"Pulang sekolah nanti nongkrong yuk di cafe biasa. Udah lama gak kesana kan," ajak Farel.
"Gue sih oke aja," jawab Alvin. Dimas mengangguk setuju.
"Pulang sekolah nanti Alvin barus belajar," sahut Oliv. Saat ini mereka berempat sedang ada di rooftop. Tadi, Alvin menyuruhnya membeli beberapa jajanan. Saat Oliv akan pergi, Dimas malah mengajaknya mengobrol. Akhirnya Oliv ikut duduk di rooftop. Gapapa, guru-guru lagi rapat. Lagian di sini suasananga juga nyaman, batin Oliv.
"Pending dulu lah," kata Alvin cuek.
"Gak bisa dong Vin. Gue kan harus bikin laporan ke Bu Ana. Emangnya lo mau gue bilang gimana? Hari ini gak belajar Bu, karena Alvin nongkrong sama temen-temennya, gitu?"
"Ck, kan bisa ngasih alasan apa gitu." Oliv menggeleng. "Lagian, lo kemarin kan habis dimarahin, jadi hari ini libur dulu."
"Dimarahin?" tanya Dimas.
"Siapa yang marahin?" Farel ikut penasaran. "Ada masalah apa kemarin? Kok lo gak cerita, Vin."
"Kemarin dia pulang dari rumah gue hampir jam 10 malam. Waktu pulang, bokapnya udah di depan rumah."
"Bokap lo marah Liv?" tanya Dimas.
"Eh, engg—"
"Lo diapain aja Liv? Terus lo bilang apa sama bokap lo? Kasih tahu gue ih."
"Rel, kalau lo nanya terus, gimana Oliv bisa jawab," tegur Dimas.
"Enggak kok. Gue gak dimarahin."
"Serius?" Oliv mengangguk menanggapi pertanyaan Dimas.
"Bohong. Orang kemarin tatapan bokap lo udah kayak mau bantai gue aja."
"Eh, masa?"
"Iya lah. Emang lo gak lihat?" Oliv diam, tidak menanggapi. "Udah lah, hari ini libur aja."
"Enggak."
"Jangan keras kepala deh kalau di kasih tahu," kata Alvin mulai kesal. "Pokoknya hari ini libur. Titik. Gak ada bantahan."
Oliv menghela nafas menghadapi sikap Alvin yang seperti itu. "Enggak. Pokoknya tetap belajar. Nongkrong nya di tunda aja."
Alvin menatap Oliv dengan raut tak suka. "Mulai ngelunjak ya, lo. Udah berani ngelarang-ngelarang gue."
Oliv menatap Alvin datar. Ia beralih menatap Dimas dan Farel. "Emang, kalian berdua gak ada jadwal belajar?"
"Wah, gue sih free," kata Farel.
"Kalian gak dikasih guru private atau apalah sebutannya sama Bu Ana?"
"Jelas tidak."
Oliv mengernyit, selama ini ia pikir mereka berdua juga dipaksa belajar sama Bu Ana, sama seperti Alvin, ternyata tidak. "Kenapa?"
"Jangan samain gue sama Alvin dong. Levelnya beda."
"Heh bocah, nilai lo cuma lebih bagus dikit ya sama gue. Dikit. Jangan songong lo. Kalau gak gara-gara tiap ada ulangan, Marsya maksa lo belajar mah nilai lo jelas sama kayak gue," kata Alvin galak. Sedangkan Farel hanya menyengir tidak bersalah.
"Kalau lo, Dim?" tanya Oliv.
"Wah, jangan salah Liv, gini-gini si Dimas otaknya encer," kata Farel menepuk pundak Dimas. "Tiap hari mah dia belajar, udah kayak kutu buku aja. Tinggal rambutnya di kasih minyak yang banyak biar klimis sama pake kaca mata. Dah, cocok banget tuh." Dimas melotot menatap Farel, sedangkan Farel menyengir. "Canda elah. Baperan amat."
"Gue kadang belajar, tapi ya gak tiap hari. Dan jangan berekspektasi lebih, nilai gue gak sebagus yang lo bayangin. Yah, paling enggak lebih bagus dari dua curut ini sih," kata Dimas saat menyadari tatapan Oliv kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Mask
Teen FictionOlivia Zhafira. Seorang gadis cantik juga pintar yang terlihat baik-baik saja dengan wajah yang selalu mengumbar senyum. Seakan ia tak pernah sekali pun mengenyam pahitnya kehidupan. Namun siapa sangka jika itu semua hanya topeng. Topeng yang ia gun...