Vote kalian sangat berarti!
***
Pelajaran sejarah itu pelajaran yang sangat membosankan. Pak Ramli yang sedari tadi mengoceh di depan pun diabaikan oleh penghuni kelas X IPA 5. Ya, mereka sibuk berjelajah dalam mimpinya masing-masing—alias tertidur. Tak terkecuali bagi Ayrish, dia terkadang berpikir, pelajaran sejarah itu sangat tidak bermutu. Masa lalu harusnya tidak perlu diingat-ingat lagi. Bukannya kita tidak boleh terpaku pada masa lalu dan justru harus fokus ke masa depan? Misalnya, dengan membayangkan menikah dengan Shawn Mendes. Itu jauh lebih baik.
“PERHATIAN-PERHATIAN. TERJADI KEBAKARAN DI SEKOLAH INI!”
Mendengar teriakan dari pak Ramli, seluruh siswa-siswi kelas X IPA 5 langsung terbangun dari tidurnya, mereka terkejut dan heboh sendiri. "Gue nggak mau mati sekarang, doi gue belum peka aaa," pikir seorang gadis.
Namun saat mereka melihat sekeliling, tidak terjadi apapun di sana. Tidak ada kebakaran seperti yang pak Ramli katakan.
“Mana kebakaranya, Pak?” tanya Beni—salah satu siswa usil dan bodoh di kelas X IPA 5. “Pak Ramli bohong, ya?“Guru berkepala botak itu memperbaiki kacamatanya yang oleng. “Apinya udah mati kena iler kalian semua!” serunya dengan nada kesal.
“Ish, Pak Ram! Kita tuh lagi enak-enak tidur malah di boongin!” Diva angkat suara.
“Sekolah bukan tempat tidur, Diva. Kalau kamu mau tidur, nanti malem sepuasnya sama saya,” kata Pak Ramli dengan nada jenakanya.
Tawa siswa-siswi kelas X IPA 5 pecah. Gurunya yang satu ini memang genit, mungkin beliau sudah tidak betah lagi menduda, makanya kerjaannya merayu wanita.
“Pak Ramli mah milihnya yang gede-gede.”
“Gass terus, Pak! Jangan kasih kendor.“
“Genjrotnya yang keras ya, Pak.”
Cowok-cowok kelas X IPA 5 mulai berkata yang tidak-tidak. Fix, otak mereka sudah ternodai. Sementara Diva, dia mengerucutkan bibirnya kesal, karena pak Ramli, dia jadi dipermalukan.
“Inget umur, Pak!” pekik Diva.
“Umur Bapak udah kepala lima tapi gantengnya masih kayak Dilan kok, tenang aja.”
Lagi, jawaban dari pak Ramli sukses membuat semua siswa tertawa terpingkal-pingkal.
“Gila guru lo, Del,“ bisik Ayris sembari memegangi perutnya yang sakit karena tertawa terus-menerus.
“Guru lo juga, kali!“
“Udah-udah.” Pak Ramli mengganti wajah jenakanya menjadi serius. “Bel istirahat bentar lagi bunyi, kita sudahi pembelajaran hari ini. Saya akhiri, Wassalamu alaikum warahmatullohi wabarakatuh.” Pak Ramli beranjak dari tempat duduknya.
“Oh iya, jangan lupa tugasnya dikumpulin minggu besok,” peringatnya sebelum keluar dari kelas X IPA 5.
“Siap, panutanque!” jawab penghuni kelas X IPA 5 serentak.
Sepeninggal pak Ramli, siswa-siswi kelas X IPA 5 pun berhamburan ke kantin untuk memenuhi hasrat perut mereka.
“Yuk ke kantin, Del!” ajak Ayris.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISAK (Completed)
Ficção Adolescente-Belum direvisi Ketika kita dipertemukan kembali oleh takdir.