Chapter 20 °Isak

1.9K 168 16
                                    

Vote kalian sangat berarti!

***

Tik ... tok ... tik ... tok ...


Di saat seluruh penghuni kelas X IPA 1 serius memerhatikan guru yang tengah memberi materi, Aksa justru merutuki arlojinya yang berdetak sangat lamban. Mengapa si jarum panjang lama sekali menempatkan dirinya di angka setengah sepuluh? Pikirnya.

"Ada yang bisa jawab soal ini?" tanya Bu Farah kepada seluruh penghuni kelas X IPA 1 setelah selesai menjelaskan.

Namun, tak ada satupun dari mereka yang mengangkat jari telunjuk atau maju ke depan. Soal tentang hidrolis garam yang merupakan tipe soal OSN ini begitu runyam dan mebingungkan. Sengaja Bu Farah memberikan soal tersebut, karena di sini berisi kumpulan anak-anak pintar-siapa tau mereka bisa menjawabnya. Namun kenyatannya tidak, penghuni kelas hanya bergeming-tak paham.

"Aksa kamu bisa?" tanya Bu Farah.

Karena Asyik bergelut dengan pikiran dan arlojinya, membuat pemuda itu melupakan sekitarnya.
Bahkan, Bu Farah-guru bermata empat yang notabennya sebagai guru kimia, dihiraukan begitu saja.

"Aksa?" ulang Bu Farah seraya mengetuk papan tulis dengan spidol. Namun, hasilnya nihil. Wakil ketua osis itu masih saja melamun dan tidak fokus.

"Woy, Sa! Dari tadi lo dipanggil sama bu Farah!" Kenzo yang duduk di sebelahnya, menyikut pergelangan tangan Aksa.

"Hah? Kenapa, Ken?"

"Ya elah, mikirin apa sih lo! Itu lo dipanggil Bu Farah suruh ngerjain soal."

Aksa menolehkan kepalanya ke papan tulis. Benar saja, benda persegi panjang panjang itu sudah dipenuhi oleh coretan serangakian atom-atom yang menyakitkan mata. Membaca sekilas materi itu, Aksa kemudian maju ke depan dan berhasil menjawabnya dengan tepat.

"Adeknya mas Dalton ini, mah!" desis Kenzo di bangkunya.

"Bagus, Sa." Bu Farah memeberi acungan jempol kepada lelaki itu. "Meskipun kamu sudah mahir tanpa diberi penjelasan, tapi lain kali kalau lagi dijelasin, jangan ngalamun ya. Hargai yang lagi ngomong di depan."

"Iya Bu, maaf."

"Oh ya ...tentang siswi kelas X IPA 5 itu, gimana perkembangannya?" tanya Bu Farah. Seingatnya, Aksa diberi tugas untuk membimbing Ayris yang lemah di mata pelajaran kimia.

"Akhir-akhir ini kita jarang belajar, Bu. Soalnya saya dan Ayrisnya sibuk dengan ekstrakulikuler masing-masing."

"Oh begitu ya. Ya udah, intinya terus bimbing dia. Ibu mau melihat perubahan nilai dia saat ujian semester nanti."

"Oke siap, Bu."

Beberapa menit kemudian, bel istirahat milik SMA Bagaskara berbunyi. Bu Farah pun mengemasi bukunya dan keluar dari ruang kelas X IPA 1. Juga dengan sepasang kaki-kaki berkaus kaki putih yang berlarian menuju kantin untuk memenuhi hasrat perut-mereka satu persatu meninggalkan kelas.

Lain halnya dengan Aksa, bel istirahat yang ia nanti-nantikan sebelumnya justru membuat pemuda itu gugup.

"Si Aryo punya mata batin, nggak sengaja ngeliat mumun. Sa! Ayo ke kantin, Ngapain sih dari tadi ngelamun?" tanya Kenzo dengan pantunnya.

"Gue gugup banget, Ken."

"Mau ngapain lo?"

Aksa celingukkan, memastikan kondisi kelasnya sepi. "Hari ini gue mau nembak Ayris."

"Jadi omongan lo tempo hari beneran? Mau langsung nembak dia? Gercep banget lo, gila!" Bola mata Kenzo nyaris keluar dari tempatnya. "Eh, btw udah nyiapin aja? Bunga aman? Eh surat cintanya, udah lo buat juga? Cokelatnya?"

ISAK (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang