Dua hari berlalu sejak Jungkook menyadari ada banyak hal yang disembunyikan seorang Joan Rena darinya, dan dalam dua hari tersebut seisi kelas sukses dibuat heboh tatkala Jeon Jungkook telah berada di kursinya jauh lebih pagi daripada waktu dimana ia kerap berangkat sekolah sebelumnya.
Dengan kedua iris membelalak dan rahang yang hampir merosot, nyaris semua orang memilih untuk terdiam dengan bungkam dan menggunjing dalam hati masing-masing kendati raut pemuda di sana tampak cukup menyenangkan untuk membuat mereka berpikir bahwasanya Jungkook akan baik kala itu untuk tidak menimbulkan masalah. Tentu saja. Memangnya, siapa yang berani mengusiknya?
Ah, terkecuali Kim Taehyung dan Park Jimin. Mereka berdua dengan tak henti-hentinya terus menyerangnya dengan rentenan pertanyaan yang sama, kurang lebih perihal keheranan dengan tingkah barunya tersebut.
"Jungkook, kau baik-baik saja, kan?"
"Apa maksudmu?"
"Tidak... maksudku... kukira mataku yang mulai bermasalah ketika melihatmu di sini sepagi ini."
"Sialan!"
"Apa yang terjadi padamu? Kau aneh sekali."
"Kenapa? Bukankah itu baik? Aku adalah murid yang teladan. Diam dan jangan bertanya lagi!"
"Dia mulai tidak waras."
Tetapi sayangnya, dalam dua hari tersebut Joan Rena absen. Wali kelasnya hanya mengatakan bahwa gadis itu memiliki acara penting yang tidak dapat ia tinggalkan hingga harus absen. Lydia yang meminta izin untuk hal itu.
Dan yang membuat Jungkook semakin kesal adalah fakta dimana ia tidak dapat menghubungi gadis itu. Rena benar-benar menutup seluruh akses untuk menghubunginya. Ia bahkan tidak dapat menginjakkan kaki di rumah tersebut karena penjaga tidak membukakannya gerbang untuk masuk.
Ia rela berangkat jauh lebih pagi hanya untuk berlama-lama menatap wajah gadisnya itu nanti. Ia rela menahan kantuk karena terjaga hampir semalaman akhir-akhir ini hanya untuk menjadi sosok pertama yang akan gadis itu lihat ketika ia memasuki kelas. Atau, lebih tepatnya Jungkook ingin meminta sedikit (kalau bisa banyak, sih) untuk berbicanya dengannya. Tentang apa pun itu, Jungkook ingin berbincang dengannya.
Ia sadar, malam itu dirinya begitu emosional hingga tanpa sadar telah membuat Rena menangis. Ah, atau mungkin memang gadis itu ingin menangis setelah memendam emosinya sekian lama. Yang jelas, Jungkook merasa bersalah karena hal itu. Juga, tak mengelak bahwasanya ia pun memiliki setidaknya sedikit kekecewaan pada gadis itu.
"Jika segala sesuatunya telah selesai di sini, aku akan kembali ke Jerman."
Hal tersebut sukses menyita pikirannya dalam tiga hari terakhir sejak Rena mengatakannya. Beberapa kali membuatnya mengumpat karena kelewat kesal. Tidak terima. Ingin Rena tetap tinggal. Di sini saja. Bersamanya.
Dan sekarang, apa ini? Apa gadis itu menghindarinya?
Tetapi, kenapa?
Tidak dapat menghubunginya membuat Jungkook tidak juga dapat berpikir dengan baik. Ketakutan kian mencekiknya setiap saat ketika ucapan Rena tersebut terngiang dalam kepalanya.
Apa dia sudah pergi?
Ah, Sial!
Tidak, kan?
Rena tidak mungkin pergi begitu saja untuk saat ini. Jungkook yakin itu.
"Kau... baik-baik saja, Jung?"
Mendengar itu, Jungkook pun sontak terkesiap kala suara Hyun Jae menyambangi rungunya. Manakala mendapati presensi itu berdiri di depannya, membuat Jungkook sempat memicing sebelum kemudian menghela napas pelan. Pemuda itu juga absen kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE REASON
FanfictionDari sekian banyak hal yang telah Jungkook temukan di sepanjang hidupnya, ada satu titik di mana ia ingin menyesali apa yang telah terjadi padanya kendati rasanya mustahil. Setidaknya, ia akan mengutuk Joan Rena yang berhasil mendobrak bentengnya...