kau akan pergi setelah ini?"
Jaehyun dan rasa penasaran.
Kadang tidak habis pikir, rasanya Taeyong seperti hidup dan mengurus anak usia lima. Jujur saja, dia tak keberatan, Jaehyun memang tidak menyusahkan dan pria itu benar bertanggung jawab. Namun tak jarang pula bersikap manja dan polos seperti sekarang.
"Aku tidak akan pergi, hari ini aku di rumah."
"Jadi kau tidak sibuk ya?"
Taeyong menarik napas, siap mengultimatum. Namun dia urung, percuma saja.
"Duduk dan makan dengan tenang, Jaehyun."
"Mn.. Baiklah."
"Anak pintar."
Dan itulah lakon ibu-anak mereka pagi ini.
***
Tengah hari, hawa panas berhasil menembus dinding dan atap rumah mereka. AC yang terpasang seolah rusak dan tak berguna. Ini puncak musim panas, kalau mereka ingat. Tidak hanya membuat dua orang itu bergulung dengan gelisah di atas sofa, semua orang malas melanjutkan hidup rasanya.
Taeyong bangkit, terduduk. Tiba-tiba ia mengidam segelas air lemon dengan madu yang dijejali beberapa mint segar.
"Kau mau?" Taeyong menawarkan.
Jaehyun mendongkak, kepalanya menjuntai di lengan kursi, balas menatap. Wajahnya mulai merah.
"Yup!" dia berseru riang.
Taeyong tersenyum menerimanya.
Sambil bersenandung pelan, Taeyong meracik sebisanya dua gelas lemonade atau apalah yang mereka sebut dan berpikir kalau akhir pekan nanti harus membenarkan air conditioning di rumah mereka.
"Jja~ aku pandai juga membuatnya." Taeyong menaruh dua gelas lemonade selagi memuji diri sendiri. Narsis. Biarkan saja.
Jaehyun bangkit, mencicip sepertiga gelas miliknya sebelum menjatuhkan kepalanya ke atas paha si pemuda manis.
"Hey!"
Belum sempat Taeyong melempar protes, si pria Jung dengan tak tahu diri mengusal di perutnya. Taeyong menggeliat kecil, geli.
"Ya Tuhan! Bangun Jaehyun!" Taeyong merengek.
"Ngantuk." Jaehyun bergumam di depan perutnya.
"Ya sudah, tidur sana!"
"Di sini."
"Aku gerah Jaehyun."
Dia mendapat sentuhan lain di perut hingga punggungnya, menggelitik namun hangat. Nyaman juga. Jaehyun tidak menurut, malah memeluknya semakin erat. Pria itu tak berkata ketika Taeyong merengek lagi, dia tahu Taeyong tidak akan menolak.
Sebenarnya mereka sudah tak jarang saling memberi afeksi semacam ini. Apalagi sentuhan, Taeyong sudah terbiasa.
"Kau tidur? Kau bisa tidur??" Taeyong menyentuh pundak Jaehyun yang rupanya sudah damai di atas pangkuan.
Si manis mengulas senyum, kemudian meraih surai legam dan memainkan jemarinya di sana.
"Aku akan mencobanya, Jaehyun."
-
To be continued...
Kuberi yang ringan dulu, karena hidup sudah rumit seperti kata kalian..... :')
Maaf kalau bab ini aneh.
Terima kasih sudah membaca ❤
—Jen

KAMU SEDANG MEMBACA
(✔) Rain Fox
Fanfiction[ SELESAI ] Bagaimana rasanya tinggal dan menikah bersama manusia rubah? Lee Taeyong membeli sebuah rumah di pedesaan. Namun tak disangka, ternyata rumah itu masih berpenghuni dan sosok yang tinggal di sana adalah manusia rubah berekor sembilan. - ⚠...