"Taehyung, Rena dan Hyun Jae menemukan kartu nama milik Tuan Kim yang sengaja dikubur Hyun Jae di bawah tanah pada saat kami diculik waktu itu."
"Apa?"
"Aku tidak tahu apakah aku pantas mengatakan hal ini padamu, tetapi, Taehyung kau pun tahu bahwa aku sangat menghormati Tuan Kim. Untuk itulah, aku ingin membuktikan bahwa Tuan Kim memang tidak seperti yang aku pikirkan bersama dengan Rena dan Hyun Jae."
"Memangnya apa yang telah kalian pikirkan tentang ayahku? Jeon Jungkook, jangan melewati batasanmu!"
Tap...
Tap...
Tap...
Ini yang kedua kalinya.
Taehyung dapat merasakan bagaimana rasa ngeri mendadak merangsek dalam hatinya dengan cepat, manakala keringat dingin membasahi nyaris sekujur tubuhnya, sedang rasa penasaran di dalam sana kian menguat, pemuda itu berulangkali merutuki diri sendiri tatkala harus berjalan di lorong yang begitu gelap. Dan sialnya, ponselnya kini tidak berada dalam genggamannya, melainkan berada di dalam saku jaketnya yang telah dibawa oleh pelayannya pada beberapa saat yang lalu. Ia hanya membawa segerombolan kunci yang sempat ia curi seusai menjadikan lemari ayahnya berantakan.
Begitu gelap. Rasanya bahkan kelewat mencekam.
"Tidak, Kim. Kau harus bertahan untuk memenuhi keingintahuanmu."
Setidaknya sebelum ia meninggal, Taehyung telah berhasil menuntaskan rasa penasarannya yang terbesar. Kapan lagi ia memiliki waktu seperti ini?
Pemuda itu tidak dapat mendengarkan apa pun selain deru napasnya, sedang kedua irisnya berusaha untuk menjangkau cahaya, Taehyung pun beberapa kali memutuskan untuk merangkak karena begitu takut.
Ia bahkan mungkin akan diamuk habis-habisan oleh sang ayah bilamana pria tersebut tahu bahwasanya putranya telah melanggar larangannya. Tetapi, apa boleh buat? Taehyung butuh alasan mengapa pria itu melarangnya ke tempat ini, yang bahkan membuatnya berpikir bahwa selama ini sang ayah telah menyembunyikan sesuatu, atau bahkan seseorang di tempat ini?
Hei, dia tidak kurangajar bukan?
Perlahan, detik demi detik, Taehyung dapat merasakan rasa sesak merangsek di dalam sana, sedang kepalanya berkecamuk dengan hebat kala rasa pening yang kian mengikat datang menyapanya, pada rasa gugup dan gelisah yang semakin menjadi-jadi, juga rasa mual yang perlahan kemudian mulai ia rasakan.
Taehyung pun sontak terjatuh kala rasa gelisah tersebut menguasai dirinya, pada detak jantung yang berdegup kian cepat, hingga deru napasnya yang kini berganti menjadi pendek, pemuda itu dapat merasakan tubuhnya bergetar cukup hebat dengan kengerian yang tak kunjung berakhir bersama dengan keringat deras yang membasahi nyaris sekujur tubuh dan wajahnya. Pannic attack.
Sial!
"Untuk itulah, Tae. Kumohon jangan biarkan praduga dan persepsi buruk ini memenuhi pikiranku. Tolong lakukan sesuatu untuk menghapusnya! Tolong, aku benar-benar meminta bantuanmu lagi kali ini."
"Kalian tidak waras. Benar-benar konyol. Kau Brengsek, Jeon Jungkook!"
"Tetapi ayahmu dulu begitu dekat dengan Tuan Park, ayah Jinyoung."
"Lalu apa hubungannya dengan ayah--"
"Putranya merupakan pilot yang menewaskan ibu dan kakakku, Tae. Dan aku sudah mengatakannya padamu kemarin bahwasanya kecelakaan tersebut tidak terjadi dengan kebetulan, melainkan sudah direncanakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE REASON
FanfictionDari sekian banyak hal yang telah Jungkook temukan di sepanjang hidupnya, ada satu titik di mana ia ingin menyesali apa yang telah terjadi padanya kendati rasanya mustahil. Setidaknya, ia akan mengutuk Joan Rena yang berhasil mendobrak bentengnya...