Siapa yang Salah?

2 0 0
                                    

Tidak selamanya kita melewati hari dengan menyenangkan. Ketika sesuatu berjalan tidak semestinya, kita sering merasa kesal. Dan ujung-ujungnya, kita mencari-cari orang yang harus bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. Siapa yang salah?

Kesal, marah, tidak puas adalah ekspresi yang umumnya muncul ketika kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang sudah kita bayangkan dan harapkan. Situasi seperti keinginan yang tidak terkabul, janji yang tidak ditepati, atau rencana yang tidak berjalan lancar adalah situasi yang memungkinkan kita menghadapi momen-momen yang tidak menyenangkan. Mungkin kita bisa menghadapinya dengan tenang, tapi jauh di dalam hati, kita merasa sebuah ketidakpuasan.

Siapa yang salah? Ini semua gara-gara siapa? Siapa yang harus bertanggung jawab atas semua ini? Pertanyaan-pertanyaan ini kadang muncul dalam proses introspeksi kita. Namun, emosi yang meluap atau sebuah ego yang besar sering berhasil memunculkan sebuah jawaban yang kadang belum tentu benar. Kita didorong untuk menunjuk orang lain sebagai pihak yang pantas untuk dipersalahkan. Kemungkinan ini semakin besar ketika kita merasa menjadi korban atau pihak yang paling dirugikan. Dengan berpikir secara logika, sangat memungkinkan kita menyalahkan orang lain.

Itulah sebabnya, selain memiliki logika manusia juga memiliki hati, agar membatasi diri kita dari tindakan yang semena-mena. Menyalahkan orang lain adalah sebuah reaksi yang wajar. Namun, sesungguhnya kita tidak memiliki hak atas hal tersebut. Kita tidak memiliki hak atas diri orang lain, sehingga kita tidak patut menyalahkan siapapun, apalagi menyalahkan Tuhan. Satu-satunya yang bisa kita persalahkan atas ketidaknyamanan yang terjadi adalah diri kita sendiri. Karena baik secara langsung maupun tidak, kita pasti juga melakukan sesuatu yang menyebabkan kesalahan itu terjadi.

Kawan,
berhentilah menyalahkan orang lain. Apabila ada hal yang membuatmu kesal, salahkan dirimu sendiri seperlunya. Dan belajarlah dari situ. Bangkit dan berjalan lagi. Karena hidup ini terlalu indah untuk dibuat kesal. Mengapa harus melihat satu awan mendung ketika masih banyak awan putih lainnya?

[Non Fiction] Menjadi Lebih BaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang