Chapter 39 °Isak

1.7K 136 20
                                    

🎧 Mulmed : Dan - Sheila On 7

Ps : Part ini panjang, jangan hoek ya.


Vote kalian sangat berarti!

***

Aku benci pada diriku yang pura-pura membencimu agar kau bisa membenciku.

***

Memukuli samsak berkali-kali tak kunjung membuat emosi Aksa mereda, malahan membuatnya semakin meledak-ledak. Dengan keringat yang mengucur deras dari dahinya, cowok itu menghantam-hantamkan kepalanya ke tembok kamarnya. Berharap bahwa saat itu juga dia akan mati, lenyap dari bumi.

"Gue nggak beneran suka, sayang, ataupun cinta sama lo! Lo tau, Ris? Lo itu ibarat mainan, dan gue udah bosen maininnya."

"Jadi, mulai hari ini, mulai detik ini, nggak usah kejar-kejar gue lagi. Pergi! Pergi dari kehidupan gue! Kalau perlu, mati sekalian.

Brengsek, bangsat, bajingan. Sesuka kalian, ingin mengumpatnya seperti apa. Karena faktanya memang begitu. Aksa tidak lebih dari pecundang yang kerjaannya menyakiti hati orang lain melalui kata-kata pedasnya.

Tapi, apa kalian tahu? Jauh dari lubuk hatinya, dia merasa tersayat-sayat setiap kali berbicara kasar pada Ayris. Mengatai gadis itu bitch, murahan, dan jalang, membuat jiwanya hancur. Hancur sehancur-hancurnya.

Aksa benci pada dirinya sendiri karena berpura-pura membenci Ayris agar dirinya juga dibenci.

Malam itu ... malam saat ia hendak memberi kejutan Ayris di Taman Fedora, Aksa tak berniat membiarkan gadis itu menangis lantaran ketidak hadirannya. Ada satu kenyataan yang menamparnya. Satu hal itu juga yang menghancurkan kisah asmaranya.

Flashback on

"Ngapain lo di sini?"

Itu adalah lengkingan suara Aksa setelah memasuki ruang kerja Reno--ayah angkatnya. Tentu saja ia terlonjak kaget mendapati kehadiran Sergio di rumahnya. Ada urusan apa dia sampai ke mari?

"Eh, Sa ... duduk dulu."

Aksa berdecih mendengar gaya bicara Reno yang berubah 180 derajat. Biasanya, 'kan lelaki paruh baya itu selalu berbicara kasar, marah-marah padanya. Namun, kenapa sekarang berbeda? Apa gara-gara ada Sergio di sini? Huft, munafik.

"To the point. Mau ngomong apa?" tanya Aksa dingin.

"Ini masalah penting. Kita harus omongin baik-baik. Jadi duduk dulu, ya?" pinta Reno sekali lagi.

"Ngomong sekarang atau saya pergi dari sini?"

Baik Reno maupun Sergio bungkam. Mereka seperti berpikir keras, penuh pertimbangan untuk mengatakan satu patah kata. Karena hal itu, Aksa pun membalikkan badannya--hendak keluar dari ruang kerja Reno. Waktunya akan terbuang begitu saja jika tetap di sini, apalagi ia juga belum bersiap-siap untuk pergi ke acara kejutan Ayris nanti malam.

"Kalian berdua saudara." Suara parau itu berhasil menghentikan langkah Aksa.

"What do you mean?"

"Sergio... dia kakak angkatmu."

Empat kata itu belum bisa Aksa terima baik di otaknya. Apa maksudnya? Bukannya anak kandung mama Viona dan papa Reno sudah meninggal karena kecelakaan?

"Dia punya kalung ini." Reno menunjukkan sebuah foto. Foto Reno dan Viona dengan anak berusia lima tahunan di tengah-tengahnya. Terlihat jelas, kalung dengan liontin titanium berbentuk kepala eagle meliliti lehernya.

ISAK (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang