duapuluhempat

1.3K 94 20
                                    

Suasana malam ini seperti malam makam sebelumnya ritualnya sehabis sholat magrib ya makan malam bersama keluarga, di meja makan sudah tersaji beraneka ragam lauk pauk dan sayur sayuran

Lian menatap risma dengan seksama menatap segala inci dari lekuk wajah risma, risma dulu sama sekarang sama saja, sama sama selalu menomor satukan keluarganya, setiap harinya menampilkan senyuman indah terukir di bibir merah mudanya siapapun pasti senang melihatnya, sorot mata yang begitu teduh siapapun pasti akan nyaman melihatnya, tapi beda dengan sekarang senyuman dan sorotan itu seperti kosong dan hampa tak seperti dulu walau semua orang tak menyadari akan kerubahan risma tapi tidak untuk lian jangan lupa lian itu sangat pemikir semua orang di sayanginya pasti tahu apa yang berubah dari sikap mereka walau orang itu tidak menunjukanya, lian merasa perubahan itu sejak sifa meninggal entah itu benar tidaknya ia merasa setelah meninggalnya sifa risma jadi berubah, lian sering mempergoki risma tengah melamun di taman belakang kalau tidak di ruang tamu

Risma yang menyadari dari tadi di perhatikan lian sampai dia lupa dengan makanan yang ada di depanya ia tidak tahu apa yang di pikirkan lian, salah satu anaknya itu sulit ia tebak jadi jangan salahkan risma kalau tidak mengerti apa maksut lian dari tadi memperhatikanya
"adek kamu kenapa bengong saja dari tadi, sakit?"tanya risma memecah keheningan, sontak saja nizar dan atha mengalihkan padanganya ke lian

Lian yang di perhatikan semua orang langsung saja gelagapan, tapi ia langsung saja menyusuaikan dirinya menjadi tenang"eng...enggak bun"

"terus kenapa makananya, enggak enak? kok nggak di makan"

Lian menatap piringnya yang masih banyak nasi dan lauk pauknya masih banyak memenuhi sebagian piringya karena masih ia makan beberapa suap"aku udah kenyang"ucapnya bangkit dari duduknya

"lian itu makananya masih bayak loh, emang kenapa kamu mau makan yang lain"ujar nizar

Lian menggeleng pelan"enggak, nanti ayah ke kamar aku"

"kenapa? mau bicara sesuatu, di sini saja di selesaikan sama sama"lian menggeleng pelan, kaki jenjang mekangkah meninggalkan mereka yang masih bertanya tanya tentang lian

"mungkin lian ingin bicara berdua saja sama ayah"ujar atha, nizar mengangguk mengerti

*____*

Setelah menyelesaikan makanya nizar langsung ke kamar lian, saat ia masuk lian bersender di kepala ranjangnya dan membaca bukunya tapi hidungnya tersumpal nasal canula yang membuatnya tambah kawatir
"lian kamu kenapa"ucap nizar duduk di tepian ranjang

Lian meletakan buku yang ia baca di sebelahnya lalu tersenyum agar nizar tak terlalu mengawatirkanya"tadi sedikit sesak  makanya aku pakai nasal canula"jawab lian enteng tapi tetap saja nizar masih terlihat kawatir

"tapi kamu nggak papakan"

Lian menggelengkan kepalanya"ayah mau pijitin lian"

Nizar menyibak slimut tebal lian, nizar juga melipat celana panjang yang di kenakan lian, saat nizar melipas celana lian langsung di suguhkan ke dua kaki lian yang sudah ada ruam ruam merah walau tidak banyak ia sangat kawatir dengan anak bungsunya ini, ia takut kejadian beberapa tahun silam akan terulang lagi, dimana lian sangat terpuruk keadaan fisiknya

Disaat teman teman sebaya bisa bermain sana sini untuk menujukan jati dirinya lian hanya seorang anak yang beranjak dewasa tak bisa apa apa seperti teman temanya lian dulu waktu awal masuk SMP dia ingin menjadi atlet voli nasional ia yakin bisa sembuh dari penyakitnya kala itu, ia berhasil melewati titik kelemahanya setelah berjuang agar kondisinya pulih dan pada awal masuk smp kondisi lian membaik seperti anak seumuranya, walau lian masih di batasi tapi lian bisa bermain voli seperti anak anak lainya lian juga beberapa kali mengikuti perlombaan dan memenangkanya, namun naas saat kelas 8 semester dua lebih tepatnya setelah lomba voli nasional tingkat smp kondisi lian berada titik lemahnya lagi dan itu menjadi perlombaan ke lima sekaligus terkhirnya karena setelah itu risma dan nizar tidak membiarkan lian bermain voli lagi, selama satu tahun lian home scolling dan syukurlah saat mulai simulasi kelas 9 lian bisa sekolah normal lagi dan nizar takut kejadian itu terulang kembali, nizar melihat foto yang tepajang apik di dinding kamar anaknya, foto pertama kali lian lomba voli yang tidak sengaja ia foto

My StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang