Chapter 03

4K 531 76
                                    

Rena tidak akan pernah lupa pada kejadian yang mana kini membuatnya begitu merasa berat pada Jinyoung, yang kerap membuat hatinya beralih berantakan dalam seketika kala mendapati pemuda itu tengah tidak baik-baik saja. Pernah pada masanya bagaimana tubuh itu terluka hanya karena dirinya, juga wajah penuh lebam untuk melindunginya.

Jinyoung menjaganya dengan begitu baik.

Ia bahkan masih ingat betapa histeris Nyonya Park tatkala mengetahui tulang pada lengan putranya telah bergeser, yang mana sebelumnya digunakan untuk melindunginya dari anak-anak sekolah lain yang mengganggunya. Rena bahkan menangis hampir tiga hari tiga malam untuk memastikan bahwa Jinyoung tetap hidup karena begitu takut. Tak berhenti pula meminta maaf pada ayah dan ibu Jinyoung, karenanya, Jinyoung mendapatkan luka.

Namun kala itu Tuan Park hanya menggeleng, mengusap pelan surainya seraya berujar lembut. "Tidak, Nak. Jinyoung memang harus melakukannya, untukmu, dia harus melindungimu."

Disaat umurnya yang baru saja menginjak sebelas tahun, Rena tentu tak mengerti banyak hal, seperti perihal mengapa Tuan Park berkata demikian padanya-seolah-olah dia merupakan tanggung jawab Jinyoung yang paling besar dalam hidup pemuda itu. Kejadian seperti itu tak hanya berlangsung dua atau tiga kali, hal-hal terkecil seperti bagaimana pemuda itu melewatkan jamnya untuk menemani Rena belajar, atau pergi bersama temannya dan membuat Rena sendirian di dalam rumah menunggunya, sukses membuat Tuan Park memarahi pemuda itu habis-habisan.

Rena bahkan tak mengerti alasan yang dapat dikata logis untuk memahami persepsi orangtua Jinyoung tersebut. Tak jarang pemuda itu datang padanya dengan sisa tangis yang mengering pada kedua pipinya, atau dengan mata memerah dan sembab, bahkan pernah dengan lebam keunguan di sudut bibirnya. Rasa bersalah tentu merangsek dalam dadanya, Rena bahkan mulai takut jika Jinyoung akan membencinya suatu hari nanti karena layaknya terkesan dipaksa bersamanya. Namun hal tersebut buru-buru sirna dari kepalanya manakala Jinyoung meletakkan kepala pada pundaknya, seolah tengah menyenderkan benteng pertahanannya yang barangkali tidak kuat lagi untuk dipaksa berdiri.

Pemuda itu terisak, sesekali napasnya tercekat dengan tubuh bergetar karena tangis. Jinyoung tipikal pemuda yang cukup dibilang sebagai pendiam, namun jelas, tidak akan ada yang berani mengganggunya. Maka ketika pemuda itu meledakkan tangisnya, Rena pikir ia terlihat begitu menyedihkan manakala topengnya dilepas paksa.

"Tidak ada namaku di pikiran mereka. Hanya kakak. Hanya dia. Hanya karenanya dan mereka semua seolah melupakanku."

Dibandingkan dengannya yang telah kehilangan kedua orangtuanya, Jinyoung hidup bersama ayah dan ibunya. Namun, seolah hal demikian tak berlaku baginya. Mereka ada, namun ia seolah tetap sendirian. Entahlah, layaknya hukum alam, lengkap bukan berarti sempurna.

Lambat laun, Rena tak begitu terkejut manakala Jinyoung mendadak mengetuk rumahnya di tengah malam, datang dengan wajah kacaunya. Tanpa berusaha menebak, seolah tertanam pada kepalanya, Rena tahu bahwa Jinyoung berusaha menahan diri ketika di rumah dan memilih menjatuhkan dirinya ketika bersama gadis itu. Namun sayang, Rena harus pergi ke Jerman selama tujuh tahun dan membuat pemuda itu kembali sendirian.

Untuk sekarang, rasanya Jinyoung tak begitu berbeda. Ia masih pendiam, dan tetap disegani banyak orang. Apalagi ia termasuk dalam jajaran siswa terpintar setiap tahunnya, selain tampan Jinyoung juga terkenal baik, tak heran jika beberapa gadis mendekatinya secara terang-terangan kata He Young. Namun Rena tak mengerti, bagaimana seseorang pendiam seperti Jinyoung yang notabene hampir dapat dikata tak akan pernah membuat ulah kini disandingkan dengan Jeon Jungkook, si Berandal sekolah.

"Apa masalahmu dengannya? Wajahmu sampai seperti ini," gumam Rena seraya berusaha mengobati Jinyoung dengan mengompresnya menggunakan es batu.

Jinyoung sontak tersenyum, kedua irisnya menyipit menahan gelak tawa, lantas berusaha menahan untuk tidak melebarkan senyumnya-sebab Rena pasti akan meledakkan amarahnya nanti. Terlalu banyak gerak, dan semakin membuatnya merasakan nyeri.

THE REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang