Satu

3.7K 190 50
                                    

Upacara hari Senin di SMA Garuda berjalan dengan lancar. Bendera Merah Putih berkibar dengan gagahnya di ujung tiang. Pembina Upacara mengumandangkan amanatnya dengan semangat 45. Namun, murid kelas 10 sampai kelas 12 sudah mulai ricuh di barisan  masing-masing.

"Ini kapan selesainya sih, lama banget," gerutu Vania

"Ya gini kalau yang jadi pembina upacaranya Pak Bambang," jawab Oliv.

"Matahari terik gini, amanat masih panjang aja. Mau sampai kapan sih? Udah kebakar nih tubuh gue. Gak peka banget jadi kepala sekolah."

Oliv diam tak menanggapi Vania, ia sibuk menutupi wajahnya dengan telapak tangan, menghalau sinar matahari yang menusuk mata.

Setelah beberapa menit berdiri, bersabar menunggu amanat pembina upacara selesai, akhirnya upacara bisa berjalan dengan normal kembali. Dan saat upacara dibubarkan, semua murid menghela nafas lega.

"Van, lo duluan aja ya, gue mau ke toilet, udah gak tahan," kata Oliv sedetik setelah barisan dibubarkan. "Titip topi gue, jangan sampai hilang," lanjutnya. Kemudian ia mengambil jalan terpisah dari Vania.

Setelah menyelesaikan urusannya di bilik toilet, Oliv membasuh tangannya di wastafel. Ia memandang ke depan. Di dalam cermin ada seorang perempuan yang memiliki hidung mancung, bibir pink alami, dan mata indah sedang menatap balik dirinya. Oliv tersenyum tipis, ia menggerakkan tangannya, merapikan rambutnya yang kini ia potong pendek sebatas bahu. Setelah ia rasa rapi, ia keluar dari toilet.

Saat Oliv melangkahkan kaki ke kelas, matanya tak sengaja menangkap sosok yang menarik minatnya. Sosok itu seorang laki-laki, mengenakan seragam yang sama sepertinya, namun masih ada jaket hitam yang menutupi seragam dan tas sekolah yang menyampir di bahunya. Dengan pelan Oliv berjalan dibelakang cowok itu, karena kebetulan mereka menuju arah yang sama.

Mungkin, cowok itu menyadari keberadaan Oliv. Karena tak berapa lama, dia menghentikan langkah dan langsung menoleh ke belakang, membuat Oliv terkejut.

"Ngapain lo ngikutin gue?" Bukannya menjawab, Oliv malah diam, menatap cowok berkulit putih, berhidung mancung yang terlihat tampan dengan rambut hitam yang dijambul itu. "Kok diem?"

"Eh, gu- gue gak ngikutin lo kok," jawab Oliv dengan gugup.

"Terus ngapain lo jalan di belakang gue?"

"Karena kita searah mungkin? Gue mau ke kelas, gue gak ngikutin elo," kata Oliv. "Lo sendiri mau kemana?"

"Kelas."

Mata Oliv sekali lagi mengamati penampilan laki-laki itu. "Lo baru datang?"

"Iya," jawab cowok itu dengan santai.

"Gak ikut upacara?"

"Enggak lah."

"Ih, enak banget sih gak ikutan panas-panasan," gumam Oliv pelan. "Kenapa baru dateng?"

"Pengen aja. Gue males disuruh dengerin ceramahnya Pak Bambang, lagian lo gak lihat mataharinya? Terik banget tuh."

Jawaban cowok itu berhasil membuat Oliv melongo. Hanya karena tak ingin panas-panasan, cowok itu dateng telat. Astaga, Oliv tak habis pikir.

"Udah?" tanya cowok itu. "Kalau udah gue pergi."

"Eh tunggu."

"Apa?"

"Jangan gitu dong, masa karena gak mau panas-panasan terus lo dateng telat. Anak yang lain juga gak mau panas-panasan kali, tapi mereka tetep mau upacara."

"Terus?"

"Ya lo harus ikut upacara. Lo harus ngehormatin mereka dan bapak ibu guru. Lagian ini kan peraturan sekolah."

Just MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang