Dosa dan Bertahan Hidup

21 1 0
                                    

Apakah semua orang sengaja melakukan dosa? Tidak. Apakah semua orang yang sengaja melakukan dosa itu jahat? Tidak juga. Terkadang hidup memang begitu kejam sehingga menyudutkan seseorang ke dalam posisi tanpa pilihan selain melakukan dosa. Kasihan.

Di keramaian pasar, terjadi sebuah peristiwa yang tak biasa siang itu. Seorang ibu berteriak-teriak panik. Dompetnya baru saja dijambret. Tak jauh darinya seorang pria berkulit terbakar matahari sedang lari terbirit-birit, menerabas kerumunan manusia yang berlalu-lalang dan sibuk menawar harga.

Pria itu berpikir kalau dia akan lolos, nyatanya tidak. Beberapa tangan menahannya dari belakang, membuatnya jatuh terjengkang. Dompet jarahannya lepas. Tak lama kemudian, bogem demi bogem mendarat di pipi, perut, dada, bahu, siku, punggung.

Pria itu sempat berpikir kalau ini adalah akhir hidupnya. Kemudian saat dia berpikir ini masih terlalu cepat untuk mati, dia kira dirinya akan berakhir di balik jeruji besi. Lalu pikirannya melayang pada dompet kulit tak berisi yang ada di saku belakang celananya, juga istrinya yang tak tahu kelakuannya hari ini, juga anaknya yang saat ini sedang terbaring lemas di atas tempat tidur.

Sebelum situasi menjadi lebih buruk, sedikit jeda waktu dan ruang membuatnya berontak untuk melarikan diri dari kerumunan anarki yang tak tahu derita hidupnya. Dia lari dan menghilang sebelum seseorang membawanya kepada petugas yang berwajib.

Muka dan badan lebam. Pria itu sengaja memanjangkan lengan jaketnya yang tadi dipilin hingga siku. Tak lupa topi dipakai lebih turun hingga menutupi wajah. Dia berjalan menyusuri gang sempit yang selama ini sudah akrab dengan ingatannya. Berjalan kaki sekarang, motor sudah dijual beberapa hari yang lalu untuk biaya berobat anaknya yang tidak murah.

Pikirannya melayang ke masa lalu, ketika dia tak bisa menempuh pendidikan karena hal klasik, uang. Imbasnya berlanjut hingga saat ini. Dia bukan tenaga terdidik, bukan juga tenaga terlatih. Dia hanya pekerja serabutan yang jauh dari keluarga, terdampar di negeri orang, berdiam di atas tanah entah milik siapa, juga berlindung di dalam bangunan yang bisa roboh dengan mudahnya. Gaji kerja serabutan dan tambahan dari istrinya yang mencucikan baju tetangga tidak mencukupi untuk biaya berobat anak semata wayangnya ini.

Pria itu berdiri di depan rumah yang selalu mengiris hatinya. Belum ada sesuatu yang bisa dia berikan hari ini, kecuali lebam di pipi.

Kawan,
apa yang bisa kita lakukan pada orang-orang seperti ini? Keterpaksaan bisa membuat orang melakukan yang tak seharusnya dilakukan. Situasi bisa memojokkan orang dalam sebuah pilihan yang tidak mudah. Kadang orang bertindak ekstrim, bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk orang lain yang mereka cintai. Apa yang bisa kita lakukan untuk mereka?

[Non Fiction] Menjadi Lebih BaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang