Chapter 19 °Isak

1.8K 153 9
                                    

Vote kalian sangat berarti!

***

Ayris duduk di meja yang berada di sudut kamarnya. Dengan pemandangan alam yang terlihat dari jendela, gadis itu memilin kepalanya yang terasa nyut-nyutan. Hari ini begitu melelahkan bagi. Pingsan saat upacara berlangsung, seharian terbaring di UKS, dan dilabrak oleh Iren and the geng. Huft.

Sejujurnya, Ayris ingin belajar di SMA Bagskara layaknya murid-murid biasa yang tak berurusan dengan kakak kelas. Dia ingin hidup damai dan tenang. Namun, takdir berkata lain. Semenjak Ayris dipertemukan dengan cowok most wanted di Bagaskara itu, kehidupannya di sekolah berubah drastis. Mendapat bully-an dari fans-fans Aksa dan dilabrak kakak kelas menjadi dampaknya.

Gadis dengan piama cream yang membaluti tubuh mungilnya itu membuka buku diary berwarna hitam yang berpadu dengan warna cokelat. Kemudian, goresan demi goresan pena ia torehkan di lembaran putih itu.

Takdir, mengapa kau menyulitkanku? Aku ingin hidup tenang dan damai. Namun, kau merusak segalanya.

Iya kamu, Aksa. Mengenalmu membuat kedamaianku terusik. Tapi tak bisa kupingkiri, hadirmu juga memberi warna bagi hidupku.

Tok... Tok... Tok....

Ayris segera menutup buku diary-nya setelah mendengar ketukan yang berasal dari pintu kamarnya.

“Masuk aja, Bun.”

Hellen pun masuk ke kamar Ayris. Wanita paruh baya itu menghampiri putrinya yang terduduk di meja belajarnya. “Apa itu yang kamu sembunyiin?” tanya Hellen penasaran.

“Bu—bukan apa-apa. Cuma buku pelajaran aja, kok," alibinya.

“Sejak kapan kamu rajin belajar?” tandas Hellen yang membuat Ayris mati kutu. “Bunda sering baca diary kamu.”

“HAH? YANG BENER, BUN?” Hellen mengangguk. “BUNDA ISH! ITU KAN PRIVASY AYRIS.”

Hellen menutup telinganya dengan satu tangannya. “Kebiasaan kamu, deh! Teriak-teriak kayak anak kecil aja.”

“Ya Bunda ngeselin, sih!” Ayris melipat kedua tangannya di depan dada. “Udah sejauh mana Bunda bacanya?”

“Emm ... baru sampai pas kamu ketauan stalking ig-nya si itu.” Hellen meneol-neol lengan Ayris dengan sikunya.

Ayris membelakakkan matanya. Itu adalah tulisan terakhir yang Ayris tulis di buku diary-nya. Ia sungguh tak percaya bahwa selama ini diam-diam Hellen membaca tulisan konyol itu. Lantas, mau ditaruh mana wajah Ayris?

“Nggak papa. Bunda dulu juga nulis begituan pas lagi jatuh cinta sama almarhum papa.”

“Lain lagi ya, Bun! Aku nggak jatuh cinta sama Aksa!” Ups, Ayris kelepasan sampai menyebutkan nama Aksa.

“Oh, jadi Aksa yang mau kamu bunuh itu ya?” tanya Hellen seraya terpingkal. “Gini deh, Ris ... kamu bilang, nggak suka sama Aksa, kan? Tapi, kenapa kamu repot-repot nyeritain Aksa di diary?”

Skakmat! Mulut Ayris dibuat bungkam kleh perkataan Hellen. Benar juga, yang dikatakan Hellen. Untuk apa ia repot-reoot menceritakan Aksa di buku diary-nya. Kurang kerjaan banget, ya?

ISAK (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang