Menulis Buku Kehidupan

13 0 0
                                    

Banyak orang datang ke toko buku dan memiliki rencana untuk membeli. Hanya saja mereka tak tahu mau membeli buku apa. Mereka hanya akan melihat-lihat, kemudian akan membeli buku yang menarik hati mereka. Sebagai seseorang yang menulis sebuah buku, tentunya kita akan bangga jika buku kita menarik hati orang, apalagi kalau buku kita bisa menginspirasi, memberi manfaat, bahkan menyelamatkan kehidupan orang lain.

Apa yang terjadi jika kita analogikan buku itu sebagai kehidupan kita? Ya, kita adalah penulis dari kehidupan kita. Setiap detiknya, kita menulis dengan sikap dan perilaku kita. Berbagai situasi terjadi dan bagaimana cara kita melewatinya pun terangkai dalam halaman-halaman kehidupan kita tanpa henti. Hal tersebut akan terus berlanjut, mulai halaman pertama (lahir) hingga halaman akhir.

Kita semua adalah penulis buku kehidupan. Meskipun buku kita belum selesai, orang lain bisa membaca sebagian dari halaman buku kita. Dan sebaliknya, kita juga bisa membaca sebagian dari halaman buku mereka.

Setiap manusia memiliki kerelaan yang berbeda untuk membiarkan orang lain membaca buku mereka. Sepuluh halaman terakhir, satu bab, atau bahkan tidak boleh membacanya sama sekali. Namun, yang jelas kita akan memberikan toleransi yang lebih besar kepada mereka yang dekat dan dipercaya, misalnya orang tua dan pasangan hidup.

Bagaimana tanggapan orang lain ketika membaca buku kita? Tentunya bermacam-macam. Akan ada yang sejalan atau malah berlawanan dengan pemikiran kita. Ada yang mungkin berpikir bahwa buku kita keren, tapi ada juga yang berpikir buku kita biasa saja. Ada yang sangat terbantu dengan adanya buku kita, tapi ada juga yang malah menjadi 'galau' gara-gara buku kita.

Berbagai macam argumen mungkin akan muncul sejalan dengan bagaimana orang membaca buku kita. Namun, ingat, kitalah penulisnya. Kitalah yang menentukan tulisan di halaman-halaman selanjutnya. Kita bisa menerima atau tidak argumen tersebut. Yang jelas, kita punya satu tujuan, yaitu menjadikan buku itu baik.

Kawan,
Meskipun tidak berniat untuk mempublikasikan buku tersebut, kita harus tahu bahwa sewaktu-waktu akan ada Sang Maha Penyeleksi yang akan memutuskan layak tidaknya buku yang telah kita buat. Meskipun sampul buku selalu ada untuk menarik perhatian, tapi Beliau tidak akan menghakimi isi buku dan tetap akan membaca semuanya. Buku yang baik akan beliau tempatkan pada tempat yang baik. Sebaliknya, buku yang kurang baik mungkin akan melalui proses editing terlebih dahulu atau malah dibuang sama sekali. Apakah benar begitu kenyataannya pada kehidupan kita nanti? Kita tidak tahu, tapi semoga kita bisa membuat buku yang baik itu.

[Non Fiction] Menjadi Lebih BaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang