Prolog

10.6K 532 335
                                    

Vote kalian sangat berarti!

***

Bagi sebagian orang, hujan adalah suatu hal yang menyenangkan. Di mana, setiap tetesan yang jatuh akan menghadirkan sensasi damai. Sejuknya udara mampu menghanyutkan sukma dalam ketenangan. Dan gemuruh usai kilat menyambar, akan menambah euphoria sang penikmat hujan.

Namun, tidak bagi gadis yang kini sedang berdiri di depan gerbang sekolahnya. Ketakutan selalu menghampirinya kala hujan berkunjung. Karena hujan, gadis itu harus membuka luka lamanya yang belum terobati. Bahkan tak akan pernah terobati. Yaitu luka dibuang seorang ibu yang tak menginginkan kehadirannya.

Flashback on

Gemuruh hujan bersenandung hebat di atas kepulan awan hitam. Juga kilatan petir yang menambah aura sakral. Kala itu, tampak seorang ibu yang menggendong anak gadisnya yang berumur 3 tahun. Gadis 3 tahun itu menangis histeris di bawah naungan hujan. Iya, ibunya meninggalkannya di jalanan yang sepi setelah berkata,

“Kamu lebih baik di sini. Mama tidak mengingkanmu di dunia ini. Kamu hanya membawa sial.”

Ibu macam apa dia? Meninggalkan putri kecilnya sendirian di jalanan. Apa dia tak memikirkan keselamatan putrinya? Bagaimana jika gadis itu tertabrak dan mati sekarat di jalanan ini?

Namun, Tuhan sayang dengan gadis kecil itu. Seorang wanita paruh baya datang dan menghampiri sang gadis dengan payung yang melindungi tubuhnya dari hujan.

“Kamu kenapa sendirian di sini, Sayang?” sapanya sembari mengelus lembut rambut gadis kecil itu. Tak ada respons dari sang gadis, justru tangisnya semakin pecah.

“Ya udah kamu ikut ke rumah ibu. Di sana kamu bisa dapet banyak temen. Mau, kan? “

Meskipun tak mendapat persetujuan dari sang gadis, wanita paruh baya itu tetap menggendongnya dan membawanya jauh dari sana. Ia membawanya ke panti asuhan.

Flashback off

Gadis berparas cantik itu pun menangis tersedu-sedu kala mengingat kejadian di masa lalunya. Kini, pandangannya buram, dadanya sesak, dan sekelilingnya terasa gelap. Gadis itu benar-benar sangat takut.

“Siapapun, tolongin gue. Gue takut,” lirihnya sembari menahan isak.

Namun, tak ada seorang pun di sana, bahkan satpam sudah menutup gerbang sejak sepuluh menit yang lalu. Hingga tak lama kemudian sebuah payung hitam menghalangi air hujan jatuh ke tubuh gadis itu.

Gadis yang masih menggigil kedinginan itu mendongakkan kepalanya—ingin melihat sang empunya payung. “E ... elo?“

Tanpa diminta, sang pemilik payung hitam itu menggenggam erat tangan sang gadis. Cowok berpostur tinggi itu berusaha menyalurkan kekuatan agar gadis di sebelahnya tak merasa kedinginan.

Lain halnya dengan sang gadis, ia terus menatap hazel mata berwarna emerald milik cowok itu. ia merasakan de javu. Kenapa ia merasa genggaman tangan itu tak asing baginya?

***

#stayathome

Hasil kegaboetanku 'melawan' corona. Mon maap kalau absurd kek yang baca.
.gg canda :v

Salam manis dari author cantik^^

ISAK (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang