Sumpah, demi Tuhan! Jeon Jungkook benar-benar buruk dalam melemparkan leluconnya. Dan sialnya, itu sukses menggelitik perut Rena habis-habisan hingga membuat gadis itu susah payah menahan tawanya-namun gagal.
"Apa ini?"
Jungkook sontak melengos manakala tawa Rena terdengar begitu puas-seolah mengejeknya, mengatakan tanpa sadar bahwa ucapannya barusan benar-benar lelucon belaka hingga membuatnya tertawa terpingkal-pingkal, ia pun lekas mencebik kemudian. Apa yang salah?
"Tidak, begini maksudku-" gadis itu berusaha mengendalikan dirinya sendiri-mencoba mengatur tawanya hingga kemudian berhenti sebelum kemudian membasahi bibirnya dan tak lama kemudian Jungkook menoleh menatapnya. "-apa yang kau harapkan dariku? Maksudku, kau sudah memiliki gadis lain, dan atau mungkin kau tak cukup satu? Entahlah, aku tidak peduli. Yang jelas, pertanyaanmu barusan benar-benar terdengar konyol, Jeon!"
Seusai mengatakan itu, tawa Rena kembali meledak. Bahkan tanpa sadar Jungkook mengeraskan rahang begitu mendengarnya. Dia tidak pernah ditolak. Jujur saja, ini sedikit melukai harga dirinya. Pasalnya, tidak ada gadis yang tidak jatuh dalam pesonanya. Hanya gadis di sampingnya ini, aneh. Mendadak gelenyar asing menderanya, Jungkook nyaris tersedak saliva sendiri tatkala mulai berpikir konyol. Apa Rena lesbian? Oh, ayolah, Jung! Mari berhenti melanjutkan praduga konyolmu ini, batinnya.
Asumsi dalam kepalanya tersebut mendadak sirna tatkala mendapati Rena yang mendadak bangkit dan nyaris berlari tatkala menemukan pintu yang ditutup, namun Jungkook buru-buru menghentikannya. "Tidak akan dikunci, mereka melihat kita tadi."
Tetap saja!
Jungkook mengernyit manakala Rena tampak begitu cemas-seolah begitu ketakutan. Gadis itu menatapnya sejenak, lekas mengangguk pelan sebelum kemudian kembali duduk. Bahkan setelah beberapa menit berlalu, gadis itu belum juga berbicara. Rena hanya memejamkan kedua irisnya, menyatukan kesepuluh jemarinya dan membiarkan Jungkook menatapnya dalam diam.
"Kau baik-baik saja?"
"Ya?" Gadis itu buru-buru menyingkap kelopak matanya.
"Kau terlihat panik barusan. Tanganmu bahkan bergetar, kau menutup matamu juga. Kau takut?"
Terdiam sesaat, gadis itu jelas berusaha menghindari tatapan Jungkook padanya. Rena mengangguk kaku, meremat jemarinya sendiri sebelum kemudian berujar lirih, "Sedikit. Aku selalu takut dengan ruang tertutup dan gelap, itu... membuatku menemukan sesuatu yang tidak pernah ingin aku ingat."
"Apa?"
"Tidak. Jangan bertanya!"
Rena takut. Terlebih lagi ketika menemukan ingatan rusak dalam kepalanya, ia takut. Hal ini mengingatkannya pada peristiwa pada beberapa tahun yang lalu, tepat pada saat tubuhnya dibanting ke dinding dan mendapati ruangan di tempat itu begitu gelap. Tatkala debar menyatu dengan rasa takut yang menggaung di atas kepala, gadis itu bahkan dapat mengingat kelewat jelas bagaimana teriakan itu menggema hebat hingga menusuk rungunya. Manalagi ketika pintu tertutup sempurna, Rena dapat merasakan darahnya berdesir kelewat hebat, sedang jantungnya bertalu tak karuan. Rasanya dunianya berhenti saat itu juga.
"Aku tidak memiliki kekasih," ujar Jungkook kembali.
Hal itu kembali menarik atensi gadis itu, Rena mengangguk beberapa kali hingga membuat Jungkook menatapnya sangsi, tampaknya-ketakutannya telah mereda. "Tentu saja. Jika kau memilikinya, tidak mungkin kau duduk berdua dengan gadis lain di sini sementara membiarkan kekasihmu mempercayaimu dengan baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE REASON
FanfictionDari sekian banyak hal yang telah Jungkook temukan di sepanjang hidupnya, ada satu titik di mana ia ingin menyesali apa yang telah terjadi padanya kendati rasanya mustahil. Setidaknya, ia akan mengutuk Joan Rena yang berhasil mendobrak bentengnya...