©dotorijen
-Vote dong.
Salju pertama turun di luar sana. Taeyong mengintip di balik jendela ingin melihat bagaimana benda putih itu jatuh dan menimpa butiran gandum di ladang. Dari rumahnya jika ia melihat ke arah Barat, akan terlihat petakan gandum yang mulai kosong dan sebagian masih belum panen. Dan jika ia melihat ke arah Timur, akan lebih banyak rumah penduduk yang mendekat ke kaki gunung. Jalan beraspal paling lebar di sana adalah akses menuju kota.
Di desa jarang sekali kendaraan lewat, kecuali sepedah motor petani dan mobil yang mengangkut hasil ladang dan ternak. Sebagian besar warga memakai sepedah untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain di desa. Karena itu beberapa hari yang lalu Jaehyun juga membawakan sepedah baru untuknya.
Kehidupan yang Taeyong temukan di desa sangat jauh berbeda dengan kehidupan di kota. Gaya hidup, penduduk, dan suasana, keduanya begitu kontras. Jika ditanya pilih yang mana tentu saja Taeyong takkan berpikir dua kali untuk menetap di desa.
"Kakimu tidak pegal berdiri lama di sana?"
Suara itu, tepatnya si pemilik suara. Siapa sangka kepindahannya ke tempat ini juga membuka lembar cerita baru untuknya. Bertemu Jaehyun dengan cara tak biasa dan berakhir menjadi pendamping hidupnya.
Taeyong tidak keberatan.
"Ini musim dingin pertamaku di sini." Taeyong menoleh ke belakang, Jaehyun baru keluar dari dapur dengan teh lemon hangat di tangan. "Apa kau pernah main ke ladang saat salju turun?"
Taeyong menerima cangkir teh miliknya kemudian mengikuti Jaehyun duduk di kursi panjang ruang tengah.
"Tidak, aku tidak suka bermain salju."
"Kau bohong."
Jaehyun menyeruput teh yang masih mengepul kemudian menarik, membawa Taeyong ke dalam pelukan dengan satu tangan. "Jangan samakan aku dengan serigala liar di hutan, sayang."
Taeyong tertawa mendengarnya. Beruntung hawa dingin di luar sana tak tembus ke dalam rumah dan penghangat ruangan bekerja dengan baik serta pelukan Jaehyun yang membuatnya seperti diam di depan perapian.
Mengingat soal perapian, Taeyong kembali teringat dengan gubuk tua di ladang. Ketika Jaehyun melarangnya untuk pergi ke sana, Taeyong malah semakin penasaran. Kali ini ia beranikan untuk bertanya.
"Jae, kau ingat gubuk menyeramkan waktu itu?"
Jaehyun menunduk, menangkap pandangan si manis. "Kenapa?"
"Apa seseorang tinggal di sana?"
Jaehyun menggeser posisi tubuhnya sampai wajah mereka saling berhadapan. "Kenapa kau begitu penasaran?"
"Karena kau melarangku untuk pergi kesana! Memangnya itu tempat apa? Aku lihat seseorang menyalakan lampu dari dalam. Luar biasa, orang itu pasti punya jiwa yang kuat untuk tinggal di sana." oceh Taeyong tanpa melihat reaksi sang lawan bicara.
Jaehyun memalingkan wajah, menyembunyikan kerutan di dahi dan rasa terusik dari perkataan Taeyong barusan.
Misteri telah menyatu dengan hidupnya, dirinya sendiri adalah sebuah misteri yang tersimpan di sudut desa ini. Semua penduduk asli mengetahui karena mereka mengalami hal serupa berkali-kali.
Dari tiga Gumiho yang pernah tinggal di tempat ini, Jaehyun adalah yang berhasil bertahan hidup dan bersembunyi.
Belum lama seseorang memasuki gubuk terlarang itu, Jaehyun tahu siapa pelakunya dan hal itu menjadi indikasi bahwa purnama akan datang.
"Seperti yang kau bilang, tempat itu sarang hantu." jawab Jaehyun setelah berpikir bahwa Taeyong belum saatnya tahu.
"Benarkah? Wah, manusia macam apa yang tinggal di sana?"
"Mungkin... Manusia jelmaan hantu?"
"Ck, sinting."
Jaehyun terkekeh, sudah lama mereka tak mendebat hal kecil.
Di luar salju turun semakin lebat, menutup tanah, jalan, dan ladang ketika tontonan mereka selesai dan kini waktunya untuk tidur. Taeyong masih meringkuk di samping Jaehyun, memeluk lengan suaminya sambil beberapa kali menahan kantuk.
"Filmnya selesai, ayo tidur."
Taeyong tidak mendengar, ia malah semakin merapat dan tertidur di samping tubuh besar itu. Jaehyun hanya bisa diam, menganggumi wajah cantik yang bersandar pada lengannya.
Sebelum dirinya datang, Jaehyun selalu mencari sesuatu yang dapat dijadikan alasan baginya untuk bertahan. Termasuk Jisung, anak itu adalah cahaya dalam ruang gelapnya dulu.
Belajar dan memiliki karir yang bagus adalah pintu keluar pertama, ia dapat hidup berdampingan dengan manusia tanpa rasa cemas. Ramalan tentang seseorang yang tak lama akan hadir dan mengisi ruang kosong dalam dirinya menjadi sebuah harapan besar.
Dulu sebelum Jisung, ia tak punya kekhawatiran selain memikirkan dengan apa mengisi perutnya esok hari. Kini Taeyong ada bersama calon anak yang dikandungnya, tanggung jawab yang semakin besar menjadi pendorong yang kuat bagi Jaehyun. Tidak lagi memikirkan satu hal dengan sederhana namun penuh pertimbangan.
Bagaimanapun Jaehyun akan menjaga apa yang menjadi miliknya.
"Jaehyun-ah~"
Jaehyun cukup terkejut ketika Taeyong tiba-tiba merangkul lehernya, pemuda itu bergerak ke atas pangkuan lalu bergelayut dengan wajah mengantuk.
"Kenapa sayang?"
Taeyong diam sesaat sebelum menyatukan bibirnya dengan milik Jaehyun, hanya sebentar pemuda manis itu kembali menjauh dengan cekikikan jahil.
"Kau menggodaku?"
Tidak menjawab, Jaehyun hanya mendapat gigitan di lehernya.
"Oh, kau menantangku???"
Sesuatu mendesak di bawah sana dan Taeyong tertawa puas akan usahanya.
-
To be continued...
Coba kita liat 'teori' kalian ada yang bener nggak 🙂
Sayang mereka huhu ❤
Terima kasih sudah membaca.
—Jen
KAMU SEDANG MEMBACA
(✔) Rain Fox
Fanfiction[ SELESAI ] Bagaimana rasanya tinggal dan menikah bersama manusia rubah? Lee Taeyong membeli sebuah rumah di pedesaan. Namun tak disangka, ternyata rumah itu masih berpenghuni dan sosok yang tinggal di sana adalah manusia rubah berekor sembilan. - ⚠...