Dua puluh empat

563 66 3
                                    

Hari masih pagi saat pintu kamar Oliv diketuk dari luar. Oliv dengan berat hati menaruh ponsel dan beranjak membuka pintu.

Olic memasang wajah datar menatap laki-laki yang berdiri di depan pintu kamarnya itu. "Sarapan Kak, udah di tunggu yang lain."

"Males."

"Gue di suruh Papa, katanya udah lama lo gak pernah ikut sarapan bareng."

"Bilangin ke Papa, gue malas." Saat Oliv akan menutup pintu, lengannya di tahan oleh Kenzo. "Apaan sih?!"

"Ayo ih, kasian yang lain udah nungguin. Lagian gue juga pengen sarapan sama lo."

"Gue ogah," kata Oliv berontak membebaskan tangannya. Namun ternyata genggaman tangan Ken erat juga. "Yaudah iya, tapi lepain!"

Dengan senyum cerah remaja lelaki itu melepaskan pegangannya. Karena kesal, Oliv menutup pintu kamarnya dengan keras, mengundang teriakan yang berasal dari sang papa. "Oliv?!"

Tak ada jawaban. Namun beberapa saat kemudian Oliv muncul dengan raut wajah kusut, berbanding terbalik dengan Ken yang memasang wajah cerah.

"Kamu cewek, jangan kasar kayak gitu," tegur Zidan sekali lagi, tak ada jawaban dari Oliv. Yang ditegur malah sibuk mengambil nasi beserta antek-anteknya. Zidan yang mengerti tabiat putrinya itu pun memilih diam.

Sarapan pagi ini terlihat hening, sampai Nirmala membuka suara, "Ken, mama dapat laporan dari guru kamu, katanya kamu bolos lagi. Iya?" Ken menyengir menatap sang mama. "Jangan diulangi lagi, atau uang jajan kamu Mama potong."

"Eh, jangan dong Ma."

"Kamu bolos lagi?" tanya Zidan menghentikan kegiatan makannya. "Belajar yang rajin, jangan kebanyakan bolos."

"Uh, iya Pa. Aku bolos cuma buat coba-coba kok Pa."

"Coba-coba tapi nanti ketagihan. Kamu udah kelas 3, harusnya mulai mempersiapkan diri buat masuk SMA."

"Iya Pak Bos, siap," seru Ken dengan senyum mengembang. "Kalau kakak gue tercinta, gak mau bilang apa-apa gitu ke gue?"

Oliv melirik Ken yang menatapnya dengan senyum usil. Cewek itu berdecak tak suka dan kembali sibuk dengan makanannya.

"Ma, aku mau ayam." Arion menarik-narik pelan baju Nirmala yang duduk di sampingnya.

"Iya, ambil aja."

"Ambilin," rengek bocah cilik itu. Nirmala mengambil satu potong ayam dari piring yang berada di dekat Oliv.

"Oliv, kamu jadi kakak jangan terlalu dingin. Lihat tuh, adik kamu jadi takut," tegur Zidan menyadari tingkah Oliv.

Oliv meletakkan sendoknya dengan keras, lalu menatap Zidan. "Salahin aja terus. Oliv udah biasa." Cewek itu berdiri dan pergi dari tempatnya.

"Habisin dulu makanannya, Liv," panggil Nirmala yang tentu saja tak di respon oleh Oliv. Wanita itu menatap piring Oliv yang makanannya masih dimakan sedikit, lalu menatap sang suami yang menghela nafas berat. Nirmala memejamkan mata sejenak, lalu lanjut menyelesaikan makannya.

Sesampainya di kamar, Oliv langsung ke kamar mandi guna membersihkan tubuhnya. Kurang lebih setengah jam waktu yang Oliv gunakan untuk mandi dan berpakaian rapi.

Kini ia duduk di tepi kasur, bingung akan pergi kemana. Ingin ke rumah Vania, tapi cewek itu sedang pergi ke luar kota karena acara keluarga. Setelah lama berfikir, Oliv memutuskan untuk pergi ke cafe favoritnya.

Sepertinya ini hari sial Oliv, karena saat sampai di cafe tersebut, cafe itu sedang tutup. Jadilah cewek itu mengendarai sepeda motornya tak tentu arah. Hingga ia melihat sebuah cafe yang sepertinya menarik.

Just MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang