Vote kalian sangat berarti!
***
Mentari pagi mengintip melalui ventilasi kamar bernuansa peach itu. Masih bergelut dengan selimut, Ayris mengerang karena sedari tadi alarmnya berbunyi tanpa henti. Saat sebagian nyawanya sudah terkumpul, gadis itu berkedip beberapa kali lalu menengok jam wekker yang ada di sebelahnya.
“BUNDAAA, AYRIS KESIANGAN HUAA!” teriak Ayris saat setelah melihat jam menunjukkan pukul 06.30.
Dengan gerakan secepat kilat, Ayris loncat dari tempat tidurnya dan langsung pergi ke kamar mandi. Tak membutuhkan waktu lama, Ayrish sudah menyelesaikan ritual mandinya itu, kemudian dia mengoles bedak bayi ke wajahnya dan liptint ke bibirnya.
Ayris menuruni satu persatu anak tangga di rumahnya dengan tergesa-gesa. Hingga akhirnya, kini dirinya sudah sampai di ruang makan.
“Bunda kok nggak bangunin aku, sih! Aku jadi kesiangan ini!” omel Ayrish sembari melahap sandwich yang telah diracik bundanya.
“Hellooo! Bunda udah bangunin kamu dari subuh, tapi kamunya aja yang kebo!” Hellen tak kalah kesal melihat perilaku putrinya yang terkadang manja ini. “Cepet udah ditungguin temen kamu di luar, tuh!”
Ayris menakutkan alisnya, seingatnya, dia tak menyuruh Dela untuk menjemputnya hari ini. Lalu siapa yang menunggunya?
“Siapa, sih, Bun?“
“Nggak tau. Bunda suruh masuk aja nggak mau,” jawab Hellen. “Dia cuek banget asli.”
“Cuek? Jangan bilang itu Aksa!” Ayris tampak heboh sendiri. “Mobilnya kaya apa, Bun?”
“Mobilnya sama seperti saat kamu pulang diantar cowok pas hujan-hujan itu.”
Dugaan Ayris tidak salah. Pasti itu si manusia kutub, tapi untuk apa cowok itu menjemput Ayris?
“Ya udah, Bun, aku duluan. Assalamualaikum.” Ayris menjabat tangan halus milik Hellen lalu menciumnya.
“Waalaikumsalam. Hati-hati, Nak.”
Setibanya di pekarangan rumah minimalist miliknya, Ayris berjalan mengendap-endap agar kedatangannya tidak disadari oleh Aksa. Tapi percuma, karena dari dalam lamborghini-nya, Aksa menekan klaksonnya itu dan nyaris membuat Ayris terjatuh saking terkejutnya.
Aksa menurunkan kaca mobilnya. “Woy, sini!”
Dengan perasaan was-was, Ayris pun menghampiri mobil itu. “Ngapain kakak di sini?”
“Nungguin tukang sayur lewat.”
“Hah?” beo Ayrish terlewat polos.
“Masuk,” suruh Aksa dengan ekspresi datar.
Ayris celingukkan. “Tukang sayurnya?”
“Bego! Lo, lah!”
Ayris meneguk salivanya, lalu kemudian ia menarik dashboard mobil Aksa dan duduk di samping lelaki itu. Di dalam mobil, Ayris masih menahan rasa bingungya setengah mati. Ia mencoba menerka-nerka alasan Aksa menjemputnya. Tapi sepertinya tidak ada alasan yang tepat untuk itu.
Tanpa keraguan, Ayris mencondonkan tubuhnya dan meletakkan tangannya di dahi Aksa. “Lo lagi nggak sakit, 'kan?”
Di tempat duduknya, Aksa mendelik. “Lo kira gue gila?!”
KAMU SEDANG MEMBACA
ISAK (Completed)
Fiksi Remaja-Belum direvisi Ketika kita dipertemukan kembali oleh takdir.