Chapter 18 °Isak

1.8K 167 7
                                    

Vote kalian sangat berarti!

***

Aksa menolehkan kepalanya kesana kemari—celingukkan bingung ketika mendapati perubahan kondisi kantin yang menjadi gaduh. Cowok berahang keras itu juga tak menemukan Ayris di manapun. Kemana gadis itu? Perasaan hanya lima menit saja, Aksa mengantre. Namun, ia sudah pergi saja.

“Bro dari mana aja, lo!” Seorang cowok menepuk pelan pundak Aksa dari belakang.

“Pesen ini.” Aksa memperlihatkan kantong plastik yang berisi beberapa roti, gorengan, dan minuman.

“Ke laut beli ikan asin. Ke kebun liat orang utan. Makan mulu yang dipikirin. Nggak khawatir sama gebetan?” Tidak salah lagi, cowok pelantun pantun itu adalah Kenzo, sahabat Aksa.

Aksa yang gagal paham akan ‘gebetan’ akhirnya bertanya, “Gebetan siapa, sih?“

“Anjir sok polos lo, Sa! Yang sering lo anter-jemput sekolah, yang tadi lo belaian gendong dia pas pingsan, yang tadi lo ninggalin pelajaran demi jagain dia. Apa itu belum menggambarkan kalau Ayris itu gebetan lo, ya?!” Kenzo jadi kesal sendiri.

“Ayris kenapa emang?”

Lihatlah Betapa dinginnya seorang Laksana Bukit Arsennio. Sahabatnya sudah berkata panjang kali lebar kali tinggi, tapi hanya begitu jawabannya. Kejam bukan?

“Gue tanya. Ayris kenapa?” Aksa bertanya lagi karena sedari tadi Kenzo tak menjawab pertanyaannya—cowok pemilik lesung di pipinya itu justru mengelus-elus dadanya. Gila, batin Aksa.

“Tadi Ayris dilabrak sama Iren and the geng. Lo dari tadi di kantin, 'kan? Masa nggak tau, sih?”

Namanya juga Aksa. Cuek, egois, dan tak mau tau urusan lain. Jadi, saat tadi ia mendengar kegaduhan, ya dia bodoamatlah.

“Dia diapain aja sama Iren?” Air muka cowok itu berubah menjadi khawatir.

“Disiram pake air jeruk terus didorong sampe jatuh.”

“Bangsat!” umpat Aksa sembari mengepalkan tangannya. “Sekarang Ayrs di mana?”

“Mana gue tau, emang gue baby sisternya apa? Tapi ... tadi dia ditolongin tuh sama Sergio.”

Mendengar itu, Aksa langsung beranjak pergi dari kantin. Ia ingin segera menemui Ayris dan mengetahui kondisinya. Pasti, saat ini Ayris sedang menangis arau paling tidak bersedih.

“Woy mau ke mana lagi lo? Udah mau bel masuk juga! Ninggalin pelajaran lagi? NGGAK USAH SEKOLAH AJA KALAU GITU CARANYA AKSA!” pekik Kenzo di tengah ramainya suasana kantin. Karena hal itu, cowok penggila pantun itu menjadi ousat perhatian, banyak cewek-cewek yang berbisik-bisik tentangnya.

“Ulang tahun beli kue, eh kuenya cuma satu. Kalian gosipin gue, gue kawinin atu-atu,” kesal Kenzo.

***

Sebelum pergi ke kelas Ayris, Aksa pergi kelas XI IPS2—kelas tersakral di SMA Bagskara, terlebih dahulu. Cowok itu hendak memberi pelajaran kepada biang kerok atas insiden ini.

Dengan wajah yang memerah lantaran amarah yang sedari tadi membuncah, Aksa memasuki kelas itu. Aura horror yanh ditampikkan cowok bermata emerlad itu, membuat nyali sebagain siswa-siwi ciut. Kaki-kaki yang semula berserakan di depan kelas XI IPS 2 perlahan mundur dan menghindar—mempersilahkan Aksa untuk masuk.

ISAK (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang