22. Koma?

19K 1K 8
                                    

Deg.

Jantung arthur berdetak tak karuan saat mendengar kalimat caca tersebut. Rasanya ia membutuhkan oksigen saat ini. Dada nya terasa sesak saat mendengar hal tersebut.

Hening.

Semua diam dan tidak ada yg membuka suara. Bahkan bayu yg biasanya selalu mengoceh pun diam. Ia tau situasi nya sekarang. Dan tidak mungkin ia berceloteh yg membuat arthur semakin murka. Membayangkan nya saja membuat dirinya merinding. Caca dan letta pun tidak berhenti menangis sejak melihat kondisi ana.

Arthur masih memikirkan perkataan caca barusan. Apa itu hanya omong kosong? Tapi tidak mungkin. Di saat seperti ini mana mungkin caca berbohong. Arthur tidak habis pikir dengan hidup ana. Ana hidup di panti tanpa kasih sayang kedua orang tua nya asli ditambah dengan kecacatan nya dan skrng? Kelainan jantung? Astaga arthur tidak abis pikir bagaimana jika dirinya menjadi ana. Mungkin dirinya akan mengakhiri hidupnya saja.

Disaat semua sibuk dengan pemikirannya masing masing. Telpon caca berbunyi membuat semua menatap ke arah caca yg sesugupan. Sedangkan arthur hanya diam dengan tatapan kosong nya.

"Ya mom hiks" jawab caca sesugupan.

"....."

"A-ana ma-masuk rumah sakit hiks" ucap caca dengan tangisan yg kembali pecah.

"....."

"Ya mom hiks" jawab caca dan memutuskan panggilan nya.

Caca pun kembali diam dengan tangis yg belum reda dengan letta yg memeluknya. Mereka berdua sama. Sama sama menangis maksudnya.

Beberapa saat hening kembali. Hingga suara pintu ruangan IGD  terbuka membuat semua orang berdiri. Terutama arthur yg langsung menghadap ke dokternya.

"Gimana dok?" Tanya arthur tak sabar. Dokter ilham tersebut bingung melihat wajah arthur yg asing baginya. Dan dokter tersebut melihat ke arah caca yg sedang menangis di pelukan seorang gadis. Dokter tersebut memang mengenal baik ana dan keluar panti lain nya. Dokter ilham pun menghela nafasnya.

"Keadaan ana sangat buruk saat ini. Dia baru saja keluar dari rumah sakit dan sekrang ia sudah kembali kesini. Dan kalian terlambat membawanya kemari hingga membuat jantung ana sempat berhenti beberapa saat" jelas dokter ilham membuat tangis caca semakin kencang.

"Ana sedang dalam masa kritis. Kita berdoa saja semoga malam ini segera membaik. Jika ana tidak ada perubahan hingga malam hari, kemungkian besar ana dalam masa koma" jelas dokter tersebut.

Perkataan dokter tersebut membuat arthur mematung di tempat nya. Andai ia tidak terlambat datang untung menyelamatkan ana, pasti ia tidak akan melihat ana seperti sekarang. Andai arthur tidak pergi dari sekolah pasti ia masih bisa melihat senyuman manis ana sekrang. Tetapi itu semua hanya kata andai saja. Ia merasa bersalah dan tidak berguna. Padahal dirinya sudah berjanji untuk selalu menjaga ana. Mengapa dirinya begitu bodoh sekarang?

Wahyu yg melihat arthur pun menghela nafas nya. Ia tau apa yg di pikirkan sahabatnya itu. Selalu seperti ini jika arthur melihat gadis yg arthur sayang.

Wahyu pun menepuk pundak arthur untuk menenangkan arthur.

"Bukan salah lo tur" ucap wahyu menenangkan tetapi arthur hanya diam dengan tatapan kosong nya membuat wahyu kembali menghela nafas.

"Caca? Caca udah telpon bunda soal kondisi ana?" Tanya dokter ilham membuat caca melepaskan pelukan nya dari letta. Dan menatap ke dokter ilham dengan muka sembab nya.

"Be-belum. Ta-tapi hiks caca udah bilang mommy" jawab caca dengan sesugupan nya. Dokter ilham tidak heran melihat caca yg seperti itu.

"Udah jangan nangis. Nanti ana marah lohh kalo caca nangis" ucap dokter ilham menenangkan dengan mengelus kepala caca dengan sayang.

Different [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang