RF.09

32.6K 5.3K 239
                                    

©dotorijen
-

Vote ya.

Hari ini sangat terik, suhu di atas 35 derajat membuat batinnya memekik. Taeyong ingin kembali ke rumah dan berendam di dalam air es saja rasanya. Tapi tidak bisa, hari ini dia ada janji bertemu Doyoung dan seorang Produser.

Maka karena itu seseorang sempat bertanya kenapa ia berdandan lebih lama dan berpakaian lebih modis dari biasanya dengan nada sebal dan muka sedatar papan.

"Nanti pulang datang ke klinikku." kata pria tinggi tegap dengan lesung pipi, satu tangannya pada setir mobil. Dia orangnya, Jung Jaehyun. Kali pertama merasa cemburu dan berpikir kalau cemburu ternyata lebih repot dari cinta itu sendiri.

Taeyong menoleh, pria di sampingnya masih tersenyum tipis, menimbulkan lesung di kedua pipi. Manis sekali.

Dia ingat pagi tadi, Jaehyun juga merengek meminta kopi padahal kemarin malam asam lambungnya kambuh lagi. Jadilah mereka ribut barang sebentar dan pergi dengan Jaehyun yang cemberut masam.

"Untuk apa? Aku ingin langsung pulang saja." jawabnya lalu melihat ke depan, rupanya mereka sudah memasuki pusat kota.

"Aku ingin kau bertemu dengan anakku."

Taeyong yang sedang membaca tulisan pada papan iklan menoleh cepat, ia diam sejenak sebelum memutuskan dengan ragu.

"Baiklah." kemudian tersenyum tenang, kembali memandang jalan bebas hambatan.

Rabu yang cerah.

***

"Di luar panas, aku mau mati saja rasanya."

"Hanya lima menit dari jalan besar ke sini, kenapa kau begitu mengeluh?" Doyoung berdecak seusai menaruh kaleng coke dingin ke atas meja yang langsung disambar oleh si pemuda surai hitam. Meneguknya rakus hingga tandas.

"Ya Tuhan..." Doyoung menggeleng pelan.

Dokter muda itu kembali ke belakang meja kerja, menata dokumen yang terserak asal sebelumnya.

"Jaehyun mengantarmu?"

Taeyong mengangguk kecil, punggungnya merosot di kursi. Wajahnya terangkat, merasakan sejuk dari AC yang terpasang di ruangan.

"Lalu kenapa kau begitu kelelahan?" si dokter muda mengetuk setumpuk dokumen pada permukaan meja guna membuatnya sejajar dan rapih lalu menyimpannya di sudut meja.

"Mobil tidak bisa masuk ke dalam gang kalau kau lupa."

Doyoung berkacak pinggang. "Itu masalahnya, kau jarang olah raga dan berjalan di aspal dengan suhu udara 35 derajat bisa membuatmu sekarat."

Taeyong mengibaskan satu tangan dengan lunglai, menolehkan kepalanya ke lawan arah lalu terpejam.

"Semalam aku harus membaca ulang naskah, beberapa narasi ada yang diubah, jadilah bergadang. Dan pukul dua Jaehyun tiba-tiba kambuh asam lambungnya, aku benar-benar sekarat sekarang." si rambut hitam menoleh lagi ke arah Doyoung, membuka matanya. "Kapan Produsernya datang? Apa dia terlambat?"

Doyoung melirik jam bundar pada dinding putihnya. "Terlambat tujuh menit." katanya.

Taeyong berdiri, menata poninya dengan jemari lalu menjatuhkan pandangan pada dasi hitam di leher yang bengkok ke kiri sedang sampulnya sudah longgar.

"Aku harus bersiap lagi, pinjam kamar mandimu." kata si pemuda manis.

"Silakan."

Belum sempat dia berbalik, seseorang membuat gaduh di pintu. Taeyong panik, cepat-cepat merapihkan penampilan hingga wajahnya yang sejujurnya tidak ada kekurangan. Terakhir dia menghirup udara melalui hidung, membuat dadanya membusung kemudian mengembuskan perlahan.

Taeyong kembali berjalan ke dekat kursi, semoga usahanya membenarkan dasi dan poni dapat membantunya membuat kesan pertama yang baik.

"Tuan Kim."

"Selamat Datang, Mister Wang."

Doyoung tersenyum ramah, menjabat seseorang yang dipanggilnya Mister Wang.

"Lee Taeyong?" pria itu menyapa, tersenyum maklum menyadari gurat kebingungan yang terpasang pada wajah lelaki itu.

"Kau... produsernya?" Taeyong berkata kasual, membuang segala formalitas. Senyum lebar di wajahnya luntur seiring jelasnya rupa itu.

"Sudah lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?"

Itu basa-basi yang tak perlu. Taeyong masih tidak sudi bertatap muka apalagi berkata. Maka dengan senyum dan anggukan kecil ia menyudahi pecakapan di depan pintu. Berpamitan kepada Doyoung dengan raut sesal dan bergegas meninggalkan.

Namun ketika dia berhenti di depan pintu untuk sekadar memutar knop, seseorang menarik dan merengkuhnya ke dalam peluk.

Taeyong terkejut, Doyoung juga.

Sesuatu berdegup di balik rusuk, namun bukan jantungnya. Taeyong menggigit bibir, melebarkan mata, lupa dengan posisinya yang sekarang didekap orang.

Dia terlalu sakit, rusuknya seperti diobrak-abrik.

***

Jaehyun baru ingat, ia lupa memberitahu Taeyong tentang satu hal. Maka ketika dadanya berdenyut nyeri siang itu, ia bergegas pergi, meninggalkan klinik yang baru disinggahi 2 ekor kucing.

Mesin mobil meraung-raung, sang empunya seperti kegilaan di balik kemudi. Jaehyun mengernyit, berhenti ketika dadanya berdenyut lagi dengan rasa sakit yang lebih.

"Tidak mungkin." ia bergumam lirih.

-

To be continued...

Maaf ya nulisnya ngebut, jadi kalo ada typo atau kekurangan lain, kasih tau aja 🙂🤙

Sampai di sini dulu. Jaga kesehatan ya ❤

Terima kasih sudah membaca.
-Jen

(✔) Rain FoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang