empatpuluh

728 59 3
                                    

"apa sih yang kamu cari sama cowok penyakitan itu"ujar seorang wanita paruh baya

Sifa menatap lekat wanita paruh baya di depanya yang berstatus sebagai ibu kandungnya"kenapa mami nggak bisa ngertiin, kalau seandainya mami di posisi aku pasti mami akan berbuat seperti yang aku lakukan"

Kareta menghembuskan nafas kasar, ia mengerti apa yang di rasakan anaknya saat ini, sepertinya cara menghapus masa lalu sifa dengan cara pindah ke indonesia sepertinya tidak sesuai dengan harapanya, anak itu malah bertemu sosok yang mirip dengan masa lalu yang membuat anaknya hampir gila"mami akan urus kepindahan kamu lagi"

Sifa membulatkan matanya tak percaya ia pindah belum ada sebulan namun maminya ini akan memindahkanya lagi"enggak! Aku nggak mau pindah dari sini! Kalau mami nggak mau kasih aku uang untuk pengobatan lian aku minta daddy langsung!"bentak sifa setelah itu sifa meninggalkan kareta.

"sifa dengenrin mami dulu..akh dasar anak itu"

*_____*

Atha menggeleng nggelengkan kepalanya melihat kila dan lian sedang tidur dalam satu ranjang terlihat lian memeluk tubuh kila, ia mendekati ranjang lian sebenarnya ia tak tega membangunkan mereka berdua namun lian harus makan.

Atha menepuk bahu lian pelan sampai anak itu menggeliat nyaman, ia membangunkan lian duluan sebab kila itu kalau bangun tidur seperti orang linglung tak tau apa apa pokoknya membuat tubuhnya senyaman mungkin, kalau seandaiya dirinya membangunkan kila terlebih dahulu sudah pasti lian akan jatuh karena pergerakan kila yang bar bar"bangun dulu"

Lian mengerjab ngerjabkan matanya menyusaikan cahaya yang masuk ke retinanya, ia merasakan bahunya yang kebas, ia baru mengingat kila tidur seranjang dengan dirinya, lian sedikit menggeser tubuh kila"ssst"ringisnya kala perutnya kembali terasa sakit

"bentar gue bantuin"atha mengangkat tubuh kila berlahan lahan memindahkanya ke sofa yang di sediakan rumah sakit."gue panggilin dokter ya"

Lian menggeleng pelan"nggak usah, bang gue mau pulang"

"enggak boleh! Dokter sudah menjadwalkan lo operasi dan kondisi lo harus di pantau terus"

"gue nggak mau bang kalau seandainya limpa gue diangkat gue lebih sering terkena infeksi gue gini aja udah nyusahin!....."lian menghirup nafasnya dalam dalam"gue pengen nyerah..."

"lo bodoh banget sih lo nggak tau gimana capeknya ayah banting tulang untuk menghidupi kita, untuk biaya lo selama ini, emang itu mudah?, yang seharusnya nyerah itu ayah bukan lo! Ngerti! Ayah di caci maki di sana sini masih aja bisa tersenyum di hadapan kita! Lo nggak tau aslinya ayah setiap sholat tahajud ayah selalu nangis meminta semoga dirinya kuat menjalani berbagai cobaan yang tuhan kasih! Dan lo yang cuma berusaha untuk ada di samping ayah dengan entengnya lo bilang pengen nyerah!"

Lian menunduk mencerna kata demi kata apa yang di lontarkan atha, ia meremat rambutnya mencoba menghalau rasa sakit dan bayang bayang masa lalunya"arrrggghhh"

"aulll"kila segera barlari menhampiri lian, ia mencoba melepas rematan tangan lian"bang pencet emargency!"

Tanpa pikir panjang atha langsung memencet amergency, ia kaget saat lian mendorong kila sampai membentur meja tempat makanan rumah sakit sediakan"kila!!"

Untung saja dokter dan beberapa tenaga medis lainya segera masuk ke ruang rawat lian.

*____*

Nizar menghembuskan nafas kasar ia tak boleh kegababah sampai melakukan kekerasan pada anaknya. ia tau apa yang di katakan atha pada lian itu salah, dirinya saja tak pernah mengeluh pada siapapun tapi kenapa atha sampai bisa bicara seperti itu pada adiknya sendiri, atha sudah menceritakan kenapa trauma lian kambuh.

"yah! Aku minta maaf"ucap atha pelan ia benar banar menyesal telah mengatakan yang tidak tidak pada lian ia seharusnya tidak bicara seperti itu.

Nizar mengusap rambutnya kasar"jangan di ulangi lagi! Ayah pergi dulu"

Atha hanya menatap punggung tegap nizar yang lama kelamaan menjauh, ia tau ayahnya marah denganya, seharusnya ia tak menambah beban ayahnya lagi, ia merasakan pelukan hangat dari orang sangat ia kenali matanya memanas dalam hitungan detik air matanya meluncur bebas di pipi mulusnya.

"biarin ayah sendiri dulu ya"ujar risma

Atha mengangguk"ayah beneran marah sama aku bun, seharusnya aku nggak buat beban ayah bertambah lagi"

Risma mengangguk pelan, ia tau apa yang di rasakan atha, mungkin akhir akhir ini atha banyak pikiran karena harus menyiapkan ujian ujian sekolah mungkin itu salah satu penyebab atha sulit mengendalikan dirinya.

Malam harinya risma dan atha tak kalah panik melihat kondisi lian yang terus menerus mengeluh sesak dan nyeri di area perutnya, padahal nasal canula sudah bertender apik di hidung mancung lian sedangkan nizar katanya sedang bertemu rekan bisnisnya sejak sore tadi entah apa yang bicarakan sampai selarut ini.

"bun..."panggil lian lirih

Risma mengelus dengan lembut area perut sampai dada lian ia tak tau harus menenangkan lian dengan cara apalagi dokter tak memberikan obat lian pasalnya lian harus menghindari obat obatan sebelum operasi pengangkatan limpa.

Lian menggeleng pelan"sakitt"

"iya bunda tau tapi adek harus makan  dulu ya"risma membuka plastik steril yang menututpi mangkuk yang barisi bubur khas rumah sakit.

Lian pasrah menerima suapan dari risma, sensasi mual langsung mendera saat pertama kali suapan, ia berusaha menahanya agar tak mudah namun baru 3 suap ia sudah tak kuat menahal mual dengan reflek ia memuntahkan ke samping ranjang, atha yang terciprat muntahan lian langsung membulatkan matanya kaget.

Risma langsung meletakan mangkuk ke atas nakas setelah itu memijat tengkuk lian, anak sambungnya itu terus memutahkan isi lambung seperti tak ada jeda, padahal makanan yang masuk tak sebanyak itu.

"bang..maaff"ucap lian tak enak melihat baju atha terciprat muntahanya.

"iya nggak papa kok, gue ke kamar mandi dulu kalau gitu"

Dua suster laki laki memasuki ruang rawat lian untuk membersihkan muntahan lian, satunya lagi mengganti baju hijau khas rumah sakit yang di kenakan lian.

"saya ganti masker oksigen aja ya soalnya saturasinya menurun"ujar salah satu suster, lian hanya mengangguk

Di rasa tugasnya sudah selesai dua suster laki laki itu menunggalkan ruangan lian.

"bun ayah kemana"ucap lian lirik di balik masker oksigenya tapi masih di dengar dengan jelas oleh risma.

"lagi ketemu rekan bisnisnya, mungkin bentar lagi kesini"

"ngantuk.."

"tidur aja ya biar besok enakan"
.
.
.
.
.
.aku balik lagi gays setelah hampir sebulan hibernasi, btw aku ingin secepatnya namatin cerita ini sebelum masuk kuliah.

My StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang