Tiga belas

783 84 6
                                    

Hari ini matahari tidak menunjukkan sinar teriknya, dengan baik hati membiarkan warga SMA Garuda melaksanakan upacara yang rutin dilakukan hari senin ini dengan damai.

Berbeda dengan matahari yang terkesan malas menunjukkan sinarnya, Bapak Kepala sekolah malah dengan semangat menyampaikan amanatnya. Beliau dengan berapi-api memberikan himbauan kepada anak-anak didiknya yang sebagian besar sibuk berbisik dengan teman sebelahnya. Padahal, amanat dari Bapak Kepala Sekolah ini penting untuk di dengar.

"Amanatnya lama banget sih," keluh Vania.

"Hm, iya," balas Oliv dengan lemah.

Vania yang merasa janggal pun menoleh kearah Oliv yang tengah menunduk.

"Liv? Lo gapapa?"

Oliv mendongak, menatap Vania sekilas dan kembali menunduk. "Gapapa."

"Gapapa gimana, lo pucat gitu!" seru Vania pelan. "Lo pusing? Atau apa?"

"Gapapa, cuma perut gue aja sakit."

"Jangan bilang lo gak sarapan lagi?"

"Sarapan kok," sangkal Oliv. "Tapi dikit."

"Ck, udah tahu lambung lo bermasalah, tetep aja bandel," gerutu Vania. "Ke UKS ya? Gue panggilin anak PMR."

"Gausah, gue masih kuat kok."

"Yakin?" Oliv mengangguk pelan. Vania menurut dan kembali menghadap depan.

Namun belum ada lima menit berlalu, lengan Vania dicengkeram oleh Oliv, membuat gadis itu menoleh ke arah sahabatnya yang sudah lemas. Dengan cepat Vania memanggil anggota PMR yang berjaga di belakang, yang untungnya cepat tanggap dan membopong Oliv ke UKS.

Sesampainya di UKS, UKS terlihat sepi, hanya ada satu gadis anggota PMR yang berjaga disana. Gadis dengan name tag Andin itu langsung membantu membaringkan Oliv di salah satu brangkar.

Gadis yang membopong Oliv tadi dengan cepat melonggarkan dasi dan ikat pinggang Oliv setelah itu pergi dari ruang UKS.

"Apanya yang sakit kak?" tanya Andin.

"Perut gue," kata Oliv lemah.

"Belum sarapan?" tanyanya lagi.

"Udah," jawab Oliv. "Mag gue kambuh."

"Udah minum obat?" Oliv menggeleng pelan. Dengan cepat Andin mengambil satu pil obat maag dan satu gelas air putih lalu memberikannya kepada Oliv. Tanpa banyak berkata, Oliv menelan obat itu.

"Dibuat tidur aja kak," kata Andin menyelimuti Oliv lalu kembali ke tempat duduknya semula.

Oliv memejamkan mata, mencoba melupakan rasa sakit yang menyerang perutnya. Sedangkan Andin tengah sibuk memainkan ponselnya. Gadis itu terkejut, karena tiba-tiba saja ada seorang anak laki-laki yang dengan santainya masuk dan berbaring di salah satu brangkar UKS.

Andin langsung menghampiri laki-laki itu dan bertanya, "Kak, sakit apa?" Namun langsung menyesal setelah melihat siapa yang ia ajak bicara. Walaupun ia sebenarnya sedikit senang.

"Lo doain gue sakit?"

"E-enggak kak," jawab Andin. "Tapi kalau kakak gak sa—"

"Kalau gue gak sakit, gue gak boleh di sini?" Andin mengangguk. "Pelit banget. Gue tuh capek, mau tidur."

Andin memberanikan menatap Alvin yang juga tengah menatapnya. "Ka—kak Alvin, inget aku?"

"Hm? Siapa?" tanya Alvin bingung.

"Aku yang pernah ngasih kakak coklat, di kantin. Kakak lupa?"

"Gue gak inget. Lagian gak penting juga," balas Alvin. "Udah deh, pergi sana. Gue mau tidur nih."

Just MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang