Bagaimana rasanya menjadi asing dengan orang terdekatmu?
Bukan hanya perihal kenyamanan, bukan juga hanya perihal kepercayaan. Seolah mendadak hilang, lenyap tiba-tiba, dari waktu ke waktu perasaan itu tidak lagi sama.
Ada jarak, yang entah bagaimana bisa tercipta. Padahal, sudah semampunya bertahan, namun tetap dikalahkan oleh waktu. Manakala hati berteriak ingin kembali dekat, sedang keadaan mendadak memecah tawa dan sukses menampar diri, masih pantaskah dia mempercayaimu?
Jinyoung lupa kapan terakhir ia melihat sosok Rena yang berlari untuknya. Ia lupa pada wajah cantik yang mengulas raut panik beserta rasa khawatir untuknya. Ia lupa bagaimana nada bicara penuh kekhawatiran tersebut menyapa telinganya.
Hal buruk lainnya adalah ketika dia harus menahan perasaannya, rasa sakit akibat melihat gadis yang ia sukai tersebut kini telah bersama dengan pemuda lain. Rasa sakit akibat penyesalannya. Dan rasa sakit akibat merindukan gadis itu terlalu banyak.
"Apa yang telah terjadi padamu?"
Seusai berlari terburu-buru menuruni anak tangga untuk mendatanginya, Rena pun lekas melayangkan kedua tangannya untuk menyentuh wajah penuh lebam tersebut bersama dengan kedua irisnya yang berkaca-kaca penuh kekhawatiran.
"Siapa yang telah melakukan ini padamu?" ulangnya.
Ah, kekhawatiran semacam ini, Jinyoung merindukannya.
"Pelayan! Ambilkan kotak--"
Belum sempat Rena menyelesaikan ucapannya, Jinyoung lebih dulu memegang tangannya hingga sontak membuat Rena menghentikan ucapannya.
Menatap lamat-lamat wajah cantik tersebut, Jinyoung pun tak kuasa menahan senyumnya kala netra keduanya bertemu. Tatapan sendu nan penuh kekhawatiran itu terletak dengan jelas pada kedua irisnya, sedang Jinyoung tak mengelak bahwasanya ia dapat merasakan rasa hangat yang perlahan menyeruak di dalam sana. Rasa nyaman yang sama sekali belum pernah ia temukan pada siapa pun, bahkan dengan ibunya sendiri.
"Kau tidak mau menjawab?"
Jinyoung merindukannya.
"Pelayan! Bawa--"
"Sssstt!"
Belum sempat Rena menyelesaikan ucapannya, Jinyoung pun kembali lebih dulu membungkamnya dengan telapak tangannya hingga sontak membuat Rena menatapnya dengan tajam, sementara ia sendiri terkekeh kemudian.
"Aku baik-baik saja," ujarnya dengan pelan.
Rena sendiri pun hanya menghela napas dan memilih untuk mendaratkan bokongnya ke kursi, menatap jengah setengah kesal pada pemuda tersebut. "Kau akan terus berkata demikian, setidaknya, sampai kau benar-benar merasa bahwa itu sakit."
Jinyoung tersenyum, turut duduk di sebelahnya. "Kata siapa ini tidak sakit?"
Rena menatapnya dengan datar. "Sakit sekali asal kau tahu."
"Lalu katakan bagaimana kau bisa mendapatkan semua lebam itu? Apa kau berkelahi?"
Jinyoung mengangguk seraya tersenyum.
"Sungguh? Kupikir kau menyukai kedamaian selama ini."
Pemuda itu pun terkekeh mendengarnya. Perlahan, ia pun mengambil sesuatu dalam saku jaketnya.
"Kau tidak pulang?"
Jinyoung menggeleng. Tentu saja, dia selalu berusaha menghindari kedua orang tuanya bila ia memiliki luka, atau bahkan sebuah masalah. Sebisa mungkin, Jinyoung hanya akan menampilkan dirinya yang baik-baik saja saat berada di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE REASON
FanfictionDari sekian banyak hal yang telah Jungkook temukan di sepanjang hidupnya, ada satu titik di mana ia ingin menyesali apa yang telah terjadi padanya kendati rasanya mustahil. Setidaknya, ia akan mengutuk Joan Rena yang berhasil mendobrak bentengnya...