Chapter 36 °Isak

1.5K 121 20
                                    

🎧 Mulmed : Surrender - Natalie Taylor

Vote kalian sangat berarti!

***

Ketika mulutmu berubah tajam layaknya belati, maka saat itu lah hatiku mulai mati.

***

"Kok bisa kejadian kayak gini, sih? Karena Aksa, ya? Brengsek! kerjaannya cuman bikin orang nangis!"

Di balik jaket kulit milik Sergio, Ayris bungkam--tak berminat untuk menanggapi penuturan cowok itu. Biasanya, dia akan marah setiap kali nama Aksa dihina. Namun, sekarang tidak. Seolah Ayris meng-iyakan bahwa pacarnya itu memang orang yang brengsek. Sangat brengsek.

Gadis itu mendongakkan kepalanya, berusaha membendung agar air matanya tidak luruh lagi. Matanya sudah membengkak. Dia lelah hanya untuk sekadar menitihkan satu tetes saja.

Tanpa aba-aba, Sergio menarik dagu Ayris agar mata mereka saling bertemu. "Hm ... nggak papa kalau lo nggak mau cerita. Tapi stop nangis, ya?"

Samar-samar, Ayris mengangguk. Selanjutnya, ia mendekatkan tubuhnya kepada Sergio. Ayris memdekapnya, dia ingin meminjam dada cowok itu sebentar. Sebentar saja, sampai hatinya membaik.

"Minum dulu, gih. Biar badan lo agak angetan." Sergio menyodorkan kopi panas yang sudah dipesannya. Ya, setelah dari Taman Fedora, Sergio berhasil menepikan Ayris ke Kafe Florian. Tujuannya satu, menenangkan gadis berpipi chubby itu.

Fyi, suasana Kafe Florian cukup sepi karena hari semakin larut. Hanya ada segelintir orang yang masih di sana lantaran terjebak hujan yang tak kunjung berhenti.

Ayris menyeduh coffe late yang diberikan Sergio, lalu perlahan meneguknya. Benar saja, tenggorokannya menjadi lebih hangat. Rasa dingin yang menjalar di sekujur tubuhnya pun kian memudar.

"Makasih ya, Kak ..." ucapnya setelah menghabiskan satu gelas kopi. "Makasih udah nolongin gue. Sumpah, tadi gue takut banget. Kalau nggak ada lo, gue mungkin udah mati kedinginan di taman itu."

"Udah sepantasnya gue melindungi cewek yang gue suka," balas Sergio dengan tatapan yang sulit diartikan.

Menundukkan kepalanya, Ayris merasa bersalah karena tidak bisa membalas perasaan yang dimiliki Sergio untuknya. Begitu tulus, namun tak bisa membuat hatinya luluh.

Merasa suasana menjadi awkward, Sergio mencoba mencari topik lain. "Ris...."

"Ya, Kak?"

"Maafin gue, ya."

Ayris mengerti betul Sergio meminta maaf dalam hal apa. Tentang ciuman di Puncak, 'kan? "Gue udah lupain kejadian di Puncak, kok, Kak. Mungkin saat itu lo khilaf dan nggak sengaja."

Lengkungan senyum tercetak di pipi Sergio. Membuatnya semakin tampan. "Bukan hanya itu. Gue banyak salah sama lo. Mau, 'kan maafin gue?"

"Hah? I ... iya, gue maafin." Ayris mengangguk, meski tak tau arah pembicaraan cowok itu ke mana.

Tiba-tiba, Sergio mengangkat jari kelingkingnya ke udara seraya berkata, "Boleh sahabatan?"

"Sahabatan aja, 'kan?" Ayris takut. Takut memberinya harapan lebih.

Setelah Sergio mengangguk, Ayris pun menautkan jari kelingkingnya pada kelingking Sergio. Gadis itu tersenyum, lalu berkata, "Sahabat."

Semoga Kak Gio nggak menuntut lebih. Semoga.

ISAK (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang