©dotorijen
-"Berhenti!"
Jaehyun menekan rem pada sepedah yang mereka tumpangi ketika berada di dekat satu undakan. Setelah menempuh jarak yang sebenarnya bisa dilewati dengan berjalan kaki, akhirnya mereka sampai di tengah ladang.
Ladang cukup sepi pada pukul empat sore karena para petani telah selesai memotong dan sebagian dari mereka pulang ke rumah. Taeyong pikir ide yang bagus jika mereka berjalan-jalan sore di ladang, selain itu ia tak tahu aktivitas apa yang bisa dilakukan di tempat seperti ini selain menyatu dengan alam untuk menghapus rasa bosan.
Satu undakan yang paling luas di tengah ladang, pada puncaknya terdapat pohon besar dengan daun yang mulai berguguran, musim dingin hampir tiba kurang dari satu minggu lagi.
"Aku akan naik ke atas!" Taeyong turun dari sepedah, dengan semangat ia berjalan menaiki undakan lebih dulu.
"Hati-hati!" Jaehyun sendiri mulai menuntun sepadahnya naik ke atas.
Sore memang waktu yang pas untuk berjalan-jalan di desa, dari ladang ke arah Barat terlihat jelas bila mereka ingin melihat matahari terbenam. Gandum yang siap panen berupa seperti bentangan permadani dengan warna cokelat keemasan. Mata Taeyong semakin lebar ketika sampai di puncak ingin menangkap lebih jelas semua pemandangan di sana.
"Woah! Kau lihat di sini pemandangannya jauh lebih bagus daripada di rumah?"
Jaehyun baru sampai ke puncak, ia membiarkan sepedahnya tergeletak begitu saja di tanah.
Taeyong tak hentinya berbicara takjub akan pemandangan di depan mata, kalau saja ia mahir melukis mungkin semua ini dapat menjadi objek lukisnya dan akan ia taruh di ruang tengah rumahnya. Mata bulatnya memantulkan cahaya kuning di kejauhan, jernih bagai permata di tengah gurun pasir.
Jaehyun ikut berdiri di samping, merasakan hawa yang semakin turun meski matahari masih menguasai langit. Ia menoleh ke samping untuk memastikan apa yang dipakai Taeyong saat ini. Hanya baju yang dilapisi sweater rajut.
"Kau harusnya memakai dua lapis jaket." komentar Jaehyun terhadap sweater rajut tebal yang Taeyong pakai.
"Tidak dingin, hanya telapak tanganku saja yang menggigil." Taeyong membuka-tutup telapak tangannya yang terangkat ke depan.
Jaehyun tersenyum gemas melihat tingkah kekanakan istrinya. Ia berjalan ke belakang pemuda manis itu, meraih kedua tangannya untuk ditempatkan di depan perut buncitnya lalu menggenggamnya dengan utuh.
"Masih dingin?" tanya Jaehyun, dagunya bertumpu pada bahu si manis.
"Tidak, ini jauh lebih hangat."
Udara dingin bergerak menyapu hamparan gandum serta tubuh mereka yang terbalut seadanya, senja di ujung langit semakin tenggelam tinggal menunggu malam. Namun dua sejoli itu masih berdiam diri di atas undakan, menyandarkan tubuh mereka pada rerumputan kering yang menutup seluruh permukaan tanah.
Taeyong tertidur di samping Jaehyun, ia hanya menutup mata tanpa membiarkan dirinya masuk ke alam mimpi walau suasana mendukungnya untuk tertidur lelap.
"Ingin pulang sekarang?" Jaehyun melirik pemuda manis di sampingnya.
"Sebentar lagi."
Setelah jawaban itu suasana kembali sunyi selain desir angin yang memenuhi rongga telinga. Taeyong merasakan sesuatu bergerak di atas perutnya, usapan pelan ia rasakan serta hangat dari telapak tangan seseorang.
"Kapan orang tuamu akan datang?"
"Entah, mereka bilang akhir tahun." Taeyong bergerak ke samping, membuka matanya untuk menatap mendung di bawah senja.
"Kau akan menerima ajakan ayahku untuk berburu?"
"Sepertinya menyenangkan."
Taeyong tersenyum memikirkan betapa cocoknya dua pria itu. Sama-sama suka bermain di hutan dan menantang apapun di dalamnya, sampai satu pengalaman yang tak pernah ia lupakan dari sang ayah adalah ketika dua jarinya putus dan hanya tersisa delapan sampai sekarang.
Esoknya Taeyong dibuat geleng-geleng tak percaya karena sang ayah tetap mengangkat air gun dengan sisa jemarinya.
"Tolong jaga ayahku. Dia cukup nekat untuk mendekati sarang serigala."
Jaehyun tertawa mendengarnya. "Aku bisa memberi sinyal agar serigala-serigala itu diam di tempat dan membiarkan kami berburu babi liar atau rusa dengan tenang."
"Itu sangat luar biasa."
Mereka saling melempar tawa kecil setelahnya, dengan puas ingin menghabiskan waktu bersama di dalam momen seperti ini. Membuat dan menyimpan memori baik di masa sekarang selagi kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan.
"Kau tahu, aku mencintaimu." bisik Jaehyun.
Pernyataan itu memang sudah sering ia dengar namun kali ini berhasil memunculkan merah mudah di pipinya.
"Aku tahu, aku juga mencintaimu." Taeyong mengusap tangan di atas perutnya.
Langit semakin teduh, warnanya kini gelap hampir sama seperti iris kelabu pria di sampingnya.
Dirasanya kehangatan menjamah tubuhnya, Taeyong menutup mata ketika bibir Jaehyun bertemu dengan miliknya. Saling mengapit dan menyesap perlahan. Kedua tangan ia lingkarkan ke leher si pria, mereka semakin kalut dalam rasa yang tercipta.
-
Dalam perjalanan pulang, Jaehyun menuntun sepedahnya lagi sementara Taeyong berjalan di depan. Mereka harus melewati tiga petak sebelum sampai ke jalan beraspal. Melewati beberapa gubuk yang lampunya mulai menyala, menggantung bulat dan berwarna kuning. Sebagian petani menetap di gubuk selama musim panen.
"Jaehyun, lihat!"
Jaehyun ikut berhenti ketika pemuda di depannya ribut menunjuk sesuatu di kejauhan. Sebuah gubuk yang terbuat dari dinding kayu, di atas atapnya terdapat cerobong kecil walau Taeyong tak yakin ada perapian di dalamnya. Kalau saja tak ada bunga yang menghias bagian depan, gubuk itu akan terlihat lebih menyeramkan.
"Apa ada orang yang tinggal di dalam sana? Tempat itu seperti sarang hantu."
Komentar Taeyong berhasil membuat Jaehyun menarik senyum, ia berjalan mendekat lalu meraih tangannya.
"Jangan pernah pergi ke sana." Jaehyun menatapnya lembut, "Ayo kita harus cepat, udara semakin dingin."
Taeyong akhirnya mengikuti Jaehyun berjalan di samping, ia pergi meninggalkan rasa penasaran akan gubuk itu. Dan ketika ia berbalik, lampu di depan gubuk menyala. Ia tak menyangka ada orang yang tinggal di dalam sana.
-
To be continued...
Siap buat chapter depan?
Terima kasih sudah membaca.
—Jen
KAMU SEDANG MEMBACA
(✔) Rain Fox
Fanfiction[ SELESAI ] Bagaimana rasanya tinggal dan menikah bersama manusia rubah? Lee Taeyong membeli sebuah rumah di pedesaan. Namun tak disangka, ternyata rumah itu masih berpenghuni dan sosok yang tinggal di sana adalah manusia rubah berekor sembilan. - ⚠...