Untuk Hidup yang Lebih Manis

4 0 0
                                    

Seorang anak kecil baru saja makan permen yang sangat manis. Tak lama kemudian, dia minum teh manis buatan pembantunya seperti biasa. Setelah dia meminum teh itu, dia merasakan ada yang berbeda. Jika selama ini teh buatan pembantunya selalu manis, kali ini tidak lagi. Dia tidak merasakan apa-apa selain aroma teh yang masuk ke hidungnya.

Itulah fenomena indera pengecap kita, lidah. Tuhan menciptakan indera pengecap kepada manusia agar kita bisa menikmati beraneka ragam rasa. Ada manis, asin, asam, pahit, dan percampurannya. Dari indera pengecap itu, kita juga bisa belajar tentang hidup kita. Tentang rejeki. Tentang musibah. Tentang bagaimana kita menyikapi keduanya.

Manis dan pahit adalah dua rasa yang bertolak belakang. Rasa yang paling banyak disukai adalah manis. Sebaliknya, pahit menjadi rasa yang paling tidak disukai. Jika kita adalah indera pengecap (lidah), maka rejeki itu adalah rasa manis dan musibah itu adalah rasa pahit.

Mengapa harus ada rasa pahit? Mengapa kita tidak cukup untuk merasakan manis saja di dunia ini? Jawabannya adalah sederhana. Pahit ada agar manis menjadi lebih manis.

Fenomena hilangnya rasa manis pada teh di atas, bisa kita umpamakan seperti orang yang mendapatkan rejeki yang sangat melimpah, sehingga rejeki kecil yang setiap hari ada terasa tidak diperlukan lagi, hambar. Hal ini juga sama seperti orang yang kenyang, makanan biasa berikutnya tidak akan membuatnya nikmat.

Kawan,
Pahit ada, agar manis menjadi nikmat. Lapar ada, agar kita bisa merasakan nikmatnya kenyang. Musibah ada, agar kita bisa menikmati rejeki yang diberikan. Inilah kehidupan yang harus kita sadari. Semoga kita tidak menjadi manusia yang lupa.

[Non Fiction] Menjadi Lebih BaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang