Vote kalian sangat berarti!
***
Weekend telah tiba. Dan Ayris, gadis itu seharian hanya bergulat dengan guling dan kasurnya. Sesekali ia menghidupkan laptop dan menonton drakor sambil ngemil. Namun, aktivitas itu tak kunjung membuat rasa bosannya sirna. Ayris jenuh, dia ingin keluar tetapi bingung ingin ke mana.
Flashback on
"Alen ... Iyis tuh bosen. Keluar, yuk!"
Arlen yang sedang membaca buku pelajarannya, sontak mengalihkan pandangannya ke arah sahabatnya, Iyis. Cowok berusia delapan tahunan itu menaruh jari telunjuknya di kening-berpikir untuk membawa Iyis ke mana.
"Ke mana, ya?" tanya Arlen pada dirinya sendiri.
"Terserah Alen aja, yang penting jangan di kamar terus."
Setelah lama berkutat dengan pikirannya, akhirnya Arlen menemukan ide yang brylyan. "Pasti Iyis suka tempat itu," batin cowok itu. Arlen pun menarik tangan Iyis dan membawanya keluar dari panti asuhan. Tak lupa, dia meminta izin terlebih dulu kepada bu Kasih-si empunya panti asuhan Cahaya Kasih.
Tak banyak memakan waktu, akhirnya keduanya sampai di tempat tujuan. Mata Ayris berbinar melihat sekelilingnya. Bunga indah nan warna-warni yang menyerbak, danau hijau yang masih asri, dan yang paling penting, adalah dengan adanya rumah pohon yang sepertinya sudah berumur tua.
"Alen ini bagus banget!"
"Kamu suka?"
"Suka banget! Kamu tau tempat ini dari mana?"
"Ibu Kasih yang cerita sama aku. Katanya dulu saat masih bayi, aku ditemukan di sini sama dia."
"Wah pantes aja kamu ganteng," puji Iyis.
Arlen menakutkan kedua alisnya. "Apa hubungan nya?"
"Ya tempat ini kan indah jadi nular ke muka kamu, deh!"
"Bisa aja kamu, Yis!" kata Arlen sambil meneot hidung pesek milik Iyis.
"Ih sakit, tau!" Iyis mengerucutkan bibirnya kesal seraya memegangi hidungnya itu.
Arlen terkekeh pelan melihat ekspresi lucu yang ditunjukkan Ayris. Kemudian dia berkata, "Ya udah yuk, kita naik ke rumah pohon itu aja."
Dengan semangat 45 Ayris berkata, "Ayo!"
Flashback off
Semenjak Arlen-sahabatnya mengajak ke tempat itu, Ayris dan Arlen di masa kecil sering mengunjungi danau yang letaknya tak jauh dari panti asuhan mereka dahulu. Terlebih saat sedang sedih, mereka akan menerbangkan pesawat kertas yang di dalamnya berisi keluh kesah yang mereka rasakan.
Tak terasa, cairan bening di pelupuk Ayris jatuh-membuat aliran sungai kecil di pipinya. Dia sangat merindukan sahabat kecilnya. Ayris rindu kebersamaannya dengan Arlen. Rindu tertawa bersama karena hal-hal yang tidak lucu, rindu saat Arlen mengepang rambutnya, rindu saat keduanya dihukum bu Kasih karena sering bolos ke sekolah, rindu bermain ke rumah pohon lalu menerbangkan pesawat kertas, dan masih banyak lagi. Ayris sampai tak bisa mengungkapkan semua kerinduannya itu.
Ayris jadi berpikir, kenapa dia tak mengunjungi panti asuhan saja untuk mengobati rasa rindunya itu?
***
Bola mata hitam legam itu menatap bangunan tua yamg ada di depannya dengan tatapan sendu. Dulu, ia tertawa di sini, dulu ia bermain di sini, dan dulu ia hidup di sini. Panti Asuhan Cahaya Kasih. Lima tahun lamanya, tempat ini yang menjadi rumah Ayris setelah dibuang oleh ibu kandungnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISAK (Completed)
Teen Fiction-Belum direvisi Ketika kita dipertemukan kembali oleh takdir.