Vote kalian sangat berarti!
***
Duduk sendiri di kelas itu sangat tidak menyenangkan. Rasanya, seperti ditinggal mati oleh pasangan, benar-benar merasa sendiri. Itulah yang dialami oleh Ayris. Dela—teman sebangkunya tidak berangkat ke sekolah hari ini. Katanya, sih, ada acara keluarga. Tapi entahlah, paling sahabat satunya ini hanya bolos dan rebahan saja di rumah.
Bisa dibilang, Ayris sulit untuk berbaur dengan orang lain, buktinya di sekolah sebesar ini, dia hanya akrab dengan Dela. Maka dari itu, gadis pemilik pipi chubby itu kini pergi ke kantin sendiri. Saat ia sampai ke kantin, banyak mata-mata yang menatapnya dengan tatapan aneh, seperti ada sorotan kebencian terutama bagi para kaum hawa di kantin. Namun biarlah, mungkin mereka iri dengan kecantikan Ayris.
Ayrish memesan cilok andalan mbak Rose, lalu ia duduk di salah satu meja yang masih kosong. Tentunya sendiri. Namun beberapa menit kemudian, seorang cowok yang memegang ice tea dan semangkok bakso menghampirinya.
“Boleh duduk di sini, nggak?” tanya cowok itu.
Ayris mendongakkan kepalanya, dan mendapati wajah tampan Sergio di sana. Dengan senang hati Ayris berkata, “Duduk aja, Kak.”
Kakak kelasnya itu pun duduk di depan Ayris dan mulai memakan makanannya. Lain halnya dengan Ayris, ia justru sibuk mencari topik agar suasana awkward ini segera menghilang. Jujur saja, ia juga tidak tahan hanya berdiam sejak tadi.
“Kenapa ngeliatin gue gitu?” tanya Gio seraya terkekeh.
Ayris merasa sangat malu, ia kemudian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal lalu berkata, “Ah—nggak papa, Kak.”
“Jangan sungkan kalau mau ngobrol sama gue, gue nggak akan makan lo, kok.”
“I—iya, Kak... “ cicit Ayrish. “Em... kakak tuh kelas sebelas apa, sih?” Pertanyaan itulah yang kemudian keluar dari mulut Ayris. Selama ia mengenal Sergio, Ayris tak mengetahui ketua osis itu duduk di kelas berapa.
“Gue kelas 11 IPA 2,” jawab Sergio sekenanya. “Gue tebak lo kelas 10 IPA 5. Iya kan? “
Ayris menautkan alisnya. “Kok kak Gio bisa tau, sih? “
“Gue kan ketua osis, gue sering ngerekap daftar-daftar siswa yang sering berantem, mangkir, dan terlambat.”
“Oh, ya?” Ayrish tak mengira jikalau sang ketua osis mempunyai tugas seperti itu.
“Iya.” Sergio mengangguk mantap. “Dan ya... lo jangan telat-telat lagi ya kalau berangkat ke sekolah,” ujarnya seraya terkekeh.
Ayris benar-benar dibuat malu oleh penuturan Gio. Ya, tercatat dalam lima bulan ia sekolah di SMA Bagaskara, Ayris sudah pernah terlambat tiga kali. Dan Pasti, Gio sudah mengecapnya sebagai siswa yang buruk dan juga bermasalah.
“Ahahah tenang aja, gue nggak akan laporin ke BK kok.”
“Eh jangan gitu, donk. Emm... bilang aja ke guru BK, nggak usah ngerasa nggak enak sama gue, Kak,” ujar Ayris ragu-ragu.
“Lo mau emang dihukum sama Pak Bram?”
Pak Bram, dia guru BK yang terkenal sangat killer. Guru berkaca mata itu tak akan segan-segan menghukum murid yang melanggar ketertiban sekolah dengan hukuman yang sangat kejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISAK (Completed)
Teen Fiction-Belum direvisi Ketika kita dipertemukan kembali oleh takdir.